Tak berlangsung lama, saat sang istri tengah hamil, Raja mulai berpaling. Ia mengutarakan maksud untuk kembali ke kerajaannya. Keinginan sang Raja ini, tanpa disertai dengan rencana untuk membawa serta istri yang dinikahinya. Alhasil, istri Raja pun pasrah tanpa daya ditinggal begitu saja tanpa dinafkahi.
Cerita berlanjut, Raja Sigi dikisahkan tak punya keinginan secuil pun untuk kembali ke Desa Bulili. Demikian juga, tak ada rencana apa pun untuk memboyong istrinya ke istana. Semua berlalu begitu saja, seolah tak pernah terjadi apa-apa dalam hidup sang Raja.
Gadis itu kemudian melahirkan tanpa kehadiran sang Raja. Mereka menjalani hidup tanpa tanggung jawab dan nafkah dari ayah bayi perempuan itu. Para tokoh dan pemuka masyarakat Desa Bulili terusik. Merasa iba atas nasib yang menimpa gadis itu. Kemudian, mereka mengambil keputusan untuk mengutus Tadulako guna meminta pertanggungjawaban sang Raja.
Sesampai para Tadulako di istana, Raja Sigi malah dengan lugas melepas tanggung jawabnya. Alih-alih terusik secara nurani, ia malah menantang para Tadulako. Jika mereka mampu, silakan saja mengambil sendiri lumbung padi istana.
Raja merasa di atas angin. Namun, terjadilah yang sebaliknya. Tantangan itu justru diterima oleh para Tadulako yang mengembang tugas. Mereka mengeluarkan kesaktian yang dibutuhkan. Alhasil, lumbung padi tersebut terambil dan mereka membawanya pulang.
Pesan Moral dari Cerita Rakyat Tadulako Bulili
Tidak mudah bagi seseorang dalam mengemban tugas kepemimpinan. Selain berasal dari kalangan terpilih, juga dibutuhkan keterampilan yang terasah dan terbukti. Di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur yang menyertai kompetensi.
Cerita rakyat "Tadulako Bulili" ini memperlihat seorang raja yang abai pada dua hal utama. Pertama, tentu saja berkenaan dengan nilai-nilai etis. Hal ini terasa semakin layak manakala ditunjukkan bahwa dalam posisi sang tokoh adalah seorang raja. Kedua, pastinya adalah soal tanggung jawab---baik secara moral maupun praktik nyata.
Tanggung jawab jelas adalah komponen yang krusial untuk dimiliki oleh setiap orang. Kepemimpinan tanpa tanggung jawab adalah kesewenangan semata. Bukan hanya buruk bagi dirinya, juga mendatangkan penolakan bahkan perlawanan dari pengikutnya.
Lewat kekuasaan, mungkin sang pemimpin  bisa lari dari tanggung jawab. Namun, seberapa jauh dan seberapa lama pemimpin seperti itu akan bertahan? Ujung kegagalan atau kehancuran hanya mengikuti irama detak jam yang akan tiba pada garis akhir.
Pada sisi yang lain, cerita rakyat ini mengajarkan kepada kita hal yang sebaiknya. Disampaikan melalui keteladan para Tadulako. Mereka bukan sekadar menjalankan tugas, melainkan berani dan teguh dalam menunaikan tanggung jawab atas jabatannya.