Perlahan tetapi pasti, topik mengenai transisi menuju energi terbarukan (EBT) dan berbagai diksi lain dengan esensi selaras, mulai merebut perhatian khalayak luas.
Isu ini tidak selalu berdiri sendiri sebagai topik tunggal yang gagah, tetapi kerap disisipkan dalam beragam isu yang lebih luas. Bahkan, digerakkan oleh berbagai organisasi yang menaruh perhatian serupa.
Semisal, yang saya baca melalui lama web Oxfam yang menyatakan aktivitasnya, yang bersama-sama dengan kelompok perempuan dan laki-laki rentan untuk mengakhiri ketidakadilan. Dalam konteks ini, dibaca sebagai transisi energi adil.
Di tingkat dunia dan elite pemegang kebijakan, beragam pertemuan level global dan regional telah, sedang, dan akan terus berlangsung menempuh peta jalan yang telah tersusun.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan Suistainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagai komitmen global dan nasional dalam Sidang Umum PBB pada September 2015.
Terdapat 17 cakupan tujuan dalam upaya menyejahterakan masyarakat sebagai sasaran global menuju 2030 yang dideklarasikan negara maju maupun negara berkembang.
(1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak;
(7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan;
(12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.