Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Suami yang Lain", Selalu Ada Ujian untuk Cinta

12 Januari 2024   10:29 Diperbarui: 12 Januari 2024   10:43 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Suami yang Lain (Foto: Akun Instagram suamiyanglainthemovie)

Mata kamera memanjakan kehangatan hati penoton dengan menghadirkan rangkain scene pembuka film 'Suami yang Lain' yang menawan.

Sorotan yang dinamis dalam meladeni gerak para pemeran yang juga dinamis, hendak meyakinkan penonton untuk percaya bahwa semua baik-baik saja, bahkan indah untuk dipandang.

Suara-suara percakapan yang riang, dibawakan dalam berbagai posisi dan ekspresi wajah, turut mengimbangi perpindahan bloking para pemain latar.

Begitulah gambaran yang berhasil terekam, sesuai dengan keinginan sang sutradara yang hendak menyampaikan mengenai relasi keluarga besar yang terbuka, akrab, dan saling peduli.

Namun, pada menit-menit selanjutkan, terjadilah itu. Masih dengan gerakan ritmis, wajah panorama mengambil sudut yang berbeda dan mengirimkan pesan berbeda.

Sesekali orang-orang menyampaikan pesan yang sama dalam medium dan konten berbeda (baca: media sosial) bahwa di tengah keramaian, biasanya orang tertentu justru mengalami kesepian yang menggigit.

Film Suami yang Lain dalam fase hidup yang lain

Film Suami yang Lain berbicara tentang fase hidup pasangan lelaki dan perempuan yang telah memasuki tahap penikahan. Otomatis, panggung cerita yang dihadirkan film ini adalah panggung rumah tangga.

Seperti yang kini telah lazim kita baca bahwa pernikahan bukanlah dunia yang sama dengan masa pacaran. Kedua memiliki panggung yang (sangat) berbeda.

Untuk itu, bukan hanya peran yang diemban para tokoh yang harus berubah, tetapi juga setting hidup dan pergolakan suka dan senang yang meningkat lebih dari sekadar si A naksir si B dan berakhir bahagia.

Pernikahan, sebagaimana diungkap para bijak, berada dalam posisi spesial. Sebab, pernikahan bukan tujuan atau salah satu tujuan dalam kehidupan manusia.

Pernikahan dalam perspektif psikolog atau konselor adalah proses yang hendak dan harus dijalani bagi siapa pun yang telah berhasil sampai pada keputusan untuk tampil di depan penghulu.

Seusai akad, sesedikit mungkin atau sebanyak mungkin undangan yang telah disebarkan untuk menjangkau para sanak saudara dan handai taulan untuk hadir, pastinya tidak menentukan seberapa kuat ikatan pernikahan akan terbentuk.

Tidak juga parameter yang bernama bahagia. Pernikahan yang langgeng tidak selalu terdiri dari bahan material kebahagiaan. Sebab di antara rentang panjang hingga maut memisahkan, terdapat variabel bebas lainnya.

Sebagai variabel yang disebut bebas, maka variabel tersebut kerap disebut sebagai realita hidup. Bukan bunga-bunga, romantisme, atau impian kala cinta monyet mulai bersemi dan tumbuh menjadi cinta "orang utan" atau "kingkong".

Film Suami yang Lain pentas kisah problem pernikahan

Dalam konteks atau panggung hidup inilah cerita dari film Suami yang Lain dipentaskan. Benni Setiawan, sang penulis skenario, menyadari betul seberapa luas para karakter bisa dimainkan.

Peluang ini dimanfaatkan dengan baik oleh sang sutradara John De Rantau dalam memimpin arah pergerakan main para aktornya dalam merentang cerita.

Durasi film sepanjang 112 menit memberi kesempatan skenario film ini dibangun dengan kokoh, tahap demi tahap, ahar dapat diterima oleh logika penonton.

Konflik yang dihadirkan, bukanlah konflik yang digeber dengan aksi tubuh heroik dan suara tinggi menyengat telinga. Namun san sutradara membuatnya terlihat atau terdengar manis untuk dikenang.

Acha Septriasa (Olivia Sastranegara) tampil dengan matang, demikian juga Morgan Oey (Danan Dimitri) sebagai aktor yang telah berpengalaman naik di berbagai "panggung peran" yang mendukung akting primanya.

Sementara Omar Daniel (Jordy Anwar), sangat menyita perhatian dalam kehadiran secara fisik yang "tidak utama" dalam keseluruhan film. Ia mengetuk benak kita melalui dua sisi wajah yang sangat diingat penonton.

Tak hanya itu, kehadiran Anya Geraldine ibarat tanaman teh di mana bagian yang terbaik untuk dipetik untuk diolah sebelum disajikan adalah sang pucuk.

Anya bergerak tanpa canggung, memimpin kamera untuk mengikutinya. Seolah sedang mendiktekan jalan setapak menuju ke suatu tempat yang bakal membarakan sesuatu.

John De Rantau meramu segala kemungkinan eksplorasi dalam film Suami yang Lain dengan kedisiplinan alur skenario. Namun, tentunya bukan berupa pagar-pagar gerak yang menyiksa.

Melainkan, di tangan John De Rantau, penonton diantar pada bibir ranah penyiksaan batin yang lain. Kita pun dibuat memgeluh, bahkan memaki dalam hati, serta menebak-menebak. Mau ke maka dikau hai sang sutradara?

Film Suami yang Lain bukan kisah hitam putih

Begitulah, film Suami yang Lain bukanlah film hitam putih tentang salah dan benar. Bukan pula ajang kreatif untuk mengunggah seribu alasan untuk sebuah perbuatan.

Itu sebabnya, akting Acha Septriasa yang sudah matang, membawanya pada pengujung duet dengan Morgan Oey, menghadirkan versi terbaik dari Acha.

Kita akan terpukau bagaimana Acha mengerahkan seluruh kemampuanya menghadirkan sosok Olivia sebagai manusia sejati yang bergulat dengan kemanusiaannya.

Alhasil, film ini mempertonton karakter-karakter yang dewasa dalam menjalani hidup pernikahan yang mampu menerima berbagai "musim" yang tiba dan pergi.

Theresa DiDonato, Ph.D dalam sebuah tulisannya di portal Psychologytoday.com pernah menjelaskan bahwa dalam sebuah hubungan pernikahan, seiring berjalannya waktu, akan mengembangkan sebuah pola.

Sekalipun beban keluarga akan bertambah, ungkap psikolog sosial dan asisten profesor di Loyola University Maryland (AS), dan hal-hal kecil bisa menjadi faktor mengurangi romantisme.

Film Produksi Bawana Entertainment yang diproduseri oleh Muchamad Wachid, John De Rantau, Achmad Rouzni Noor II ini layak menjadi referensi buat Anda yang akan memasuki jenjang pernikahan.

Atau, bila Anda dan pasangan sedang memasuki tahun-tahun bahagia dalam sebuah pernikahan, ini film juga buat Anda. Sebab, pernikahan itu bukan formula dalam pelajaran eksakta.

Selamat menonton, selamat merefleksikannya, dan berani untuk mengambil peran sebagai suami atau istri yang sejati--bukan hero yang heroik, tetapi manusia yang manusiawi.***
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun