Mohon tunggu...
khumaediimam
khumaediimam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Teruslah menebar kebaikan, karena kebaikan yang mana yang diridhai, tiada kita tahu

Menulis Atau Mati.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyoal Graduasi Keluarga Penerima Manfaat PKH

3 September 2020   07:05 Diperbarui: 27 Mei 2021   08:55 1532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendamping PKH Kab. Brebes dengan Graduasi Mandiri terbanyak menerima penghargaan./dokpri

Kementrian sosial Republik Indonesia di tahun ini gencar menyosialisasikan perihal Graduasi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH). Graduasi yakni KPM mundur dengan sukarela, tak lagi berpangku tangan menerima bansos PKH. Tak tanggung-tanggung, target graduasi pusat yakni 10 persen dari total penerima PKH se Indonesia, atau 10 juta KPM.

Tentu, hal ini menjadi 'pekerjaan berat' bagi para pendamping sosial PKH. Beragam rutinitas yang sudah dilakukan pendamping PKH seperti melakukan pertemuan awal, validasi, verifikasi, kunjungan dengan instansi terkait, pemutakhiran data, pertemuan kelompok PKH dan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2), dirasa belum sempurna jika 'belum mampu' menggraduasi (mengundurkan) KPM dari bansos PKH.

Namun, jika kita menelisik serta menguak lebih dalam perihal graduasi KPM PKH, maka ada beberapa hal yang patut menjadi kajian dan bahasan ulang. Pertama, yakni arti sesungguhnya dari istilah graduasi itu sendiri, khususnya pada Keluarga Penerima Manfaat PKH. Kedua, klasifikasi graduasi. 

Selama ini yang lazim dikenal ada 2 jenis, yaitu graduasi mandiri dan sejahtera. Ketiga, sejauh mana peran serta pendamping sosial PKH dalam mewujudkan graduasi KPM PKH terutama di wilayah dampingannya masing-masing. Keempat, masa atau batas waktu kepesertaan PKH.

Pertama, yakni menyoal istilah graduasi. Secara umum kata graduasi berarti lulus atau lepas. Pada konteks penerima PKH, graduasi dapat diartikan sebagai bentuk kelulusan atau melepaskan diri dari bansos PKH. Tentu lain daerah lain karakter KPM. Ada yang memang dengan kesadarannya melepaskan diri, tapi ada pula tipologi KPM yang sebenarnya sudah meningkat kesejahteraannya, tetapi justru merasa di zona nyaman saja, tak mau lepas, tak mau graduasi. Pokoknya, aji mumpung. "Toh, saya juga tidak minta".

Baca juga : KPM PKH Produktif di Bulan Ramadan

Istilah graduasi KPM PKH pun masih menjadi 'perselisihan' pendapat, apakah istilah ini juga berlaku pada mereka yang kini tak memiliki kategori lagi, atau non komponen. Inikah yang disebut dengan graduasi alami? Atau, tidak bisa dikategorikan graduasi, mengingat hal itu terjadi secara otomatis, karena tidak memenuhi prasyarat kepesertaan PKH. Atau tak bisa disebut graduasi, mengingat tanpa ada upaya atau campur tangan serta motifasi pendamping PKH?

Begitu juga dengan KPM yang tidak atau kurang bisa memenuhi komitmennya, seperti tidak hadir pada pertemuan kelompok PKH. Apakah graduasi bisa dijatuhkan pada KPM tersebut dikarenakan tidak memenuhi komitmen? Dapatkah hal ini diusulkan sebagai graduasi non komitmen? graduasi ini semata-mata dijatuhkan pada KPM, sebagai wujud punishmen atas ketidak-komitmenannya.

Kedua, dalam hal klasifikasi graduasi, selama ini yang kita kenal ada dua jenis yaitu graduasi mandiri dan graduasi sejahtera. Sering kali di lapangan, para pendamping PKH, merasa bingung dalam mengelompokkan graduasi KPM nya. 

Faktanya ada beberapa model pengunduran diri KPM PKH. Ada yang mengundurkan diri karena memang merasa sudah sejahtera, berkecukupan dengan berbagai aset ekonominya, seperti punya sawah, petani sukses, rumahnya sudah bagus, dan lainnya. Ada yang mundur karena kini sudah punya usaha sendiri dan maju.

Disisi lain, pengunduran diri KPM juga ada yang memang didasari keikhlasan diri untuk tidak menerima bansos, padahal kondisi fisik rumah serta aset yang dimiliki masih jauh dari kata sejahtera. Pengundurannya lebih karena prinsip diri, lebih bersyukur, tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah. Pada konteks ini, KPM tersebut masuk pada kategori apa?

Baca juga : Korwil PKH Sulut Noldy Mangerongkonda Tegaskan Tidak Boleh Ada Paksaan dan Ancaman Terhadap KPM dalam Penyaluran Bansos Sembako

Fenomena lain pengunduran diri KPM PKH, justru karena didasari rasa malu pada labelisasi 'Keluarga Miskin' yang dilakukan pendamping PKH di beberapa daerah. Strategi ini sebenarnya dilakukan oleh sebagian pendamping PKH sebagai upaya akhir terhadap beberapa KPM yang terindikasi sudah mampu atau sejahtera, namun tak mau mundur secara sukarela.

Meski, di beberapa tempat labelisasi miskin pada KPM PKH menjadi polemik, namun ternyata menjadi salah satu 'senjata ampuh' untuk menggraduasi kpm yang sudah seharusnya lulus atau naik kelas. Karena disadari, ada kalanya KPM yang kini sudah mulai sejahtera tak mempan dengan beragam persuasi dan motifasi, justru harus dengan penegasan berupa labelisasi keluarga miskin. Lantas, ketika akhirnya KPM ini mundur, masuk di kategori mandiri kah, atau masuk pada kategori graduasi sejahtera?.

Persoalan ketiga yang tak kalah pentingnya adalah peran serta pendamping PKH dalam mewujudkan graduasi KPM PKH. Apakah segala jenis graduasi menyaratkan harus  adanya campur tangan pendamping PKH? Pada faktanya, hanya berapa persen saja andil pendamping PKH dalam graduasi KPM PKH. Biasanya hanya pada dataran motivasi melalui pertemuan kelompok, atau melalui Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2), khususnya pada materi Mengelola Keuangan Keluarga serta Memulai Usaha.

Namun tidak menutup kemungkinan banyak pula andil pendamping PKH yang all out, mengentaskan KPM nya dari garis kemiskinan. Ia memotivasi, membimbing kewirausahaan KPM, serta bersama memasarkan produk KPM melalui jaringannya, yang pada akhirnya KPM benar-benar berubah mindsetnya, terangkat derajatnya, meningkat penghasilannya,  dan pada akhirnya dengan sukarela mengajukan graduasi PKH? Inikah yang diharapkan dari sebuah istilah Graduasi Mandiri, atau Graduasi Sejahtera?

Baca juga : Mengenal KPM PKH Melalui Home Visit

Persoalan keempat yaitu mengenai batas waktu kepesertaan PKH. Sebagaimana masa sekolah atau masa kuliah, semua ada batasannya. Begitu juga, dalam kepesertaan PKH. Mestinya ada batasan waktu yang jelas, sehingga bansos ini dapat terlaksana secara sistematis dan terukur. Apalagi untuk mewujudkan impian graduasi mandiri atau sejahtera. Semisal, kepesertaan dibatasi maksimal 5-6 tahun. 

Sehingga akan ada motifasi, baik dari pendamping maupun KPMnya. Kepesertaan yang terlalu lama justru makin membuat sebagian besar KPM terlena berpangku tangan. Gol akhirnya, pada batas waktu yang telah ditentukan, bisa dilakukan graduasi secara sistem (time over).

Imam Chumedi, KBC-28

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun