Saya menghela napas panjang. Ketiga banner inilah yang memicu gerak tangan saya mengambil kamera HP dan mengabadikan ruangan reservasi ini. Serta memacu inspirasi saya untuk menuliskannya di sini.
Mungkin masih dalam jangka waktu yang (agak) panjang, tapi akan tiba masanya perubahan terjadi. Masa ketika tak dibutuhkan banner ajakan seperti itu lagi. Oleh karena itu saya bergegas mengabadikannya. Jika tidak sekarang, mungkin saya tidak akan memiliki kesempatan seperti siang ini lagi. Kesempatan atau momentum untuk menyaksikan perubahan zaman, seperti era menjelang Dinosaurus punah.
Usai memotret-motret, saya mendekati loket karena pemegang nomor antrean 180 sudah dipanggil sesaat sebelumnya. Penasaran juga mengapa nomor saya belum dipanggil padahal dari tiga petugas, di depannya hanya ada pengantre nomor 179 dan 180. Dari dekat terlihatlah dengan jelas, memang hanya dua petugas yang melayani calon penumpang. Seorang lagi, sedang menghitung uang. Mungkin giliran ia bertugas sudah berakhiran saatnya berkemas-kemas.
* * *
Dengan perasaan lega, saya memegang kedua lembar tiket yang amat berharga ini. Menengok jam di dinding sambil melangkah ke pintu keluar, saya melihat angka yang ditunjukkannya: 12.40. Hanya kurang "sedikit", 17 menit lagi, maka genaplah dua jam saya menantikan tiket ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H