Anakku pun sontak murung, mendengar ketentuan jamaah sholat Jumat yang tidak membolehkan anak-anak berjamaah untuk sementara waktu. Ia pun terpaksa mengganti sholat Jumat dengan sholat dzuhur untuk yang ke empat kalinya. Padahal sungguh ia sudah sangat rindu untuk melaksanakan sholat Jumat. Apalagi, Jumat ini bertepatan dengan 1 Ramadhan.
Sore harinya, ia menyodorkan buku kegiatan Ramadan dari sekolahnya. Ia pun bertanya kepadaku. Mau diisi apa ini, tentang sholat Jumat di buku Ramadan? Jamaah, Munfarid atau Tidak? Aku pun bingung memberikan pemahaman baginya.
Maklum, ia tergolong anak yang cukup kritis. Alhamdulillah sedari kelas 1 sampe kelas 3 ini, selalu menempati perangkat pertama di kelasnya. Banyak pertanyaan-pertanyaan kritis keluar dari otak fikirannya. Cuma terkadang sifatnya yang melankolis sering membuat dirinya, ngambek atau sedih jika ada sesuatu hal yang tak bisa ia kerjakan. Termasuk ibadah sholat Jumat yang sudah berturut-turut ia ganti dengan sholat Dzuhur.
Sungguh aku tak tega, melihat tangis rindu anakku akan sholat Jumat di Mesjid. Harus kah kubiarkan ia menangis di Jumat berikutnya, atau aku bawa saja ia dengan penjagaan dan pengawasan yang ketat olehku.
Demi memuaskan kebutuhan rohaninya, yang begitu polos dan jujur dari dalam hatinya. Semoga pandemi Corona ini cepat berlalu, sehingga tak ada tangis anak merindukan Jumatan seperti ratap tangis anakku, Irsyad.
Imam Chumedi, KBC-028.