Devi Sari, perempuan manis di hari menanjak siang yang saya simak kata-katanya itu, berbicara teratur dan terukur. Cara bertuturnya meluncur lancar, tak terdengar menggelegak bak ombak menghantam pesisir, pun jauh dari pekik-pekik memicu adrenalin bak orator yang sedang memacu kata tak ubah menunggang motor atau mobil di lintasan balap.
Head of Indonesia Representative, Macao Government Tourism Office (MGTO) ini, dalam penuturannya, jauh dari kesan sedang menabur bunga-bunga kalimat untuk menggoda atau menggelembungkan niat audiens agar terpikat pada apa yang diucapkannya. Perlahan namun persuasif, melalui nada suara yang terdengar ringan, Devi membangun pengenalan di benak audiens tentang satu negeri eksotik yang direpresentasi olehnya, bernama Macao.
Acara Nangkring Kompasiana & MGTO (Foto: Dok. Ang Tek Khun)
Afirmasi tentang daya pikat dan beragam sisi kehidupan Macao yang layak dijelajah secara  serius, datang dari
Muhammad Arif Rahman. Travel Blogger berakun @arievrahman ini menjadi tandem pembicara dalam perbincangan mengenai "Wonderful Macao, Express Your Own Style" yang dipandu Nitia Anisa, presenter KompasTV. Alhasil, ulasan tentang aneka wajah eksotik Macao ini melambungkan angan dan memantik hasrat piknik ke Macao bagi puluhan
Kompasianer yang menyimak tutur kisah keduanya dengan antusias.
Macao, Si Cabe Rawit yang Telah Bersalin Rupa
Macao layak minder. Dalam peta Google, apabila Anda tertarik untuk mengetikkan kata "China", maka yang akan pampang adalah area besar negara ini. Di sisi Tenggara, Anda hanya akan berjumpa dengan nama "Hong Kong" sebagai satu titik. Bahkan dalam pembesaran gradual, yang terlebih dahulu muncul adalah nama Hainan, sebuah provinsi yang terkecil dan terselatan. Pembesaran lebih lanjut barulah menampakkan nama Macao.
Pada momentum penyerahan kedaulatan dan menjadi bagian dari Daerah Administratif Khusus Mainland China di pengujung tahun 1999, Macao tak sesemarak Hong Kong---yang mendahuhuinya dua tahun sebelumnya. Persepsi di benak banyak orang, Macao
hanyalah sebuah pulau yang didatangi bila mana Anda berhasrat mencari peruntungan atau sekadar memacu adrenalin di meja judi.
Sebelum terwujudnya penerbangan langsung Jakarta-Macao-Jakarta pada Agustus tahun ini, Macao dapat pula dibaca sebagai salah satu alternatif paket tur melipir dari Hong Kong. Untuk pilihan jenis "tur sehari" ini, Macao tidaklah dominan. Ia diperhadapkan dengan pilihan menuju Shenzhen, dan Shenzhen kerap memenangkan pilihan saat wisatawan yang "berhenti" di Hong Kong, ingin mencicipi rasa menghirup udara dan nuansa kehidupan di daratan China.
Namun kini, 18 tahun kemudian, di usia "remaja matang" pascakembali ke rangkaian kedaulatan China, Macao telah bersalin rupa. Dengan luas yang tak sampai sekuku kelingking China daratan, Macao semakin percaya diri membangun branding dan mengibarkan panji-panji destinasi wisata utama, sebelum wisatawan beranjak ke provinsi atau negara lain.
Panorama Macao di waktu malam (Foto: Pixabay)
Menengok kembali jejak perjalanan belasan tahun terakhir, tampak jelas Macao telah membangun dirinya dengan dengan kerangka utama yang menjadi syarat sukses pengembangan sebuah destinasi wisata, terangkum dalam 3A:
Attraction, Accessibility, dan
Amenity. Macao telah menciptakan sekian banyak
atraksi, yaitu "apa yang bisa dilihat dan dilakukan oleh wisatawan di destinasi tersebut". Macao telah membangun
aksesibilitas, yaitu "sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi". Terakhir, Macao telah menghadirkan
amenitas, yaitu "segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi."
Serba Informatif: Mencicipi Macao Dalam Bayang Imajinasi
Itulah Macao "Zaman Now". Tak heran bila Devi Sari bisa bercerita banyak, dengan perasaan bangga, tanpa perlu "membeli waktu". Ia bertutur tentang "keping" tersisa reruntuhan Katedral St. Paul yang monumental dan membangkitkan hasrat untuk mengabadikan diri di sana. Ada pula A-Ma Temple, kuil tertua yang dibangun lebih dari 500 tahun lalu (sebelum kehadiran orang Portugis), yang tampak teduh bila kita ingin berdiam sesaat untuk membinarkan mata batin. Tak lupa, sepintas cerita tentang kawasan ikonik Senado Square, tempat asyik bila kita hendak mengukir banyak kenangan dalam kebersamaan dalam bingkai foto.
Publikasi panduan wisata Macao (Foto: Dok. Ang Tek Khun)
Masih tentang bangunan dan gedung-gedung bersejarah masa lalu, hadir cerita mengenai
Mandarin's House, sebuah rumah hunian tradisional yang telah menjejak bumi sebelum tahun 1869. Pernah menjadi kediaman seorang tokoh ternama bernama Zheng Guanying, arsitektur rumah ini menjadi saksi terjadi bauran antarbangsa dalam elemen tertentu. Lahir pula tuturan tentang
St. Dominic Church yang didirikan pada 1587 oleh tiga pendeta Dominika Spanyol yang berasal dari Acapulco (Meksiko). Tak luput sajian informasi tentang
Guia Fortress, benteng yang dibangun antara 1.622 dan 1638. Â Di satu kawasan sini, kita bisa menikmati
Guia Chapel yang unik dan
Guia Lighthouse, yang meski tidak dibuka untuk publik, dapat menjadi latar gagah kita berswafoto.
Perbincangan tak berhenti di topik tentang bangunan atau gedung-gedung "zaman old" atau sejarah masa lalu tentang banyak hal sebagai kekayaan warisan yang ada di Macao. Ada kisah Macao masa kini, misalnya The House of Dancing Water, Performance Lake, atau Macao Giant Panda Pavilion di Seac Pai Van Park (Coloane). Yang monumental, tentu saja Macao Tower, menjulang 338 m dengan pemandangan panoramik dan gerai-gerai eksklusif, serta aktivitas yang melumerkan adrenalin seperti Bungy Jump tertinggi di dunia, Skyjump, Skywalk X dan Mast Climb.
Macao Tower (Foto: Pixabay)
Mempercakapkan topik kuliner? Pasti! Bukan sekadar "Egg Tart" yang kerap menjadi buah bibir wisatawan. Pencapaian Macao dalam meraih penghargaan dari UNESCO, bukan hanya untuk bangunan da gedung-gedung penuh sejarah. Belum lama berselang, Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova, mengumumkan penunjukan "Macao, China" sebagai kota anggota baru UNESCO Creative Cities Network (UCCN) di bidang Gastronomi. Makao kini berada dalam status terkenal sebagai UNESCO Creative City of Gastronomy.
Egg Tart, ikon kuliner Macao (Foto: Pixabay)
Namun lebih dari itu, tautan perbincangan tentang dunia "dendang lidah" di Macao ini, saya terpikat pada paparan tentang mudahnya mendapatkan menu halal di negeri bauran China dan Portugis ini. Arif Rahman memberikan konfirmasi akan hal ini. Demikian pula Devi, yang dengan lebih detail memperkenalkan "Halal Dining". Ia merujuk pada tiga lokasi, yaitu
The Golden Peacock yang berlokasi di The Venetian Macao;
Lou Lan Islam Restaurant yang tak jauh dari Senado Square; dan
Taste of India yang terletak di Macao Fisherman's Wharf.
Publikasi Macao (Foto: Dok. Ang Tek Khun)
Publikasi Macao (Foto: Dok. Ang Tek Khun)
Informasi yang membanjir, menjadi oleh-oleh manis dalam bentuk empat publikasi, yaitu
Macao Guide Book,
Macao World Heritage,
Macao: Events, Festivals & Entertainment, dan
What's On, semacam tabloid bulanan tipis berisi informasi agenda acara di Macao di bulan terbit.
Hanya itu? Tidak! Beragam Mobile Apps tentang Macao, setidaknya Anda mengunduh tiga di antaranya, yaitu Step Out, Macao yang menyajikan 8 panduan untuk berkeliling dengan jalan kaki, Experience Macao yang memberikan panduan penting menjelajah Macao dilengkapi panduan audio dan fungsi AR, dan What's On, Macao yang memberikan informasi berbagai event yang sedang berlangsung sehinggaa Anda bisa capcuzz tak kehilangan momen terkini.
Tiga Mobile Apps Macao (Screenshot)
Pada ketiga Mobile Apps tersebut, terdapat sajian dalam Bahasa Inggris, selain bahasa-bahasa pendukung lainya seperti Bahasa China tradisional dan China sederhana yang wajib ada, serta tambahan  Bahasa Portugis, Jepang, dan Korea di Apps
Step Out, Macao. Ketiganya sanggup menyulap Anda menjadi "pakar" Macao dalam hitungan menit. Itu sebabnya, pergi ke Macao ala
backpacker pun, siapa takut!
[]
Seri Mengenal dan Menjelajah Macao:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya