Indonesia tiba di pengujung jalan menuju pintu keluar perangkap pendapatan menengah (middle income trap) melalui momentum Presidensi G20 disusul keketuaan ASEAN 2023 jelang puncak bonus demografi diserta mekar UMKM sejak masa pandemi, dengan potensi ledakan ekonomi digital melalui sistem pembayaran QRIS Bank Indonesia, serta kebijakan hilirisasi jangka panjang.
BELUM genap pukul lima saat saya merapatkan diri. Hari masih berselimut gelap, diterangi lampu jalanan. Namun, saya bukan orang pertama yang tiba. Dua perempuan telah mendahului saya, bahkan sepasang suami-istri pedagang angkringan minuman lebih dulu hadir.
Pasangan lain tiba, tidak lagi muda dalam usia. Ketika kami saling sapa dan bercakap panjang dengan sang suami, jelas pasangan asal Bantul ini adalah pemburu kuliner jenis tradisional yang otentik.
Sesaat, seorang pria tiba dan menurun barang bawaan dari sepeda motor. Menyiapkan berbagai keperluan. Dia bercakap dengan dua perempuan pendahulu saya. Lalu, menghampiri saya. Menyodorkan nomor urut antre berangka 2.
Sepasang turis asing berwajah Asia menyusul datang. Mereka tak pandai berbahasa Indonesia, tetapi sampai di alamat yang tepat, emperan sebuah pojokan di Jalan Diponegoro, Yogyakarta.
"Kemarin banyak turis Malaysia, Mas," bisik Bapak angkringan yang saja ajak bercakap.
Tak lama berselang, Mbah Satinem tiba. Saya menengok petunjuk waktu di ponsel: pukul 05.16 WIB. Beliau turun perlahan dari sepeda motor yang dikendarai putrinya. Anda mengenalinya bila telah menyaksi Serial Street Food: Asia episode "Yogyakarta, Indonesia" Netflix.
Usai menerima tiga bungkusan, terdiri dari dua Lupis dan satu campur berharga tiga puluh ribu rupiah, saya mengangsurkan selembar uang merah. Lelaki yang menerimanya, agak kelabakan. Butuh waktu jeda sebelum ia menemukan pecahan uang kembalian.
Saya beringsut dari kerumunan. Mengakhiri buncah rasa berburu Lupis Mbah Satinem, seraya mengingat dua pasangan turis asing yang masih mengantre. Berharap mereka tidak mengalami kesulitan dalam komunikasi dan pembayaran.