Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Menakar ChatGPT sebagai Penyair Melalui Puisi-Puisi ala Joko Pinurbo

1 Maret 2023   23:43 Diperbarui: 5 Maret 2023   00:05 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta lain yang rasanya perlu digarisbawahi, ChatGPT yang saya gunakan adalah edisi gratisan. Kemampuan ChatGPT yang ini, jauh berbeda dengan kemampuan ChatGPT berbayar.

Selain itu, semakin sering dia digunakan oleh jutaan orang dari seluruh dunia, dia akan semakin pintar. ChatGPT (akan) mengalami lompatan kemampuan. Berlipat-lipat, hingga ia mencapai level tertentu.

Untuk sementara, dia bukanlah mesin yang sempurna. Namun, ini yang krusial, kita baru akan menemukan kesalahannya bila kita bersedia mengembangkan daya pikir kritis. Dengan nalar kepo, kita didorong untuk meriset kebenaran. Sebagai contoh, saya mengajukan pertanyaan, "Siapa Joko Pinurbo?" Dia menjawab:

Joko Pinurbo adalah seorang penyair, sastrawan, dan esais Indonesia yang lahir di Semarang pada tanggal 11 Agustus 1962. Ia telah menerbitkan sejumlah buku puisi yang banyak mendapatkan penghargaan, di antaranya adalah "Sarang Gagak" (1995), "Trivialitas" (2000), "Rumah Kopi Singa Tertawa" (2002), dan "Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi yang Kering" (2012). Karya-karya Joko Pinurbo seringkali mencerminkan tema-tema kehidupan sehari-hari, serta menggunakan bahasa yang sederhana namun kaya akan makna dan metafora. Ia sering dianggap sebagai salah satu penyair paling berpengaruh di Indonesia pada masa kini. 

Adakah yang salah dari jawaban ChatGPT di atas? Apa saja informasi keliru yang dia berikan? Di sisi lain, informasi akurat apa saja yang dia sajikan?

Buat kita yang pemalas cek-ricek, mudah mempercayai kebenaran palsu atau semu, kita tak akan bisa menemukannya dengan segera.

Pada akhirnya, tak perlu berlebihan dalam bersikap. Jauhlah dari baper. ChatGPT tak usah dimusuhi. Seseorang memberikan testimoni bahwa dia telah menjadikan ChatGPT sebagai "sahabat".

Sebagai seorang "peternak blog", ungkap orang tersebut, setiap bulan dia menghabiskan belasan juta rupiah untuk membayar penulis konten. Namun kini, dia cukup mengeluarkan biaya berlangganan ChatGPT seharga 20 dolar. "Cukup 300 ribu rupiah," ujarnya. Lalu, dia berkata, "Konsekuensinya, saya berhenti membeli artikel dari penulis konten."

Demikian dulu. Pamit dan salam gudeg dari Jogja,

ang tek khun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun