Jika yakin Anda turunan spesies unggul Sapiens yang dikisahkan Yuval Noah Harari dan dunia telah didatarkan oleh Thomas Friedman, tekun membangun jiwa entrepreneurship, maka saatnya Anda lebih dari "tukang konten" menanti agensi. Mumpung koneksi internet dari internet provider telah turun kelas dengan layanan konten melimpah dalam satu keranjang seperti ditawarkan IndiHome.
"If you cannot do great things, do small things in a great way." - Napoleon Hill
CINTA tak selalu searah penggal lagu Ahmad Dhani, yang didesahkan Ari Lasso sang vokalis Dewa 19, "Cinta 'kan membawamu kembali." Bagi Ade Andresti, cintalah yang membawanya pergi, dari Bengkulu di Xi'an, China.
Kepulangan pertama usai pernikahan, gagal terwujud karena pandemi. Dia menenun rindu tiga tahun sebelum meluncurkan kanal YouTube Mamamimi di China. Vlog pertamanya tayang 23 Mei 2021.
Video itu serba sederhana. Kamera tak stabil, transisi serampangan, scene tertentu harus disulih suara (dubbing). Dimulai bahagia, diakhiri linangan air mata. Mic connector-nya jatuh dan hancur berkeping terlindas truk.
Kendala teknis dan jaringan internet susul-menyusul. Ketika kontennya baru seumur jagung, dia harus hiatus selama empat bulan karena kesibukan mengasuh anak.
Jarak bisa memisahkan. Semangat bisa dipadamkan situasi dan kondisi rumah tangga, sosial-ekonomi, dan infrastruktur internet.
Ade tidak menyerah. Tekad melepas kangen, memacu tekadnya untuk pantang menyerah. Dalam keadaan tersulit, rindu yang membuncah menemukan jalannya.
Alasan Ade sangat pribadi, jauh dari rencana bisnis canggih. Padahal, dalam perspektif komodifikasi, orang-orang menamainya Kreator Konten.
Ade tidak sendiri. Ada Shanty asal Padang di Dandong, Tika asal Lombok di Hunan, Yenny asal Pontianak di Hebei, Jia di Anhui, dan Rudy Chen di Beijing.
Ada banyak nama lain di berbagai negara. Keluarga Bahagia Di Jerman, Pita's Life di Inggris, Rissa Martin di Belanda, Kimbab Family di Korea Selatan, Rizal di Jepang, Tannya Roumimper di Amerika, My OzLife di Australia, dan Nomadprostory di Afrika.
Diaspora Indonesia, dengan segala pergulatan dan keterbatasan, melepas rindu pada tanah air sekaligus mengabarkan bahwa mereka baik-baik saja.
Seiring waktu, mereka pun paham mengemas konten dengan baik.
Media, Konten, Kreator Konten
Perubahan lanskap media memungkin semua itu mewujud. Secara luas dijelaskan Thomas Friedman dalam bukunya, The World Is Flat. Bacalah!
Penjelasan versi pakar media, tentu akan panjang, dalam, dan kompleks. Izinkan saya menempuh jalan sederhana ini.
Terdapat tiga kategori media: cetak, elektronik, dan online. Ketiganya didasarkan pada medium. Berdasarkan pengindraan, ragam media bisa dikategorikan sebagai media visual, audio, dan visual audio.
Dalam kelindan matriks, ragam media bisa bersilang-saling menjadi multivarian. Kompas.ID misalnya, belum lama berselang menghadirkan fitur audio "pembaca berita". Sebuah tulisan tak selalu dikonsumsi mata.
Multivarian ini membawa kita pada ranah "tanpa" tapal batas. Keniscayaan yang menantang. Seseorang yang memutuskan untuk menjadi Kreator Konten, selayaknya tak tersandera oleh ini.
Sebaiknya fokus pada kompetensi diri untuk berperan di beragam media. Leo Tolstoy berujar, "Everyone thinks of changing the world, but no one thinks of changing himself."
Spirit juang berkonten Mamamimi tidak lahir di era ini, sekalipun pengertian mengenai Kreator Konten kerap dikungkung oleh definisi sempit sebagai pembuat konten di era digital.
Sejak kapan Kreator Konten eksis? Mungkin sejak The Flinstones berjaya. Serial kartun yang tayang 1960-1966 ini bercerita tentang kehidupan di zaman batu. Di sana, ada koran batu.
Atau, tatkala Obelix, sohib Asterix, masih berantem dengan garnisun Romawi di tahun 50 SM. Karakter di komik Prancis ini adalah kreator menhir--pahatan batu berbentuk bulat-panjang untuk pemujaan arwah.
Colleen Christison menulis, "... as a practice, content creation has been around for much, much longer. Journalists, painters, and sculptors all fall into the 'content creator' category. The cavemen who made pictographs on the walls of their caves were, essentially, the world's first content creators. You could call them Stone Age Influencers."
Saya lebih menganut pengertian luas tentang Kreator Konten. Juga media untuk berkarya. Dan, saya suka membagi media dalam empat kategori.
- Media Aras Utama kerap disebut media tradisional (koran, majalah, TV, radio), untuk membangun portfolio. Kita bisa menulis opini, artikel, reviu buku, dan karya kreatif berupa cerpen dan puisi.
- Media Daring (web, blog) adalah sarana melakukan feeding konten untuk mesin pencari.
- Media Sosial (Facebook, Instagram, TikTok, YouTube, dll) untuk membangun awareness dan engagement.
- Media Ulasan (TripAdvisor, Google Local Guides) untuk membangun reputasi destinasi atau entitas bisnis.
Keempatnya membuka kontribusi dari Kreator Konten.
My Milestone My Adventure
Tanpa bermaksud menyetarakan diri dengan Ade Andresti, saya menyimpan kisah yang membekas dalam perjalanan berkonten. Pada masa itu, lahir dan besar di kota sekecil Donggala, Sulawesi Tengah, apa yang bisa dilakukan?
Donggala terletak 34 km dari Palu, ibukota provinsi. Sisi depan, laut. Di belakang, perbukitan dan gunung. Media yang ada, radio dan TV. Koran dan majalah yang minim, terhenti di Palu.
Suatu ketika saya mendapatkan majalah Bobo. Saya membaca berulang dan memperlakukannya sebagai barang mewah. Kemudian tersbersit keinginan menjadi mengirimkan konten.
Di rubrik kiriman gambar, ada peluang redaksi menerima karya. Saya pun tekun menggambar dan mengirimkannya melalui pos.
Minggu lepas minggu dalam penantian, sempat menyurutkan harapan. Sampai suatu hari datang kiriman majalah sebagai bukti pemuatan. Di dalamnya termuat karya saya beserta nama dan asal sekolah.
Semakin membahagiakan saat datang paket hadiah pemuatan. Seperangkat alat tulis dengan figur kelinci Bobo adalah hadiah terindah yang tak terlupakan.
Itulah dream come true bocah di pelosok yang kotanya mungkin hanya dikenal orang saat bermain Monopoli. Membuat saya pede mengikuti lomba menulis yang diadakan Kemendikbud.
Hasilnya? Tidak menang. Namun, kiriman sertifikat dan surat pengantar yang memotivasi, menginspirasi saya dalam perjalanan menjadi Kreator Konten ke depan.
Lulus SMP saya merantau ke Surabaya. Saya pun menikmati "kemerdekaan" dari kungkungan bacaan. Dengan rakus, saya melahap apa saja: koran, majalah, novel, buku, dan film.
Kerap berkontribusi untuk majalah dinding, saya beruntung direkrut sebagai tim redaksi majalah sekolah. Di sini saya bisa mengeksplorasi diri belajar manajemen naskah.
Oya, jangan terkejut bila di masa SMA ini saya juga membuat TTS untuk dikirimkan ke majalah nasional.
Di masa kuliah saya mulai menikmati "cuan". Karya saya bermunculan di majalah, tabloid, dan koran. Saya menulis tentang film di Jawa Pos era Dahlan Iskan, berita komunitas di Surabaya Post, dan acara seni budaya di Kompas Minggu.
Pada tahun ketiga masa kuliah, saya pede meminta orangtua menghentikan kiriman uang saku. Saya merasa sudah "cukup" dengan penghasilan bulanan menulis.
Kesukaan menulis mengantar saya meniti karier di dunia penerbitan. Tawaran kerja tanpa melamar saya terima di semester terakhir kuliah. Di industri perbukuan ini mengantar saya hingga hingga puncak karier.
Internet Su Dekat
Ketika "internet su dekat" saya menikmati previlese ini. Seseorang di Australia menawarkan pembuatan website untuk konten-konten dari penerbitan kami. Saya pun mengenal website!
Berlangganan internet menjadi keharusan bagi kantor. Berkirim surel (e-mail), sesuatu yang nikmat. Mailing list booming, saya pun ikutan platform bernama Forum.
Oya, saya sempat mengelola e-newsletter menggunakan platform surel Yahoo. Di media ini saya memuat info, menulis artikel, dan lainnya. Haha! Anak-anak zaman now tak akan percaya ini.
Blog kemudian marak. Saya aktif menulis dan blogwalking, juga menjelajah ala Dora the Explorer untuk mencari penulis dan naskah buku untuk diterbitkan.
Di masa ini lahir beberapa antologi dan genre Blook, Blog to Book di penerbit kami. Varian lain adalah genre Pelit (Personal Literature). Jenama Pelit dimotori buku-buku Raditya Dika sejak Kambing Jantan.
Setali tiga uang saat tiba media sosial. Skill menulis kian diperkaya dengan format-format baru. Saya aktif di @fiksimini, wadah menulis menggunakan 140 karakter di Twitter yang diasuh cerpenis Agus Noor dkk.
Hari ini? Internet su masif dan turun kelas. Tak lagi milik kaum elite. Telah terjangkau bak lagu Dealove Once, "Seperti udara yang kuhela. Kau selalu ada."
Koneksi internet gentayangan layak oksigen. Internet provider bukan lagi makhluk asing. Jenama seperti IndiHome, tidak lagi dikira warteg. Wifi di mana-mana. Di Yogyakarta Anda mudah menemukan wifi di angkringan.
Kemudahan model satu keranjang, menjadi niscaya. Di dukung BUMN aras utama, Telkom Indonesia berada di balik IndiHome, menghadirkan paket langkap dan menjadi, "Solusi internet cepat, berkelas, dan cerdas untuk aktivitas tanpa batas."
Layanan satu keranjang ini adalah "layanan digital yang menyediakan internet, telepon rumah, dan TV interaktif dengan beragam pilihan paket serta layanan tambahan yang bisa dipilih sesuai kebutuhan."
Untuk mencari inspirasi konten, tersedia film-film dan konten keren lainnya. Didukung fitur-fitur unggulan seperti Playback, Pause and Rewind; TV Storage; TV on Demand; Video on Demand; dan karaoke.
Paket-paket unlimited bervariasi sesuai kebutuhan. Kreatot Konten "hanya" diminta fokus belajar, berlatih, berwawasan, dan kreatif menyongsong datangnya "cuan".
Kompetensi
Jika Mamamimi dan Shanty bisa, Anda pasti bisa. Refleksikan ucapan Arthur Ashe, "Start where you are. Use what you have. Do what you can." Kembangkan sikap selaras prinsip Steve Jobs, "Stay Hungry Stay Foolish."
Selaku Kreator Konten, hindari menjadi "sekadar tukang". Jadilah entrepreneur. Menurut Thomas W. Zimmerer, ada kata kunci kreativitas dan inovasi dalam entrepreneurship.
Lakukan asesmen sederhana ala Sun Tzu, "Kenali dirimu, kenali musuhmu. Seribu pertempuran, seribu kemenangan." Musuh di sini tentu bukan arti sesungguhnya, melainkan lingkup platform, media, industri, atau perkembangan zaman.
Dalami tingkap-tingkap ini. Pertama, terkait platform/media, jenis konten, dan industri terkait. Kedua, insight atas setiap platform/media serta interaksi antar-platform/media. Ketiga, kenali ciri-ciri konten dan cara mengoptimalkannya.
Sebagai tips ala saya, akalilah algoritma. Masukkan kata kunci tertentu di semua platform di smartphone Anda. Niscaya ilmu terkait akan berdatangan menyapa Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H