Prediksi kebangkrutan negara mungkin saja terjadi, jika tiga hal pemicunya berlangsung relative lama, yaitu phobia massa soal COVID-19 sangat masif, stagnan proses penyelenggaraan pemerintahan tingkat pusat hingga daerah, dan kemandegan transaksi sosial-ekonomi yang berdampak pada postur APBN untuk biaya penyelenggaran negara.
Setidaknya kasus pandemi COVID-19 menjadi code keras para pemimpin dunia hingga setiap individu untuk mengingat siapa dirinya dan meyakini adanya takdir. Kematian menjadi sangat dekat, tidak pandang bulu mereka miskin atau kaya, pemimpin atau rakyat, pintar atau bodoh, tua atau muda.
Meski begitu ideal dan antisipatifnya sebuah rekayasa ekonomi, politik, social dan budaya yang dicipta manusia, jika sang penguasa alam berkehendak maka seketika itu pula hancur berantakan semua yang diidealkan.
Dalam opini kali ini, dipaparkan sebuah dialog imajiner tentang antisipasi kebangkrutan negara, yang seolah-olah telah dilakukan tiga orang paling berpengaruh di republik ini. Berikut hasil dialog imajinernya:
Jokowi :
Mas Erick, apa prediksi sampean kalau kasus pandemi COVID-19 ini belum berakhir hingga akhir tahun nanti? Sementara negara harus memastikan rakyat terjamin kebutuhan dasar mereka.
Meskipun saya sudah perintahkan kepada para Menteri dan kepala daerah melakukan re-alokasi penggunaan dana APBN untuk kegiatan pencegahan dan penanganan kasus COVID-19. Bisa bangkrut negara ini, jika tidak diantisipasi solusi masalahnya dengan kalkulasi secara teliti dan hati-hati sejak sekarang.
Erick Thohir :
Kalau kepercayaan dunia internasional kepada kita masih ada, dan rakyat melakukan gotong royong secara sungguh-sungguh, saya yakin tidak akan bangkrut negara ini pak Presiden. Kepada negara sahabat, kita bisa mengajukan pinjaman hutang baru, atau minimal kita bisa mendapat kebijaksanaan penjadwalan ulang pembayaran hutang berlaku sebelumnya.
Saya juga sedang melakukan bersih-bersih pimpinan BUMN yang kami anggap tidak layak kerja, melakukan perombakan total manajemen kerja BUMN, membubarkan beberapa anak perusahaan BUMN yang nggak jelas orientasinya, dan pemangkasan beberapa posisi pimpinan yang menurut saya tidak efektif peran dan kewenangannya.
Dengan demikian, kedepannya kinerja dan keuntungan BUMN bisa maksimal untuk peningkatan APBN kita.