Suatu kali kutemukan
Bunga di tepi jalan
Siapa yang menanamnya
Tak seorang pun mengira
Bunga di tepi jalan
Alangkah indahnya
Oh kasihan kan kupetik
Seb'lum layu
~Koes Plus
SEGALA sesuatu ada waktunya. Semesta kerap mengatur sedemikian elok, sehingga kuliner pun membentuk pola, perilaku, dan habitat yang khas. Konvensi tanpa kongres ini menjadi laku umum, meskipun tak selalu begitu—terutama saat kuliner telah riuh bersalin fungsi bukan sekadar memenuhi perut keroncongan.
Sate Klatak di Yogyakarta misalnya, berkonotasi sebagai santapan malam dan terletak di Selatan kota. Namun seiring dengan berlalunya waktu, banyak yang tidak lagi “taat asas”. Alasannya tentu amat rasional dan sah-sah saja. Sebagai misal, demi memperpendek jarak, memenuhi demand (kebutuhan), atau olah kreativitas untuk berkompetisi guna meraih atau memperluas market (pasar).
Ada dua hal yang memantik ingatan saya saban mampir bersantap di sini. Warung mungil yang terletak di gang yang tidak terlalu lebar ini, mengingatkan saya pada judul sebuah serial TV masa lampau yang diangkat dari buku. Laura Ingalls Wilder memberinya judul "Rumah Kecil di Padang Rumput" (Little House on the Prairie). Buat saya, masuk di warung mungil ini, tak terelak dipeluk aura homy.
Kedua, di sini tersedia sejenis teh yang diseduh dari Kembang Telang (ungu). Meskipun bahan baku seduhan ini dipenuhi oleh rekanan dari empunya warung, Kembang Telang ini ditanam pula di tepi halaman Nglathak. Menjadi semacam showroom, agar sensasi kita kian dibuat melejit. Dan, saya pun dibuat baper untuk mengingat lagu Koes Plus berjudul "Bunga di Tepi Jalan"—sempat diorbitkan kembali oleh Sheila On 7 dan menjadi sinetron (2005-2006) di sebuah TV.
Bersulap Rupa Tanpa Sihir a la Teh Biru
Jika Anda datang bersama anak-anak atau adik-adik, maka seduhan teh ini, ehem, layak dipesan untuk melambungkan citra diri Anda. Berlagaklah diri yakin dan tampillah dengan gagah dan mantap, niscaya Anda akan tampil sebagai seorang entertainer hebat. Oya, tak ada salahnya bila Anda juga mencobanya di hadapan calon gebetan.
Caranya? Sederhana. Pesanlah Teh Biru di Nglathak dan Anda akan menemukan ia dihidangkan dalam rupa warna biru yang cantik. Di bibir gelasnya, selalu terselip seiris jeruk nipis. Lalu, membuallah dengan narasi-narasi menawan dan menakjubkan. Dan, "bukan sulap bukan sihir", peras jeruk nipis tersebut ke dalam gelas hingga tandas. Aduk perlahan, dan keajaiban pun tiba. Minuman di dalam gelas Anda akan bersalin warna dari biru menjadi ungu.
Teh Biru Jadi Mocktail sebagai Takjil Buka Puasa
Tak berhenti di sini, memasuki bulan puasa, seduhan Kembang Telang ini berlanjut dalam inovasi di next level. Dengan penambahan bebijian selasih dan serutan buah blewah, ia pun tampil lebih variatif menjadi mocktail cantik dan berdaya lejit sebagai takjil unik untuk menemani Anda berbuka puasa.
Sesekali, cobalah bersantap yang agak unik seperti ini. Dengan pilihan menu utama sate klatak, Anda akan disuguhi alternatif sate original, versi yang manis, maupun kreasi kekinian sate klatak yang dililit dengan (keju) Mozzarella. Semua diberi bonus rempeyek pedas! Niscaya mocktail Teh Biru ini akan menjadi warbiyasak dan bikin banyak orang ngiri saat posting Anda ini lewat di linimasa Instagram.
Mungkin ada yang protes dengan menu utama pendampingnya. Baiklah, entah dari mana datangnya kebaikan ini, pada momentum ini Nglathak sudi berepot-repot memperkenal hidangan utama lainnya. Anda bisa memilih nasi goreng rempah kambing, atau sama sekali bebas mbeek dengan pilihan nasgor daging ayam. Keduanya sangat tasty, dengan kepungan rempah beraroma timur tengah pada sekeliling lidah.
Di sekitar belukar
Dan rumput gersang
Seorang pun takkan mau
Memperhatikan
Biarlah kan kuambil
Penghias rumahku
Oh kasihan kan kupetik
Seb'lum layu
Dan kujadikan Teh Biru
[]
Facebook: angtekkhun
Twitter: angtekkhun
Instagram: angtekkhun1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H