Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Zaskia Mecca Mati Gaya, Hanung Bramantyo Turun Tangan, Lahirlah MAMAHKE Jogja

20 Mei 2017   06:38 Diperbarui: 20 Mei 2017   08:35 4512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita kerap dan secara organik gemar diikat oleh tali emosi. Jika membelit dua insan, maka "move on" adalah dua kata yang terasa patut dienyahkan dan sia-sia untuk diperdebatkan. Kekerabatan pun demikian. Meski tak luput getas dan getir, ia terus dibangun—seperti Presiden Jokowi rajin membangun infrastruktur ;)

Ini contoh sederhana dan hal lazim di negeri ini. Dua orang yang saling mencintai, tidak menuju gerbang pernikahan sebagai 1 + 1 = 2. Terdapat dua "serikat persaudaraan" yang riuh mendeklarasikan "kita bersaudara". Yup, bukan sekadar menyatunya dua orang. Namun dua keluarga besar.

Di luar kekerabatan, ada lagi yang bernama persahabatan. Ia dibangun di berbagai ranah: sekolah/kampus, dunia gaul, dan tentu saja dunia kerja. Bahkan ada yang bilang  sahabat kerap lebih kokoh dan mengasyikkan daripada saudara.

Pasangan Zaskia Adya Mecca & Hanung Bramantyo (@angtekkhun)
Pasangan Zaskia Adya Mecca & Hanung Bramantyo (@angtekkhun)
Aneh? Enggaklah. Bumi saja ingin dirangkul oleh Garis Khatulistiwa yang membentang sepanjang 40.070 km—jika tidak percaya silakan ukur sendiri. Nah, seperti Garis Khatulistiwa, Silaturahmi adalah sabuk manusia yang meregang hingga jauh. Ketika hidup terasa damai, Silaturahmi adalah puncak mahkota yang diperjuangkan. Dan, buah tangan, atau disebut juga oleh-oleh, adalah perekat dan pengaktual tali-tali emosi. Setuju?

Buah Tangan: Doeloe dan Tren Kekinian

Meskipun tidak tercantum dalam GBHN atau TAP MPR, membeli dan membagikan oleh-oleh telah lama menjadi konsensus nasional. Tindak ini rasanya dekat dengan "ungkapan syukur telah tiba dengan selamat dari bepergian".

Ketika kesantunan teramat erat di masa lampau, mengantarkan buah tangan adalah sikap proaktif sebelum terdengar kalimat lugas masa kini yang tak lagi "malu-malu kucing" diucapkan, "Jangan lupa bawain gue oleh-oleh, yakk...."

Perubahan era juga merujuk pada bergesernya definisi buah tangan. Doeloe, oleh-oleh dimaknai sebagai sesuatu yang khas dari satu daerah. Cenderung produk tradisional, sepenuhnya ber-"muatan lokal". Apel dari Malang, Petis dari Sidoarjo, Bakpia dari Jogja, Peuyeum dari Bandung, Loenpia dari Semarang, dan seterusnya. Meminjam penggal lead di Kompas (30/4/2017) dalam tulisan "Tak Sekadar Lezat Disantap", oleh-oleh "bukan sekadar produk yang lezat kala disantap, melainkan juga artefak kekayaan lokal yang kadang memiliki ikatan panjang dengan pelaku-pelakunya."

Mendefisikan ulang pengertian oleh-oleh (@angtekkhun)
Mendefisikan ulang pengertian oleh-oleh (@angtekkhun)
Lalu datang masa yang saya sebut "diversifikasi dan revitalisasi". Jalangkote di Makassar, Bakpia beragam rasa di Jogja, apel Malang dibuat kripik, gudeg Jogja kian variatif dan dikalengkan, pisang melimpah di Lampung dibuat pai, durian Medan dibuat panekuk, dan olahan-olahan lain berspirit diversifikasi atau revitalisasi.

Kini, pengertian buah tangan kian perlu didefinisi ulang. Oleh-oleh juga menjangkau pengertian sebuah produk, dari mana pun silsilah nenek moyangnya, asal dibuat secara "massal" dan dikenalkan secara "masif" serta dilokalisir di sebuah daerah, ia akan menjelma menjadi oleh-oleh "baru" dan bernilai "lokal".

Buah tangan kekinian ini digerakkan oleh tiga ciri energi. Ia diproduseri oleh artis (baca: pesohor, influencer), dilakoni oleh Generasi Langgas (Milenial), dan dimasifkan melalui media sosial (baca: platform, buzzer). Sebagai catatan, para pesohor ini secara teori akan mampu mengkapitalisasi fansnya sebagai captive market. Sementara Instagram, adalah platform media sosial Instagram adalah ujung tombak paling tajam.

Hasilnya? Luar biasa! Kompas dalam laporan bertajuk "Berburu Oleh-oleh Rasa Artis" (30/4/2017), mengisahkan seorang bernama Dewa yang berjibaku antre sejak pukul 03.00 untuk mendapatkan buah tangan kekinian ini di Bandung. Demikian pula cerita situasi di Malang, Bogor, dan Medan. Sayang Kompas melewatkan liputan topik ini dari Jogja.

Mengutip pakar komunikasi dan budaya pop, Idi Subandy Ibrahim, Kompas menulis, “Oleh-oleh dapat diartikan sebagai alat komunikasi bahwa dia mempunyai kedekatan dengan seseorang. Artinya, bagi orang-orang yang membeli kue-kue milik pesohor, itu adalah salah satu cara mereka untuk menunjukkan kedekatan mereka dengan sang idola.”

Hanung Bramantyo (@angtekkhun)
Hanung Bramantyo (@angtekkhun)
Sebelum berlanjut, saya perlu menengarai bahwa tidak ada yang salah dengan bisnis dan pelaku bisnis ini. Satu konsekuensi logis dari perkembangan positif. Hingga beberapa tahun lampau, kita masih mendengar ada artis tempo doeloe yang hidup dalam kondisi (ekonomi) mengenaskan. Kejayaan (ekonomi atau potensi ekonomi) masa lalu, gagal dirawat untuk menyongsong masa depan.

Lalu satu masa datang, saat ilmu, profesi, atau konsultan finansial eksis. Tatkala sistem jaminan pensiun atau bahkan asuransi terasa “begitu” saja, maka melek dan kecerdasan finansial membantu banyak kalangan untuk mengelola keuangan jauh berlipat ganda lebih baik. Terutama bagaimana menjaga keberlangsungan (ekonomi) masa depan.

Next, jauh lebih progresif daripada sekadar passive income, menyebarlah spirit berwirausaha. Paparan rendahnya angka statistik kewirausaan di negeri ini, menjadi shock therapy yang kemudian menyadarkan banyak orang dan membangkitkan motivasi. Kecil-kecilan, tidak apa-apa. Gagal? Ah, bukankah itu adalah sukses yang tertunda?

Dalam kasus bisnis buah tangan ini, layak pula dicermati tiga hal konkret ini: berkontribusi membangkitkan potensi kreatif, ekonomi lokal/daerah, dan peran nyata dalam menyerap tenaga kerja.

Dari Jogja Lahir MAMAHKE

Sebagai destinasi wisata populer dan favorit, Jogja teramat menawan untuk dilirik. Rasanya tidak berlebihan bila bisnis buah tangan kekinian juga hadir di sini. Tidak hanya satu, yang kedua pun terbilang. Tercatat sebagai hari baik, Jumat, 19 Mei 2017 lahir MAMAHKE dari rahim pasangan Zaskia Adya Mecca dan Hanung Bramantyo. Menempati lahan di Jalan Taman KT 1/329, itulah outlet utama (belum buka cabang) MAMAHKE. Hanya sepelemparan batu dari Taman Sari, tak jauh dari Pasar Ngasem, Yogyakarta.

Oulet MAMAHKE di Jogja (@angtekkhun)
Oulet MAMAHKE di Jogja (@angtekkhun)
Berbasiskan data Kompas di atas, maka MAMAHKE terlihat menempuh jalan lahir yang agak berbeda dan patut diapresiasi khusus. Diproses oleh pelaku setempat dan (berupaya) merangkum citarasa lokal. Tercermin melalui tagline #istimewarasane dan jingle yang kumandangkan oleh personel Hip Hop Foundation.

Kisah ini bermula dari kegelisahan akibat nganggur kala Zaskia Adya Mecca (dan keluarga) berlibur di Jogja. Sebagai selebritas dan ibu bagi anak-anaknya, kehidupan "normal" di Jakarta adalah sibuk kerja, mengantar anak sekolah, dan aktivitas lain. Maka tak pelak, berlibur di Jogja kerap membuatnya "mati gaya". Kondisi ini berubah menjadi positif manakala Zaskia berkolaborasi dengan ibu Hanung yang memang berbisnis katering.

Selamat datang di rumah MAMAHKE (@angtekkhun)
Selamat datang di rumah MAMAHKE (@angtekkhun)
Proses mewujud MAMAHKE tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal harus di-trial and error dan diperdebatkan. Proses menemukan "makhluk" apa yang harus dibuat, diperketat dengan keharusan memenuhi citarasa "Jogja banget" yang dituntut oleh Hanung Bramantyo. Termasuk brand, logo, dan gimmick lainnya.

"Itulah topik baru 'pertengkaran' saya dan Hanung," curhat Zaskia Adya Mecca dan mendapat lirikan mata Hanung Bramantyo saat pasangan artis dan sutradara keren ini beramah-tamah dengan puluhan bloger. Bukan sekadar bisnis, ada idealisme warga Jogja yang harus dituruti.

Profil MAMAHKE

Brand MAMAHKE dapat dibaca harfiah dalam bahasa Indonesia sebagai "kunyahkan". Namun, tak urung Anda diizinkan untuk menafsirkan sebagai Mama's Cake. Yang pasti urusan (nama) merek serta logo ini, sepenuhnya dalam kendali Hanung yang memperjuangkan idealisme untuk mengusung kekhasan lokal.

Tagline #IstimewaRasane (@angtekkhun)
Tagline #IstimewaRasane (@angtekkhun)
Dari sisi produk, tampak dua orang yang menjadi pasangan dalam pernikahan sejak 2009 dan dikarunia tiga junior ini tak kalah cerdik. Enam varian sekaligus diluncurkan sebagai perkenalan awal. Dengan jumlah pilihan yang memadai ini, pasti akan optimal dalam menjaring keselarasan citarasa produk dan konsumen.
  • Mamahke Red Velvet, didominasi tumpukan cake bermandikan warna merah memeluk puff pastry dan krim buah bit segar, plus keju yang gurih.
  • Mamahke Green Tea, memberi cara baru menikmati "teh", kolaborasi cake lembut rasa teh hijau berpadu dengan puff pastry yang memberi sensasi.
  • Mamahke Cheese, ini memenuhi selera para penyuka cheese sejati yang bersama krim cheese yang gurih, membalut puff pastry.

Mamahke Red Velvet terlaris di hari peluncuran MAMAHKE (@angtekkhun)
Mamahke Red Velvet terlaris di hari peluncuran MAMAHKE (@angtekkhun)
Itulah tiga varian yang menghiasi Top Three selera konsumen pada hari pertama peluncurannya. Tentu saja ragam citarasa konsumen tak akan mudah dipetakan, sehingga keenam varian ini rasanya akan berlomba-lomba menduduki podium favorit. Saya misalnya, menjatuhkan pilihan berbeda. Mamahke Tiramisu, yang mengusung krim Tiramisu yang kuat, dengan taburan cokelat butir halus, merangkum lezat kunyahan puff pastry.

Favorit saya: Mamahke Tiramisu (@angtekkhun)
Favorit saya: Mamahke Tiramisu (@angtekkhun)
Selain itu, tersedia Mamahke Double Chocolate buat fans berat cokelat, agar berpuas-puas dengan beleran cokelat diiringi puff pastry. Varian terakhir adalah Mamahke Choco Banana. Dari nama, jelas rasa pisang akan memenuhi kunyahan Anda, ditemani apa lagi bila bukan puff pastry yang crunchy.

Kemasan Unik untuk Keuntungan Konsumen

Yang tak terelakkan untuk dipuji, adalah kesigapan MAMAHKE dalam menyiapkan kemasan yang tampak sepele namun berniat memberi banyak benefit bagi konsumen. Kotak yang menampung rentang cake yang telah dipotong-potong ini tidak berbentuk bukaan yang lazim. Ia kokoh dalam format laci (slorokan) sehingga sangat tahan guncangan. Sisi pendek dari "laci" selain memberi informasi varian di dalamnya, juga memuat nomor telepon dan petunjuk letak Expired Date.

Kemasan
Kemasan
Di sisi lainnya, terdapat ternyataan Halal, informasi bahan cake yang disajikan melalui teks dan infografik, serta empat ikon petunjuk dengan teks yang (teramat?) kecil. Pertama, simpanlah di suhu sedang dan akan memberi sensasi optimal bila dimasukkan freezer/kulkas. Kedua, jangan terkena sinar/panas (matahari) langsung. Ketiga, bila ditumpuk, jangan lebih dari lima susun. Keempat, buanglah kotak bekas ini di tempat sampah ;)

Sisi informatif (@angtekkhun)
Sisi informatif (@angtekkhun)
Sisi informatif (@angtekkhun)
Sisi informatif (@angtekkhun)
Oya, Expired Date dicantumkan di bagian bawah. Agak menyulitkan memang untuk membacanya, karena dibutuhkan upaya tersendiri. Namun, berdasarkan informasi Mamahke Tiramisu yang saya beli, dapat disimpulkan bahwa daya tahan MAMAHKE ada di kisaran 3-4 hari.

Informasi Expired Date (@angtekkhun)
Informasi Expired Date (@angtekkhun)
Jurus Rahasia “Enak Banget” yang Terselubung

Bagi penyuka cake, mencicipi MAMAHKE secara sepintas mungkin tidak akan menemukan sisi istimewa. Mungkin hanya "enak", belum pakai "banget". Namun, benarkah demikian? Tidak ada istimewanya? Aha! Akhirnya saya menemukan rahasianya!

Begini, usai menikmati lebih dari satu potong (tester) MAMAHKE, mata saya pun berbinar bagai Columbus menemukan Amerika. Saya menjumpai jurus rahasia MAMAHKE. Yup, rahasia itu terletak pada "lempengan" chruncy yang diletakkan di belahan tengah setiap varian.

Si Puff Pastry, sang pembuat chruncy (@angtekkhun)
Si Puff Pastry, sang pembuat chruncy (@angtekkhun)
Jika Anda menyimak keenam varian yang terurai di atas, Anda akan menemukan satu nama yang disebutkan berulang-ulang, disematkan pada semua varian. Itu dia si Puff Pastry. Chruncy. Kriuk-kriuk. Nyam-nyam. Memberi sensasi pada kunyahan cake yang lembut. Itu sebabnya tulisannya ini akan elok bisa ditutup dengan tips kecil: makanlah Mamahke varian apa pun dengan cara mencaplok per potong. Jangan sebagian. Dalam kunyahan, Anda akan menemukan rahasia itu. Enggak percaya, monggo dicoba!

Pojok Instagramable di outlet MAMAHKE (@angtekkhun)
Pojok Instagramable di outlet MAMAHKE (@angtekkhun)
Well, sambil mencaplok beberapa potong Mamahke Tiramisu, selayaknya saya mengucapkan “Selamat hadir di Jogja, MAMAHKE. Bikin Jogja kian istimewa!” []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun