Mata kamera memanjakan kehangatan hati penoton dengan menghadirkan rangkain scene pembuka film 'Suami yang Lain' yang menawan.
Sorotan yang dinamis dalam meladeni gerak para pemeran yang juga dinamis, hendak meyakinkan penonton untuk percaya bahwa semua baik-baik saja, bahkan indah untuk dipandang.
Suara-suara percakapan yang riang, dibawakan dalam berbagai posisi dan ekspresi wajah, turut mengimbangi perpindahan bloking para pemain latar.
Begitulah gambaran yang berhasil terekam, sesuai dengan keinginan sang sutradara yang hendak menyampaikan mengenai relasi keluarga besar yang terbuka, akrab, dan saling peduli.
Namun, pada menit-menit selanjutkan, terjadilah itu. Masih dengan gerakan ritmis, wajah panorama mengambil sudut yang berbeda dan mengirimkan pesan berbeda.
Sesekali orang-orang menyampaikan pesan yang sama dalam medium dan konten berbeda (baca: media sosial) bahwa di tengah keramaian, biasanya orang tertentu justru mengalami kesepian yang menggigit.
Film Suami yang Lain dalam fase hidup yang lain
Film Suami yang Lain berbicara tentang fase hidup pasangan lelaki dan perempuan yang telah memasuki tahap penikahan. Otomatis, panggung cerita yang dihadirkan film ini adalah panggung rumah tangga.
Seperti yang kini telah lazim kita baca bahwa pernikahan bukanlah dunia yang sama dengan masa pacaran. Kedua memiliki panggung yang (sangat) berbeda.
Untuk itu, bukan hanya peran yang diemban para tokoh yang harus berubah, tetapi juga setting hidup dan pergolakan suka dan senang yang meningkat lebih dari sekadar si A naksir si B dan berakhir bahagia.
Pernikahan, sebagaimana diungkap para bijak, berada dalam posisi spesial. Sebab, pernikahan bukan tujuan atau salah satu tujuan dalam kehidupan manusia.