Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Narativ Kompasiana, Manajemen Instan Buat Influencer Cari Cuan

31 Juli 2020   12:39 Diperbarui: 31 Juli 2020   12:37 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di luar konteks pandemi Covid-19, proses-proses kreatif di dunia buzer/influencer sejatinya terus berevolusi. Jika dulu warga digital terbelah menjadi dua "kasta", yaitu buzer dan influencer, kini telah berada dalam satu cakupan --dengan gradasi berdasarkan jumlah pengikut (follower).

Ambil kata "influencer". Semula, kata ini hanya patut disematkan pada akun-akun dengan jumlah pengikut segede gaban. Pencapaian untuk skala ini pastinya tidak mudah. Ada faktor X. Itu sebabnya, atribut ini hanya mampu diraih oleh sejumlah artis. Kemudian berkembang, diikuti oleh para "seleb medsos".

Ekonomi "dengung" berputar di level elite ini. Hampir mustahil dicicipi oleh seseorang yang bukan siapa-siapa. Atau, yang hanys dipandang sebelah mata. Maka fenomena "panjat sosial" dan "panjat follower" sangat dibutuhkan.

Namun, terjadi perubahan seiring dengan masifnya pengguna media sosial. Terjadi pergeseran hingga bisa disebut datangnya gelombang kedua "pendengung". Mereka yang "berkasta" kedua ini lalu memeroleh apresiasi yang lebih layak. Jenama (brand) dan produk mulai melirik akun-akun ber-follower "secukupnya". Dengan ukuran-ukuran dan strategi yang beda.

Demikianlah tiba musim rezeki yang terbagi lebih "rata". Ekonomi "dengung" kian meluas dan dinikmati bersama. Lapangan tanding berpeluh  menjadi agak rata. Sampai di sini, jumlah pengikut bukan lagi menjadi ukuran mutlak. Semaunya mengacu pada strategi yang dijalankan para konsultan atau agensi digital marketing.

Pejuang Mandiri Vs Manajemen Instan

Sekarang, mari kita geser dikit menyoal tentang "manajemen" di ekonomi pendengung ini. Sudah sejak lama berlangsung, para "seleb" menjadi manajer bagi dirinya sendiri. Untuk mendapatkan posisi ditengok, maka strategi penjenamaaan (branding), perlu diupayakan secara mandiri. Dengan ilmu yang terbatas, dengan energi yang tak lelah untuk dijalankan.

Jika menempatkan diri sebagai bloger, misalnya, maka tak ada cara lain selain mengguyur deras blog Anda dengan konten. Agar tampil prima, maka konten perlu diutak-atik dengan berbagai teori. Lalu, merebut tangga naik di posisi layak mendapatkan penghasilan. Untuk mempertahankan tingkat penghasilan ini berlangsung panjang, maka tingkat kunjungan harus dipertahankan prima.

Untuk platform-platfom media sosial, tak kalah berkeringat. Ada ukuran-ukuran tertentu yang harus dicapai. Entah itu bernama Reach, Engagement, atau data analitik lainnya. Harus dipenuhi. Hingga suatu ketika, muncul semacam "dewa penolong". Mulai muncul agensi-agensi spesial yang mengelola ranah ini.

Semakin mudah? Iya, sih. Namun, tingkat kesulitannya juga meningkat. Ini seiring dengan merebaknya cita-cita para pendatang baru ke dunia ini untuk meraup ekonomi medsos. Kerap kali kesempatan tidak terbuka lebar sebagaimana pagar rumah para sultan.

Namun, soal-soal rumit dan melelahkan ini rasanya patut ditanggalkan. Kita membutuhkan kanal ekspresi baru yang mampu menambah pintu peluang. Maka, ini bagai menjawab kerinduan "pungguk merindukan bulan". Setidaknya itu gejolak perasaan saya kala menyimak peluncuran produk Kompasiana ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun