Dalam konteks ini, peran NGO/lembaga pendamping desa diharapkan mampu memberikan edukasi politis kepada para perangkat desa (baca: Kepala Desa, ketua BPD, ketua BUMDes) mengenai hak politik desa melalui narasi dan literasi tertentu, berikut argumen dan jastifikasinya berdasarkan tafsir hukum peraturan perundangan yang berlaku.
Posisi politis NGO dan lembaga pendamping desa sangat vital dan strategis kaitannya dengan tema bahasan tulisan opini ini. Dengan kapasitas yang dikuasainya, setidaknya mampu melakukan koreksi dan klarifikasi atas kekeliruan yang terjadi, dengan menawarkan berbagai solusi kepada aparat pemerintah daerah (baca: propinsi dan kabupaten).
Fungsi politisnya juga punya peluang dan kesempatan melakukan mediasi konflik dan upaya mengantisipasi terjadinya masalah yang disebabkan karena penangguhan alokasi dana desa mengenai , hingga terjadinya konflik secara vertikal (pemerintah desa dengan pemerintah Propinsi dan kabupaten) maupun konflik horizontal antara pemerintah desa, masyarakat, pemkab dan pihak ketiga terkait.
Implikasinya dengan penerapan UU.No.2/2020 yang berpotensi pemerintah (pusat dan daerah) akan mengabaikan penerapan ketentuan pasal Pasal 72 Ayat (2) UU.No.6/2014 sebagaimana paparan di atas, maka keberadaan NGO/lembaga pendamping desa bisa membantu dan memberikan edukasi hukum-politik kepada para perangkat desa (baca: Kepala Desa, ketua BPD, ketua BUMDes), maupun saran/masukan kepada para pejabat pemerintah daerah (Propinsi dan Kabupaten) yang relevan dan berkepentingan langsung.
Simpulan
Keberadaan dan realisasi UU.No.2/2020 merupakan keniscayaan politis yang penerapannya akan berdampak sistemik terhadap proses pembangunan ekonomi desa. Meskipun, dalam situasi dan konsisi politik apapun yang terjadi, upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi dan dinamika sosial masyarakat desa harus menjadi prioritas politik pemerintah.
Andaipun pemerintah tetap kukuh pendiriannya tanpa ada diskresi politik tertentu hingga penerapan ketentuan Pasal 28 angka 8 UU.No.2/2020 hingga keberadaan ketentuan Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya UU.No.6/2014 tentang Desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran COVID-I9 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan ini, maka pemerintah akan menanggung akibat politik lebih besar.
Setidaknya bangunan tatanan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa yang sudah mulai nampak gestur geliat dinamikanya, akan runtuh kembali hingga memunculkan rasa ketidakpecayaan politik mengenai keseriusan dan kepeduliannya terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa.
Semoga tulisan opini tentang “Tafsir Hukum: Praktik UU.No.2/2020 Tidak Boleh Mereduksi Hak Politis Desa” ini, bisa dijadikan materi untuk bahasan diskusi dalam upaya mengembalikan hak politik desa yang sedang menghadapi masalah saat ini.
Penulis: Khusnul Zaini, SH. MM.
Advokat dan Aktivis Lingkungan Hidup Nasional