Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Potret Kartini Milenial" Simbol "Gerakan Feminis" Indonesia

26 Mei 2021   03:01 Diperbarui: 26 Mei 2021   03:06 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada dan perlukah gerakan feminis? Siapa dan dimana gerakan feminis berlangsung? Seperti apa wujud sebenarnya gerakan feminis? Dan, relevankah gerakan feminis di Indonesia?

Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial..

"Sebagai sebuah gerakan, kehadirannya pernah menjadi silang pendapat soal tafsir dan tujuan para pengusung issue feminis itu sendiri. Bahkan mendapat respon pro-kontra oleh pemerintah maupun public secara luas"

Jika tidak kritis menafsirkan makna secara harfiah, memang bisa terjebak pada dikotomi pesan yang disasar antara feminisme dan gender. Karena teks kedua entitas itu terkandung irisan maksud meski berbeda secara gramatikalnya.

Makna gender terekpresikan dalam maskulinitas dan femininitas. Mewakili karakeristik jenis kelamin dengan identitas dan pembagian peran yang terkodifikasi dalam struktur sosial hasil kesepakatan umum dan universal.

Sedangkan feminisme, terkandung sebuah upaya untuk merubah pandangan termasuk dalam memerangi stereotip gender, serta berusaha membangun peluang pendidikan dan profesional yang setara dengan laki-laki dengan perlakuan secara adil dalam masyarakat

Sebagai sebuah gerakan politik, kesadaran tentang feminisme muncul pertama kali pada tahun 1792 di Inggris, lewat buku berjudul "A Vindication of the Rights of Woman" karya filsuf Inggris Mary Wollstonecraft.

Wollstonecraft menerbitkan bukunya setelah revolusi Prancis meletus. Mary Wollstonecraft menilai, penggulingan monarki absolut merupakan momentum bagi perempuan untuk bergerak, karena ada ketimpangan politik antara laki-laki dengan perempuan.

"Perempuan sebagai sosok ibu menjadi madrasah pertama, menjadi peran sentral sekaligus pengarah generasi masa depan Indonesia menghadapi situasi dan kondisi budaya yang sudah terkepung globalisasi dan arus deras digital"

Kehadiran sosok perempuan tangguh itu, tidak berasal dan berada pada tempat khusus. Mereka hadir disetiap sudut tempat, mewakili lingkungan desa, kota, pasar, kantor pemerintah, lembaga NGO, Ormas, Parpol, hingga tempat khusus lainnya.

Meskipun, sejarah mencatat mayoritas tokoh perempuan hebat dan penggerak gerakan itu berasal dari kalangan berlatar belakang ekonomi berada, keturunan bangsawan/priyayi, elite birokrat, akademisi, pengusaha dan politisi.

Kartini memang mewakili perempuan Indonesia pada jamannya untuk berbicara,  menyuarakan, dan mewujudkan citanya soal feminisme. Jauh sebelum era awal sembilan puluhan ketika marak NGO mengusung issue gender tawaran lembaga donor.  

Kekecewaan psikologis Kartini, akhirnya terbayar lunas dengan sikap moderat Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat suami Kartini, memberi kebebasan dan mendukung mendirikan sekolah wanita di kompleks kantor Kabupaten.

"Kepekaan dan kecerdasan Kartini saat itu, bisa ditafsirkan sebagai bentuk gerakan feminis dengan "melawan secara santun praktik budaya patriarki". Gagal memang, tetapi tindakannya telah menginsprirasi kaum perempuan Indonesia"

Sesungguhnya, konklusi cukilan sejarah dengan tafsir rangkain cerita di atas, bisa dijadikan cermin bagi para aktivis gerakan feminis. Tidak semata menggugat kebijakan politik, tetapi bisa memberi solusi konkrit secara kreatif-konstruktif.

Gerakan feminis di Indonesia menjadi kebutuhan politik, khususnya para pekerja pabrik. Diduga, posisinya rentan dengan pemecatan karena ketatnya aturan perusahaan. Situasi ini semata karena target produksi, dan banyak tenaga kerja pengganti yang mengantri.

Masih ingat kasus buruh Marsinah? seorang aktivis dan buruh pabrik di sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik masa pemerintahan Orde Baru dan ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993. Marsinah bisa diapresiasi sebagai pelaku gerakan feminis pada masanya.

"Tantangan Kartini milenial, selain bertarung menempati posisi strategis-politis untuk mewarnai keputusan organisasi tempatnya berkarier, pada ghalibnya juga menghadapi tanggung jawab ganda dengan stigma wanita karier, ibu rumah tangga atau single parent"

Tentu ada resiko psikologis-politis yang dihadapi berkenaan dengan masalah internal (rumah tangga) dan eksternal (karier dan profesi). Fenomenanya, perempuan cenderung masih terbatasi hak dan suaranya di bawah tekanan budaya Patriaki.

Para penggerak PKK, pengelola sekolah PAUD, mahasiswa KKN pengajar ibu-ibu di kampung yang masih buta huruf, tanpa disadari dan tak perlu mendeklarasikan diri, mereka itu mewakili para aktor sekaligus aktivis gerakan feminis Indonesia.

Karakter aktivis perempuan seperti Tri Rismaharini, Sri Mulyani Indrawati dan Retno Marsudi yang mewakili politisi, akademisi, dan elite birokrat, adalah sosok perempuan tangguh dan petarung dalam kariernya sebagai pelaku gerakan feminis.

Mereka bersaing untuk menghancurkan stereotipe atas penilaian dan tindakan diskriminatif, menunjukkan kapasitas dan kemampuan sebagai pemimpin. Mereka mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender dalam gerakan feminis seutuhnya.

Memang, gagasan feminisme bisa ditafsirkan secara beragam makna, tujuan dan sasarannya. Semakin fasih memahami logika pikir, atau semakin sering melihat dan berinteraksi dengan berbagai kasus perempuan, akan semakin bijak cara menilai dan mensikapi.

"Sebagai misal, harusnya ada perlawanan intelektual penggunaan "symbol sex dengan gambar perempuan" bagi pengguna media sosial. Andai tidak masalah dalam komunitas generasinya, tetapi moralitasnya terkoneksi pada anak dan cucu perempuannya"

Pembiaran dengan perumpamaan memakai symbol gambar perempuan itu, bisa ditafsirkan sebagai "kesetujuan kolektif terhadap tindakan persekusi moral" yang berpotensi menjadi "budaya permakluman komunal".

Kesetaraan gender dalam gerakan feminis seutuhnya harus disuarakan tanpa ada jedah. Sangat tidak rela jika penggunaan analog dan stigma "the power of emak-emak" kaum perempuan hanya dijadikan bahan lelucon politik semata.

Kehadiran "entitas politik dadakan ini" bukan tanpa scenario dan komando. Sejatinya fenomena politis ini bisa dimaknai dengan tafsir politik suatu produk politik yang lahir dari gerakan feminis era milenial.

"Idealnya, kekuatan politik baru ini bisa menjadi media dan modal gerakan feminis melakukan negosiasi politik kepada institusi tertentu yang sedang menjalani dan melaksanakan hajatan politik tertentu maupun hajatan politik lima tahunan"

Tindakan di atas relevan dengan system dan praktik politik di Indonesia, karena dampak dari gagasan feminisme berhasil memasukkan ketentuan kuota 30% perempuan di kepengurusan partai politik, dan pengajuan caleg parpol pun dituntut mengakomodasi kuota tersebut.

Salam dan Salute kepada para pelaku gerakan feminis era milenial, ......... 

Bahan bacaan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun