Trend angka positif Covid-19 tak menandakan penurunan, bahkan sebaliknya terlihat lonjakan yang cukup fantastis. Tak hanya di kota-kota besar saja, kini Corona virus telah menjalar hingga ke pelosok desa.Â
Tentu hal ini menambah 'kegelisahan' dan kekhawatiran tersendiri bagi sebagian masyarakat. Tapi anehnya, ada pula sebagian dari kita, justru acuh, abai dengan kenyataan ini. Mereka seolah menyerah 'pasrah' menyerahkan diri semuanya pada Yang Maha Kuasa.
Pada kondisi seperti inilah terlihat suatu paradoksal. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yakni antara golongan yang begitu mengkhawatirkan bahkan hingga berlebihan dengan golongan yang 'menyepelekkan' Covid-19 begitu saja.Â
Efeknya, bisa kita lihat bersama, reaksi dua golongan ini. Pro kontra perihal pandemi menghiasi layar kaca dan jagat media sosial tiap hari. Begitu juga perilaku di dunia nyata yang begitu kontras antar keduanya.
Bagi mereka yang yang meyakini dahsyatnya virus Corona dari awal kemunculannya, tentu akan lebih berhati-hati, tetap menjaga protokol kesehatan. Bahkan golongan ini terkesan protektif dengan siapa saja dalam bersosial, tak terkecuali dengan tetangga maupun saudara sendiri. Ironinya, terkadang ada yang berlebihan, sampai-sampai mengabaikan rasa sosial kemanusiaan dengan lainnya, apalagi terhadap pasien yang dinyatakan positif Covid-19.
Seperti yang terjadi di masyarakat sekarang ini. Begitu, ada salah satu orang, atau keluarga yang terpapar Corona, masyarakat lain disekitarnya begitu reaksioner, seolah menganggap hal itu sebagai sebuah bahaya bahkan aib seseorang.Â
Pasien covid-19 seolah dikucilkan sepihak. Tak jarang tetangga, warga sekitar memblokade jalan menuju rumahnya, tanpa pendekatan yang komunitaf. Bukannya dengan solidaritatif justru yang terlontar nilai-nilai intimidatif.
Penolakan jenazah covid-19 merupakan bukti 'kekeliruan' sikap sebagian orang. Yang kita tolak itu seharusnya bukan orangnya, tetapi virus, wabahnya. Bukan kekhawatiran yang berlebihan sampai menggerus rasa kemanusiaan kita. Ironinya, pasien yang sudah ditetapkan positif covid-19, seolah dijatuhi sangsi sosial oleh masyarakat sekitar.Â
Padahal hakekatnya, mereka juga korban penularan dari orang lain. Maka tak heran, sebagian orang yang baru saja disinyalir ada kaitan dengan pasien covid-19, sudah gundah gelisah dahulu sebelum di rapid atau di swab.
Apa yang terbayang jika hasil rapid menunjukkan reaktif bahkan hasil swabnya adalah positif. Sehingga, sangkin takut dan khawatirnya sebagian orang ini justru menolak untuk dirapi tes atau di swab. Belum lagi sering terjadi kenyataan di luar logika, seperti hasil rapid test reaktif namun hasil swabnya adalah negatif, sebaliknya hasil rapid tes reaktif tetapi hasil swab negatif.
Terlepas dari paradoksal yang ada, marilah kita lihat secara realistis. Korban berjatuhan dimana-mana, sedangkan sebagian dari kita sudah bosan, sehingga terkadai abai, terserah. Sungguh kondisi inilah yang justru sangat membahayakan. Kelengahan dan kejumudan kita yang sudah menumpuk terkadai membuat kita lalai. Sedangkan imunitas tubuh setiap orang berbeda. Ada kalanya mereka yang lemah, ada pula yang rentan bahkan lemah.
Oleh karenanya, tak ada salahnya kita galang kembali solidaritas warga, seperti awal sedia kala. Mari berusaha semaksimal mungkin bahu-membahu cegah Corona. Tanamkan mindset bahwa Corona bukanlah aib harus kita sosialisasikan bersama.Â
Pasien covid-19 hakekatnya bukanlah pembawa, tetapi mereka juga tak sadar, tak berdaya yang akhirnya terpapar Corona. Jenazah Corona pun tak ada kaitannya dengan amal kebaikan seseorang. Jenazah Corona tak ada kaitannya dengan surga-nerakanya seseorang.
Jika ada yang mengingatkan protokol kesehatan kepada kita, itu tandanya bentuk kasih sayang, peduli sesama manusia, tak seharusnya kita antipati. Cara mengingatkan, menasehati pentingnya pencegahan corona juga tak harus dengan intimidasi, pemaksaan bahkan kekerasan. Mengajak lebih baik dari pada harus membentak, merangkul lebih baik dari pada harus memukul.
Kepedulian bisa kita tanamkan sedini mungkin dari pribadi kita, keluarga kita dan tetangga kita. Keterbukaan antar sesama menjadi daya dukung sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Corona. Tak ada dusta di antara kita, dalam hal Corona. Pulang-pergi dari zona merah atau hitam, harus menjadi perhatian bersama. Adanya gejala yang mengarah pada covid, tak harus dicela, tetapi segera diperiksakan ke Puskemas, Rumah sakit atau dokter terdekat.
Imam Chumedi, KBC-28
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H