Mohon tunggu...
khumaediimam
khumaediimam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Teruslah menebar kebaikan, karena kebaikan yang mana yang diridhai, tiada kita tahu

Menulis Atau Mati.....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waedah, Pedagang Ikan Panggang Bersahaja

22 Agustus 2020   14:27 Diperbarui: 25 Agustus 2020   12:09 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah baru Waedah, hasil jerih payahnya. Dokpri.

Anak-anaknya sudah tumbuh dewasa, satu diantaranya sudah berkeluarga. Dua anak perempuannya sudah tamat SMA dan kini bekerja di Jakarta. Dan di tahun 2020 pun Waedah mantap mengundurkan diri dari kepesertaan Program Keluarga Harapan (PKH).

Melalui pendamping PKH nya, Ni'matun Nissa, Waedah yang tercatat sebagai penerima PKH sejak tahun 2011, akhirnya memantapkan tekadnya, dengan sukarela tak lagi menerima bantuan sosial PKH. Semua itu karena didasari rasa bersyukur dan prinsip hidupnya yang lebih suka memberi dari pada meminta. 

Apalagi Waedah menyadari bahwa hakekatnya PKH adalah bantuan bagi mereka para keluarga miskin. Ia tak mau meniadakan nikmat yang begitu banyak dari Allah SWT. Sungguh di kehidupannya yang sekarang, Waedah merasa jauh lebih dari cukup.

Ni'matun Nisa, pendamping PKH desa Kluwut sedang melakukan kunjungan.
Ni'matun Nisa, pendamping PKH desa Kluwut sedang melakukan kunjungan.
Jualan ikan asapnya pun beberapa tahun ini terbilang stabil bahkan terus meningkat. Setiap hari ikan asapnya bisa terjual antara 400 sampai 500 iris ikan, dengan berbagai jenis ikan dan variasi harganya. Ada ikan manyung, ikan pari, ikan cucut, ikan etong dan ikan-ikan lainnya. Ada yang satu iris seharga 2000 ada pula yang seharga 2500. 

Langganannya pun sudah banyak. Dari setiap iris ikan yang terjual, Waedah bisa mendapat keuntungan 300 sampai 500 rupiah. Apalagi jika musim lebaran atau musim hajatan tiba, bisa dua kali lipat penjualannya. Bahkan terkadang ia juga kreatif menyediakan ayam potong sebagai tambahan dagangannya.

Waedah, tetaplah seorang Waedah yang dulu. Meski jualannya kini semakin meningkat, Ia tetap ramah dan baik hati. Bahkan dirinya semakin bersahaja, tekun beribadah, dekat kepada Allah SWT. Berjualan tak hanya mengejar target keuntungan saja, tetapi meyakini bahwa di setiap rizki yang didapatnya, sungguh ada bagian yang harus dibagikan kepada mereka yang membutuhkan. 

Dengan penuh kejujuran, Waedah mengungkapkan rahasia pengalaman religinya yang justru membuatnya kini lebih dekat dengan Allah SWT. "Dahulu, saya akui. Mungkin saya kurang dekat dengan Allah SWT. 

Jam 04.00 pagi saya sudah berangkat menjajakan dagangan ke pasar, tanpa mengindahkan kewajiban menjalankan Sholat Subuh. Tapi Alhamdulilah, kini saya berangkat berdagang selepas Subuh". Tak lupa sholat Subuh pun ia tunaikan berjamaah di masjid atau musholla. Dan ternyata Waedah justru menemukan rasa nyaman dan tenang  dengan kebiasaannya itu.

Rasa berbaginya kepada orang lain pun semakin bertambah, apalagi penghasilan Waedah kini cukup lumayan. Tak jarang ia sisihkan untuk jariyah masjid atau musholla serta berbagi dengan dhuafa di sekitarannya, seadanya. Waedah sering meminta kepada pengurus Musholla agar sedekahnya tak usah diumumkan. "Tolong ya tadz...ora usah diumumna, mung sacuil" (Tolong yah pak Ustadz, tidak usahlah diumumkan, cuma sedikit kok...).

Di pasar Tanjung, Waedah dikenal banyak pedagang lainnya sebagai sosok pribadi yang ramah, suka memberi dan periang. Kondisi pandemi Corona yang berdampak pada dagangannya tak ia pikirkan dengan serius. Terkadang di saat senggang atau lagi sepi pembeli, Waedah sering menghibur diri dengan menyanyi, tetembangan atau berjoged bareng pengamen keliling pasar. Semua dibuat enjoy saja.

teman-teman Waedah sedang mengirisi ikan yang akan diasap. Dokpri
teman-teman Waedah sedang mengirisi ikan yang akan diasap. Dokpri
Waedah juga termasuk pedagang yang unik. Ia sangat yakin dengan Kuasa Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Pemberi dan Pembagi Rizki hambanya. Kepada orang yang berhutang, ia tak bersikeras, mengejar-ngejar untuk menagihnya. Bahkan sering ia mengikhlaskan orang yang berhutang dan lama menghilang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun