Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pesan Moral dalam Cerita Rakyat Tadulako Bulili dari Sulawesi Tengah

10 Januari 2021   23:49 Diperbarui: 11 Januari 2021   00:12 3226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dari Pixabay

Di negeri gemah ripah loh jinawi bernama Indonesia, melimpah dan bermekaran khazanah cerita lisan yang diwariskan secara turun-temurun. Masuk dalam kekayaan ini adalah "genre" cerita rakyat. Cerita rakyat terhimpun dalam Indonesia, ditemukan mulai dari ujung timur negeri ini hingga barat. Terentang dari utara sampai di selatan.

Khazanah cerita rakyat ini berkembang seiring dengan hidup dan berlangsungnya tradisi bertutur. Di dalamnya sarat dengan kandungan kearifan lokal dan nilai-nilai luhur sejak nenek moyang. Hal-hal mulia ini dipegang teguh oleh masyarakat dan diwariskan secara berkelanjutan melalui tradisi berkisah.

Dengan kekayaan demografi dan pulau-pulau yang mencapai ribuan, sering kali kita menjumpai cerita-cerita yang memiliki benang merah atau tampak mirip. Namun, jangan terburu-buru bersikap apriori. Sebab kandungan pesan lokal yang diusungnya menyimpan keunikan yang layak diapresiasi.

Perihal cerita rakyat, ringkasnya "genre" berasal dan berkembang di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang peduli dan guyub. Cerita dalam kategori ini sangat bernilai karena mengungkap banyak sisi pembelajaran yang bisa dielaborasi. Konten dengan pesan seperti ini bertabur mulai dari pembelajaran tentang sikap, perilaku, dan nilai-nilai. Ini mencuat sesuai dengan sikap peduli masyarakat dan berlaku sebagai panduan hidup bagi setiap warga.

Cerita rakyat yang berkembang dan kerap dikisahkan berulang ini kepada kita, melalui medium apa puh, sering kali hanya itu-itu saja. Mungkin karena faktor popularitas sebuah cerita, sehingga ia mudah diadopsi oleh sang pencerita. Maka, ia tersosialisasi dengan baik di banyak tempat dan disampaikan oleh banyak orang.

Di sini saya ingin menyajikan kisah yang mungkin kurang populer karena datang dari pulau yang jauh dari Jawa. Namun cerita rakyat ini menjadi istimewa sebab lahir dari pulau tempat saya dilahirkan. Tentang sepak terjang para skatria lokal yang dinamai Tadulako. Nama ini kemudian diabadikan sebagai nama universitas negeri yang berada di Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah.

Pesan moral yang diusung melalui cerita rakyat berjudul "Tadulako Bulili" ini, kental dengan pembelajaran tentang kepemimpinan. Kisahnya bertutur tentang bagaimana seorang pemimpin selayaknya berlaku. Sekaligus dalam cerita rakyat ini terungkap peran penting para Tadulako dengan jiwa ksatrianya dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.

Sebagai catatan bagi para pembaca, Tadulako dalam bahasa daerah Sulawesi Tengah adalah sebutan bagi para panglima perang. Tugas para Tadulako adalah menjaga keamanan desa dari serangan musuh. Merekalah garda terdepan dalam merawat pertahanan atas desa tersebut.

Sinopsis Cerita Rakyat Tadulako Bulili

"Tadulako Bulili" bercerita tentang kelalaian seorang raja dalam mengemban etika dan tanggung jawab selayaknya berlaku bagi seorang raja. Bersisian dengan hal tersebut, dihadirkan pula kisah sepak terjang heroik para Tadulako dalam menunaikan tugas. Mereka menunjukkan tindakan gagah sebagai panglima perang yang diutus secara resmi.

Kisah ini berlangsung di sebuah desa bernama Bulili, yang terletak di Sulawesi Tengah. Tiga Tadulako yang terlibat dalam alur cerita ini adalah Bantaili, Makeku, dan Molove. Bermula dari kedatangan Raja Sigi di Desa Bulili. Di sini, sang Raja Sigi dibuat terpikat pada seorang gadis desa dan kemudian menikahinya.

Tak berlangsung lama, saat sang istri tengah hamil, Raja mulai berpaling. Ia mengutarakan maksud untuk kembali ke kerajaannya. Keinginan sang Raja ini, tanpa disertai dengan rencana untuk membawa serta istri yang dinikahinya. Alhasil, istri Raja pun pasrah tanpa daya ditinggal begitu saja tanpa dinafkahi.

Cerita berlanjut, Raja Sigi dikisahkan tak punya keinginan secuil pun untuk kembali ke Desa Bulili. Demikian juga, tak ada rencana apa pun untuk memboyong istrinya ke istana. Semua berlalu begitu saja, seolah tak pernah terjadi apa-apa dalam hidup sang Raja.

Gadis itu kemudian melahirkan tanpa kehadiran sang Raja. Mereka menjalani hidup tanpa tanggung jawab dan nafkah dari ayah bayi perempuan itu. Para tokoh dan pemuka masyarakat Desa Bulili terusik. Merasa iba atas nasib yang menimpa gadis itu. Kemudian, mereka mengambil keputusan untuk mengutus Tadulako guna meminta pertanggungjawaban sang Raja.

Sesampai para Tadulako di istana, Raja Sigi malah dengan lugas melepas tanggung jawabnya. Alih-alih terusik secara nurani, ia malah menantang para Tadulako. Jika mereka mampu, silakan saja mengambil sendiri lumbung padi istana.

Raja merasa di atas angin. Namun, terjadilah yang sebaliknya. Tantangan itu justru diterima oleh para Tadulako yang mengembang tugas. Mereka mengeluarkan kesaktian yang dibutuhkan. Alhasil, lumbung padi tersebut terambil dan mereka membawanya pulang.

Pesan Moral dari Cerita Rakyat Tadulako Bulili

Tidak mudah bagi seseorang dalam mengemban tugas kepemimpinan. Selain berasal dari kalangan terpilih, juga dibutuhkan keterampilan yang terasah dan terbukti. Di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur yang menyertai kompetensi.

Cerita rakyat "Tadulako Bulili" ini memperlihat seorang raja yang abai pada dua hal utama. Pertama, tentu saja berkenaan dengan nilai-nilai etis. Hal ini terasa semakin layak manakala ditunjukkan bahwa dalam posisi sang tokoh adalah seorang raja. Kedua, pastinya adalah soal tanggung jawab---baik secara moral maupun praktik nyata.

Tanggung jawab jelas adalah komponen yang krusial untuk dimiliki oleh setiap orang. Kepemimpinan tanpa tanggung jawab adalah kesewenangan semata. Bukan hanya buruk bagi dirinya, juga mendatangkan penolakan bahkan perlawanan dari pengikutnya.

Lewat kekuasaan, mungkin sang pemimpin  bisa lari dari tanggung jawab. Namun, seberapa jauh dan seberapa lama pemimpin seperti itu akan bertahan? Ujung kegagalan atau kehancuran hanya mengikuti irama detak jam yang akan tiba pada garis akhir.

Pada sisi yang lain, cerita rakyat ini mengajarkan kepada kita hal yang sebaiknya. Disampaikan melalui keteladan para Tadulako. Mereka bukan sekadar menjalankan tugas, melainkan berani dan teguh dalam menunaikan tanggung jawab atas jabatannya.

Setiap masa selalu akan ada para "ksatria". Mereka adalah orang-orang yang memiliki integritas dan amanah dalam memanggul sebuah jabatan. Orang-orang seperti ini tidak selalu tampil sebagai pahlawan dalam skala besar--dalam hal eksposur maupun keterlibatan dalam peristiwa-peristiwa besar dan patriotis. Sering kali mereka ada di skala kecil dan tak menonjol sebagai sosok heroik. Namun, mereka menjadi pahlawan kemusiaan dalam arti sesungguhnya.

Kita adalah salah satu ksatria jenis ini, kan? []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun