Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Seribu Hero adalah Kurang, Satu Superhero Terasa Berlebih

21 Juni 2022   00:00 Diperbarui: 25 Juni 2022   03:45 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay)

Di dunia super, Superhero tak lebih dari seorang Hero. Hero yang sama seperti kita di dunia manusia.

Sewaktu SMP, saya mulai mengenal komik. Untuk mendapatkannya, saya harus berjalan kaki. Entah berapa kilometer dari rumah. Mungkin kurang dari dua kilometer. Tidak lebih--jangan berlebihan dan mendramatisir, nanti pembaca aan menduga di akhir tulisan ini saya jadi manusia super.

Saya merasa sangat terlambat tahu tentang penyewaan komik itu. Saya tak menyangka di kota kelahiran saya yang kecil itu terdapat kios seperti. Dan, agak menyesalinya seusai merasakan nikmatnya membaca komik.

Semua yang ada di sana, seingat saya, melulu komik. Terbitan dalam negeri. Ada beberapa genre. Namun, kesukaan saya mengerucut ke cerita-cerita kepahlawanan. Di sana, ada kisah-kisah Superhero lokal. Semisal Gundala Putra Petir, Godam, Laba-laba Merah, dan lainnya.

Bersanding dengan manusia-manusia Super seperti tersebutkan di atas, saya pun menemukan karakter-karakter tokoh jenis lain. Sebut saja, yang paling mudah saya ingat, adalah Si Buta dari Goa Hantu. Juga Jaka Sembung, yang selalu membawa golok.

Siapa Superhero?

Otak saya yang imut kala itu, belum bisa membedakan genre dalam cerita. Tidak tahu juga apa perbedaan Hero dan Superhero. Semua terasa sama: ada jagoan, orang baik, yang selalu membawa kemenangan atas ketidakbaikan yang terjadi.

Jika sekarang saya ditanya, saya memunyai jawaban yang masih sederhana. Hero adalah orang pada umumnya yang melakukan sesuatu yang baik saat orang lain "malas" melakukannya. Sementara "Superhero", untuk menjelaskannya, saya ingin meminjam jabaran dari sebuah film.

Dalam film Heart Parade (2022) yang disutradarai Filip Zylber, terdapat adegan sekelompok anak laki-laki sedang bermain. Setiap anak mendapat giliran untuk ditanyai usai mereka berlari berkeliling. Giliran Karol (Iwo Rajski), ia mendapat pertanyaan "Sebutkan kekuatan pahlawan super terbaik".

Si kecil Karol agak kebingungan mendapatkan pertanyaan yang terlampau berat baginya. Untuk menjawabnya, diam-diam ia mendapat bantuan peragaan anggota tubuh dari Magda (Anna Prochniak). Maka, ia pun menjawab: bisa terbang, punya kecepatan super, bermata laser, berkekuatan super, dan mampu membaca pikiran.

Terlihat jelas, Superhero berkasta lebih tinggi dari Hero gara-gara elemen-elemen di luar kelaziman manusia. Namun, setelah menonton atau membaca cukup banyak kisah-kisah Superhero, saya pun tahu. Superhero hanya ada apabila ada kehadiran si Superjahat.

Nah, dalam lanskap cerita yang "super" seperti itu, maka si Superhero sebenarnya kan hanyalah menjadi Hero. Itu sih perspektif saya. Sesederhana itu. Bahkan, saya sempat menyelutuk soal film Avengers, yang tokohnya bejibun itu. "Ah, Superhero kok beraninya main keroyok sih."

Saya juga tidak mengerti, bagaimana bisa seorang Superhero bisa beralih posisi menjadi villain. Di dunia Marvel misalnya, terdapat daftar 7 sosok. Mereka adalah (1) Cyclops, salah satu pendiri X-Men. (2) Captain America yang tergabung di Avengers. (3) Iron Man setelah sihir pembalik karakter dari Scarlet Witch.

Lalu ada (4) Mister Fantastic, salah satu pendiri sekaligus anggota Fantastic Four, dalam kisah alternatifnya. Ia jadi jahat setelah ditolak oleh Sue Storm (Invisible Woman). (5) Punisher dalam cerita "Punisher Kills The Marvel Universe". (6) Scarlet Witch, gara-gara cintanya kepada kedua anaknya. Dan, (7) Spider-Man, kala benaknya dikuasai Doctor Octopus.

Pada Akhirnya Superhero Juga Manusia

Jadi, Superhero itu gimana sih? Itu sekelumit pertanyaan saya sebagai "orang bodoh". Namun sebagai perenungan, saya ingin memberikan spoiler jawaban saya sebagai "orang agak pintar". Bahwa, siapa pun dia yang Hero di dunia Super, di hadapan tukang cerita, terutama dunia film yang memiliki pakem-pakem bagaimana membuat skenario yang baik agar sukses, mereka juga manusia--yang wajib manusiawi.

Iron Man menegaskan melalui salah satu bagian dari ucapannya, yang menarik untuk dikutipkan di sini: "Heroes are made by the path they choose, not the powers they are graced with."

Oleh sebab "Superhero juga manusia" itulah yang membuat sutradara Christopher Nolan masih disebut-sebut sebagai pembesut trilogi Batman (Batman Begins, The Dark Knight, The Dark Knight Rises) terbaik sepanjang masa. Menapak di jejak kemanusiaan itu juga mencuat di Batman versi sutradara Matt Reeves. Robert Pattinson kerap menampilkan ekspresi depresif dan butuh healing ke Bali.

"What is a superhero?" tanya Aldis Hodge. Ia menjawabnya, "They're supposed to represent hope, opportunity, and strength for everybody."

Tidak menjadi penting kita manusia biasa atau seorang Superhero. Yang terpenting adalah kita selayaknya senantiasa pada kesempatannya, menjadi Hero--pahlawan dalam arti luas. Sebab, Anda akan menemukan formula lazim ini pada semua Superhero. Bahwa mereka beranjak dari seorang pecundang yang terdalam sebelum menyandang atribut termulia.

Bukankah ini terdengar sangat Anda dan saya?

"No man can win every battle, but no man should fall without a struggle," ucap Peter Parker.

[]

*semua kutipan merujuk ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun