Anak-anaknya sudah tumbuh dewasa, satu diantaranya sudah berkeluarga. Dua anak perempuannya sudah tamat SMA dan kini bekerja di Jakarta. Dan di tahun 2020 pun Waedah mantap mengundurkan diri dari kepesertaan Program Keluarga Harapan (PKH).
Melalui pendamping PKH nya, Ni'matun Nissa, Waedah yang tercatat sebagai penerima PKH sejak tahun 2011, akhirnya memantapkan tekadnya, dengan sukarela tak lagi menerima bantuan sosial PKH. Semua itu karena didasari rasa bersyukur dan prinsip hidupnya yang lebih suka memberi dari pada meminta.Â
Apalagi Waedah menyadari bahwa hakekatnya PKH adalah bantuan bagi mereka para keluarga miskin. Ia tak mau meniadakan nikmat yang begitu banyak dari Allah SWT. Sungguh di kehidupannya yang sekarang, Waedah merasa jauh lebih dari cukup.
Langganannya pun sudah banyak. Dari setiap iris ikan yang terjual, Waedah bisa mendapat keuntungan 300 sampai 500 rupiah. Apalagi jika musim lebaran atau musim hajatan tiba, bisa dua kali lipat penjualannya. Bahkan terkadang ia juga kreatif menyediakan ayam potong sebagai tambahan dagangannya.
Waedah, tetaplah seorang Waedah yang dulu. Meski jualannya kini semakin meningkat, Ia tetap ramah dan baik hati. Bahkan dirinya semakin bersahaja, tekun beribadah, dekat kepada Allah SWT. Berjualan tak hanya mengejar target keuntungan saja, tetapi meyakini bahwa di setiap rizki yang didapatnya, sungguh ada bagian yang harus dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.Â
Dengan penuh kejujuran, Waedah mengungkapkan rahasia pengalaman religinya yang justru membuatnya kini lebih dekat dengan Allah SWT. "Dahulu, saya akui. Mungkin saya kurang dekat dengan Allah SWT.Â
Jam 04.00 pagi saya sudah berangkat menjajakan dagangan ke pasar, tanpa mengindahkan kewajiban menjalankan Sholat Subuh. Tapi Alhamdulilah, kini saya berangkat berdagang selepas Subuh". Tak lupa sholat Subuh pun ia tunaikan berjamaah di masjid atau musholla. Dan ternyata Waedah justru menemukan rasa nyaman dan tenang  dengan kebiasaannya itu.
Rasa berbaginya kepada orang lain pun semakin bertambah, apalagi penghasilan Waedah kini cukup lumayan. Tak jarang ia sisihkan untuk jariyah masjid atau musholla serta berbagi dengan dhuafa di sekitarannya, seadanya. Waedah sering meminta kepada pengurus Musholla agar sedekahnya tak usah diumumkan. "Tolong ya tadz...ora usah diumumna, mung sacuil" (Tolong yah pak Ustadz, tidak usahlah diumumkan, cuma sedikit kok...).
Di pasar Tanjung, Waedah dikenal banyak pedagang lainnya sebagai sosok pribadi yang ramah, suka memberi dan periang. Kondisi pandemi Corona yang berdampak pada dagangannya tak ia pikirkan dengan serius. Terkadang di saat senggang atau lagi sepi pembeli, Waedah sering menghibur diri dengan menyanyi, tetembangan atau berjoged bareng pengamen keliling pasar. Semua dibuat enjoy saja.