Hari ini, 7 Oktober 2014, kota Yogyakarta merayakan ulang tahun ke-258. Â Sudah uzur, ya? Mungkin itu reaksi pertama Anda saat melihat angka 258. "Belum, ah." jawab saya. Coba bandingkan dengan kota Jakarta yang sudah memasuki usia 487, atau Surabaya yang ke-721. Bahkan dengan tetangga dekatnya, kota Yogyakarta isih enom loh. Semarang sudah berumur 467 tahun dan Solo tuaan sitik, 269.
Hashtag #HUTJogja258 sudah berkibar menjadi Trending Topic di jagat Twitter. Banyak acara sedang dan akan berlangsung, berbagai tulisan sudah digoreskan. Puja-puji tidak kurang banyaknya dialamatkan kepada kota ini. Namun cinta juga memiliki sisi lain, sisi otokritik konstruktif yang layak menempati posisi terhormat.
Karena itu, izinkan pada momentum ini saya ingin berkisah tentang sudut lain kota Yogyakarta, terutama melalui visual (foto-foto); bertutur tentang sudut-sudut moreng dari wajah kota yang ngagenin ini.
Kisah ini kita berangkatkan saja dari simpang empat Tugu yang terkenal itu. Jika Anda dari arah Jalan Sudirman dan berbelok ke kiri, maka Anda akan memasuki Jalan Pangeran Mangkubumi. Belum terlalu jauh Anda melangkah, mata Anda akan bersirobok dengan foto berikut:
Di kiri dan kanan jalan, dapat Anda jumpai lagi corat-coret meskipun tidak selebat ini. Tiba di ujung jalan, Anda akan menikmati ini (mural+poster iklan):
Berbelok ke kiri sebelum Anda bisa mengambil arah kanan menuju Jalan Malioboro, Anda akan disuguhi foto-foto berikut pada tembok kiri dan kanan jalan dan disambut petunjuk jalan ini:
Berbelok  dan melewati Jalan Malioboro, mata Anda tidak akan terlalu banyak disuguhi coretan. Berbeda bila Anda berbelok ke kiri, menelusuri Jalan Abubakar Ali dan mengelilingi Stadion Kridosono. Di sini Anda akan berjumpa mural yang bersanding dengan corat-coret tangan jahil.
[caption id="attachment_364695" align="aligncenter" width="563" caption="Salah satu pintu Stadion Kridosono"]
[caption id="attachment_364696" align="aligncenter" width="563" caption="Salah satu sisi Stadion Kridosono"]
Dalam radius tertentu dari kawasan Jalan Malioboro, Anda akan menemukan pemandangan yang sama di Jalan Brigjen Katamso, Jalan Suryopratomo, Jalan Mataram, dan Jalan Sultan Agung.
Bergerak lebih jauh, ada lokasi tertentu yang memprihatinkan:
[caption id="attachment_364702" align="aligncenter" width="563" caption="Ujung Jalan Munggur"]
[caption id="attachment_364739" align="aligncenter" width="563" caption="Ujung Jalan Bausasran"]
[caption id="attachment_364704" align="aligncenter" width="563" caption="Ujung Jalan P Diponegoro"]
SPOT FAVORIT
Jika diamati lebih teliti, kita akan menemukan spot-spot tertentu yang favorit dijadikan sebagai media corat-mencoret.
1. Petunjuk Jalan
Jangan Anda mengira Petunjuk Jalan yang menjadi korban hanyalah yang mudah terjangkau tangan seperti ini:
Petunjuk Jalan yang tinggi sekalipun, akan dijangkau oleh orang-orang iseng ini. Selain di terusan Jalan Pangeran Mangkubumi, Anda bisa mencermati Petunjuk Jalan di dekat Jembatan Layang Janti, baik dari arah Utara maupun dari arah Selatan:
Dan Anda masih akan mendapattkan bonus hiasan pada sisi Jembatan Layang ini:
2. Rambu Lalu Lintas
Rambu Lalu Lintas adalah salah satu sasaran empuk, demikian pula dengan rambu untuk pesepeda:
3. Gardu Listrik
Gardu Listrik tampaknya menjadi media yang bahenol. Coba Anda lihat:
4. Tiang
Untuk media tiang, sebagian besar coretan berkolaborasi dengan materi-materi iklan:
5. Halte TransJogja
6. Bangunan
Yang menjadi sasaran utamanya adalah pintu serta dinding pembatas antarbangunan:
7. Aneka Objek Lain
[caption id="attachment_364730" align="aligncenter" width="563" caption="Toilet Mobile"]
[caption id="attachment_364731" align="aligncenter" width="563" caption="Peta Kota"]
[caption id="attachment_364732" align="aligncenter" width="563" caption="Bus Surat"]
[caption id="attachment_364733" align="aligncenter" width="563" caption="Bangku"]
[caption id="attachment_364734" align="aligncenter" width="563" caption="Halte Taksi"]
[caption id="attachment_364735" align="aligncenter" width="563" caption="Gapura Jalan"]
PENUTUP
Sepanjang menjadi relawan PasangMata Dotcom, saya telah mengunggah lebih dari 1400 foto yang di-approve Admin. Di antaranya, memotret kondisi ini. Namun yang cukup membuat saya berbahagia, sebagian hasil jepretan mobile phone ini, ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait.
Selain prihatin, saya kadang dibuat tersenyum, misalnya oleh dua foto ini:
Atau, mengelus dada atas peringatan yang harus dituliskan demi melindungi bangunan cagar budaya di tikungan simpang empat Tugu ini:
Harus diakui ini bukanlah wajah sejati, bukan esensi dari kota Yogyakarta. Namun apabila kota ini memosisikan diri sebagai kota pariwisata dengan tajuk Never Ending Asia, wajah moreng seperti ini kiranya diberi perhatian serius. Bahkan mungkin tidak berlebihan bila ditetapkan kondisi #DaruratVandalisme. Alternatif lain, mungkin sudah sangat dibutuhkan untuk dibentuk gerakan relawan komunitas #BarengNgecatYogya yang bekerja sama dengan produsen cat tertentu. Atau, Anda punya ide lain?
Dalam suasana #HUTJogja258, inilah kado cinta dari saya, dari seorang warga yang tak jemu-jemu diliputi oleh rasa memiliki akan sebuah kota yang ngangeni ini. Dan sebagai catatan akhir, buat Anda yang pernah mampir atau sempat  mencicipi kehidupan di sini, saya persembahkan lagu ini. Jangan kapok ke Yogya yaaa :)
Catatan: Semua foto dalam artikel ini adalah dokumentasi pribadi penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H