Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Menakar ChatGPT sebagai Penyair Melalui Puisi-Puisi ala Joko Pinurbo

1 Maret 2023   23:43 Diperbarui: 5 Maret 2023   00:05 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Image: Pixabay)

Alam
Alam adalah taman yang indah
Tempat kita bisa merasakan kedamaian
Pohon-pohon rindang memberikan keteduhan
Burung-burung berkicau menghiasi pagi hari

Seberapa Jokpin Puisi-Puisi ChatGPT?

Itu dia! Bagaimana reaksi Anda?

Pertanyaan paling mendasar yang patut diajukan adalah "seberapa mirip puisi-puisi ChatGPT dengan karya-karya puisi yang lahir dari tangan Joko Pinurbo?" Atau, modifikasi pertanyaan tersebut menjadi, "Seberapa berhasil ChatGPT meniru penulisan puisi Jokpin?"

Bagi Anda yang mengikuti atau sekadar "tahu" atau "pernah" menikmati puisi-puisi Jokpin, mungkin akan segera menolak. Sekilas pintas pun dengan mudah mengenali perbedaannya. Tampak dengan kasat mata, terang benderang. 

Mari kita takar berdasarkan tiga "parameter" sederhana seperti diungkap di atas. Pertama, puisi-puisi Jokpin cenderung naratif. Meskipun tak naratif secara gamblang, puisi-puisi Jokpin biasanya menggunakan kata-kata yang kuat, bernas, membentuk imaji tertentu.

ChatGPT belum secanggih olah otak dan hati Jokpin--atau penyair sastra pada umumnya. Sebagaimana dia adalah mesin, maka apa yang disebut puisi, diterjemahkan oleh ChatGPT layaknya "membuat" uraian definitif tentang sebuah tema atau topik. Dalam hal ini, kelima puisi tersebut selalu menggunakan kata kunci "adalah".

Kedua, berbasis kecenderungan Jokpin berkelakar dalam puisi-puisinya. Pada kelima puisi di atas, terang-benderang enggak ada lucunya sama sekali. Oke, untuk hal ini, kita maklumi saja.

Ketiga, dari segi formatnya yang pendek, iya sih. Sama seperti Jokpin, bahkan ChatGPT sangat disiplin pada aturannya menggunakan lima baris pada semua puisi di atas. Padahal, dalam memasukkan kalimat permintaan, saya tidak mengetikkan kata "pendek".

Jadi, kalau dibuatkan skor, kedudukan (sementara) adalah 3:1. Hahaha, kayak sepakbola saja.

Pembelajaran Lain

Pada kalimat terakhir, saya menggunakan kata "sementara". Mengapa? Alasannya sederhana saja. Meskipun ChatGPT adalah mesin, tanpa emosi, tak punya kepribadian, dan menjawab dengan pola nonfiksi, lumayan juga cara menyusun kata dalam konteks karya kreatif semacam puisi.

ChatGPT cukup mengagumkan dalam membentang makna melalui olahan susunan kata yang dia usung. Misalnya pada puisi Malam, di larik kedua dia menulis, "Yang memeluk kita dalam sepi" . Kemudian pada puisi Cinta larik kedua, kita menjumpai deretan kata, "Muncul tanpa permisi, menghilang tanpa jejak."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun