Dalam artikelnya bertajuk Pembawa Lentera, kolomnis Gede Prama menuturkan sebuah penggalan cerita menarik. Dikisahkan tentang seorang ibu muda yang memiliki putra yang mengalami autis. Ia tidak sibuk menyalahkan Tuan, melainkan bertindak nyata merawat putranya seindah melayani malaikat yang tak bersayap.
Soal uang? Sudah banyak yang dihabiskan olehnya guna berobat. Soal tenaga? Ibu muda ini pantang lelah, bahkan meninggalkan dunia kerjanya. Tidak ada kepastian mengenai kesembuhan sang anak, tapi satu hal terjadi, tulis Gede Prama, jiwa ibu muda ini semakin bercahaya dari hari ke hari.
Itulah latar yang membayang saat kami sekeluarga mendaftarkan diri untuk mengikuti BPJS Kesehatan. Bukan karena kami berlimpah harta dan bingung harus bagaimana membelanjakan uang, lalu "iseng-iseng berhadiah" membayar iuran di ini. Namun sebaliknya, bila Anda bukan ahli waris tahta sebuah kerajaan bisnis, Anda harus "menjaminkan keberlangsungan kesehatan Anda".
Ada tiga hal terbersit dalam benak saat membaca beberapa pemberitaan. Kompas.com menulis, "Defisit BPJS Kesehatan Diprediksi Mencapai Rp 7 Triliun Tahun Ini". Pertama, BPJS Kesehatan adalah produk untuk masa depan, bagi anak dan cucu-cucu siapa pun. Impian sebuah negara untuk memiliki jaminan sosial, niscaya untuk diwujudkan. Meskipun kita tahu, kelahirannya yang tergesa mengandung konsekuensi logis jauh dari kesempurnaan bagi sebuah sistem. Namun, program ini sudah menjadi pahlawan bagi banyak orang.
Kedua, karena lembaga ini nonprofit, dan bersandarkan spirit gotong royong semata, maka keluhan atas kenaikan tarif belum lama ini, bukanlah kondisi untuk ditepis sebagai angin lalu. Sebagaimana arisan dalam kehidupan keseharian kita, konsekuensi dari minimnya peserta jelas berbanding lurus dengan jumlah uang yang diperoleh.
Apa yang ditulis oleh Ira Guslina melalui artikel di blognya ini, mengempas saya pada kesadaran yang selama ini tertelungkup. Mengutip paparan Maya Amiamy Rusady, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, ilustrasi konkret berikut selayaknyamembuka lebar mata kita:
Iuran BPJS Kesehatan niscaya tidak akan naik dan menggegerkan, bahkan mungkin suatu kekika kelak akan turun, apabila mendapatkan dukungan konkret sangat luas tanpa kecuali.
Ketiga, tanpa bermaksud meremehkan kondisi ekonomi siapa pun, tarif baru perbulan sebesar Rp30.000 (Kelas III), Rp51.000 (Kelas II), dan Rp80.000 (Kelas I), rasanya sangat layak untuk "dikorbankan" untuk menjadi punggawa pengawal masa depan kesehatan Anda sekeluarga. Bahkan, nilai ini kian menjadi "remah-remah" bagi siapa pun yang datang dari kalangan menengah dan kelas atas dalam strata sosial kita.