[caption id="attachment_383708" align="aligncenter" width="500" caption="Gandos-gandos yang telah siap dibungkus untuk pembeli."]
Berbincang hangat dengan Pak Sugeng dan dua penjual jajan pasar di dekatnya, mereka mengakui bahwa kini Pasar Patuk tak seramai dulu lagi. Hari-hari ramai bagi mereka, umumnya hanya pada akhir pekan. Jikalau soal yang ini, tentu tak ada hubungannya dengan etnisitas pasar. Melainkan pergulatan pasar tradisional pada umumnya untuk bertahan dan eksis di era modern. Kehadiran hypermarket, supermarket, dan minimarket yang "melimpah"—salah satunya berdiri gagah tepat di seberang pintu masuk utama Pasar Patuk—membuat saya menarik napas panjang.
Menerima Gandos dalam bungkusan kertas coklat dalam tas kresek, saya pun pamit pada Pak Sugeng dan penjual jajan pasar di dekatnya. Saat mulai melangkah, saya menatap ke atas. Langit masih mendung dan gerimis tipis masih jatuh menimpah saya. Suasana terasa dingin, tapi ada sesuatu yang hangat di dada, yang turut saya bungkus dan bawa pulang bersama Gandos. <>
@angtekkhun
#KeunikanPasarku
Bacaan: 1 2 3 4 5 6
Foto-foto: Dokumentasi pribadi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI