Usaha bolunya, dijalani santai tapi pasti, tidak ngoyo. Dirinya juga menyadari tak hafal dan tidak terlalu gandrung kepada media sosial. Waktunya lebih banyak dimanfaatkan untuk mengurusi keluarga dan usahanya. Keyakinannya akan semua rizki dari Allah, membuatnya semakin yakin bahwa tanpa gencar promosi pun, pelanggan akan datang, tahu dengan sendirin terbilang mantap. Terlebih kue buatan Deres betul-betul mengutamakan kualitas. Gulanya asli, gula merah, tak memakai bahan pewarna dan pengawet makanan, rasanya pu pas-mantap.
Usaha Deres semakin tahun semakin berkembang. Ia termasuk orang yang ulet. Bahkan prinsip usahanya cukup keras. Selama ia bisa lakukan sendiri, kenapa harus meneggunakan tenaga orang lain. Bukankah akan tambah biaya? Deres justru "keras" dalam menanamkan jiwa kewiraushaaan kepada kedua putrinya. Kedua putrinya dididik dengan nafas kewirausahaan agar mampu membuat kue. Deres berfikir bahwa seorang perempuan juga harus punya usaha sendiri, tak boleh bergantung pada penghasilan suami. Kehidupan tiada pasti. Jodoh tak ada yang tahu. Maka sudah sepatutnya seorang perempuan tak bergantung penuh pada penghasilan sang suami.
Deres menggambarkan, Jika uang suami adalah untuk anak dan istri. Apa jadinya jika seorang istri yang juga adalah anak perempuan, ingin memberikan uang kepada orang tuanya, tetapi uang itu dari hasil suaminya? Apalagi ketika diberikan tanpa sepengetahuan sang suami?. Bolehkah, halalkah? Inilah yang memotivasi dirinya untuk bisa juga menghasilkan uang dari keringatnya sendiri, bukan dari suami. Dengan uang yang dihasilkannya sendiri, Deres juga bisa berbagi dengan orang tua, dengan Uwa'nya yang kini sudah lansia tak memiliki anak. Dengan penghasilannya sendiri, Deres bisa leluasa memenuhi kebutuhan bahkan keinginan lainnya.
Deres mengajari anaknya untuk selalu bekerja keras. Anak pertamanya, yang kini di bangku kelas 3 SMA, sudah bisa diajak kerjasama, terutama ketika ada pesanan aneka kue dalam jumlah banyak. Begitu juga anak keduanya, Meski baru berumur 8 tahun, ia sudah bisa membantu orang tuanya, mengaduk adonan dan membuat kue bolu. Deres mengajarkan kewirausahan sejak dini. Bahakn Deres berencana menguliahkan anak pertamanya nanti dengan syarat, disamping kuliah, ia juga harus nyambi kerja. Tanpa itu, Deres tak akan memenuhi kebutuhan kuliahnya. "Hidup itu keras, hidup itu butuh perjuangan" katanya.
Rasa keingintahuan seorang Deres cukup tinggi. Sesekali ia memesan buku-buku resep makanan dan aneka kue kepada saudaranya yang bekerja di percetakaan buku ternama, di Jakarta. Kadang Deres juga melihat praktek pembuatan kue di Youtube. Hal itu hanya sekedar pengetahuan saja, karena menurut pengalamannya, tutorial yang ada di Youtube pun tak semestinya sesuai dengan praktek di lapangan. Maka terkadang Deres mencampurkan pengalamannya dengan pengetahuannya. Diramunya dengan insting usahanya, hasil lah kue yang enak dan banyak disukai pelanggan.
Sejak pandemi Corona, Deres mengakui omsetnya menurun. Beragam pesanan snack, hampir off. Semua dikarenakan adanya himbaun tak boleh mengadakan kegiatan berkerumun. Pesanan snack untuk arisan, perkantoran maupun jamiyahan atau pengajian selama pandemi, sepi. Hanya ada satu-dua, itu pun dalam jumlah kecil. Namun Deres tak patah arang. Ia tetap bersabar dan bersyukur serta menikmati apa yang ada.
Pandemi Corona memberikan hikmah besar bagi kehidupan religinya. "Mungkin ini peringatan agar saya lebih dekat dengan Allah SWT. Dengan pandemi ini, orderan memang sepi, tetapi taraweh saya kemarin, malah full. Tak seperti biasanya, jika sebelum Corona, hampir di pertengahan taraweh ke atas, saya sudah repot dengan pesanan".
Imam Chumedi, KBC-28
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H