Untuk menyambut datangnya Ramadhan yang mulia ini, setiap muslim sepertinya sudah menyiapkan diri dengan beragam persiapannya, mulai dari persiapan lahir maupun batin. Meski di tengah pandemi Corona, rasanya tak menyurutkan niat kita dalam menggapai berkah bulan suci Ramadhan tahun ini.
Sejumlah makanan pun di persiapkan oleh para kaum hawa untuk menyambut sahur Ramadhan di hari pertama. Sedari pagi, pasar sudah mulai ramai, pedagang sayur dan aneka lauk-pauk keliling, laris manis diburu para ibu-ibu rumah tangga. Ya, Â mereka tak mau repot dan gugup untuk menyiapkan aneka menu santap sahur buat esok nanti.
Para kaum hawa ini, bahkan sudah menyiapkan beragam makanan kesukaaan keluarganya. Kulkas yang kemarin terlihat kosong, kini sudah penuh dengan stok makanan, baik untuk berbuka maupun santap sahur.
Apalagi di situasi pandemi seperti sekarang ini, maklum saja, hanya untuk keluar rumah saja rasanya begitu sungkan. Terlebih di beberapa daerah yang kini mulai diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Stok makanan menjadi hal utama yang perlu dipikirkan dan disiapkan.
Ada satu buah yang banyak dijumpai dan diburu oleh masyarakat kita, terutama mereka yang tengah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Ya, buah kurma. Buah yang berasal dari negeri Arab sana, kini sudah banyak dijumpai di Indonesia.Â
Sebenarnya tak hanya di bulan Ramadhan saja, Kurma kini juga sudah banyak tersedia di supermarket-supermarkaet terdekat, atau di toko-toko yang menyediakan oleh-oleh Haji dan Umroh. Macam dan harganya pun beragam. Tergantung selera dan kocek yang kita punya.
Selain diketahui sebagai buah yang banyak khasisatnya, kurma juga merupakan salah satu buah kesukaan Rasullah SAW, terutama saat berbuka puasa. Rosulullah SAW senantiasa mendahulukan berbuka puasa dengan yang manis-manis, diantaranya dengan memakan kurma sejumlah bilangan ganjil. Ini adalah sunah Rosul. Maka tak heran jika permintaan dan penjualan kurma di Indonesia untuk bulan suci Ramadhan pun meningkat.Â
Filosofi Kurma
Orang Jawa dari dahulu terkenal dengan falsafahnya yang begitu tinggi. Filosofi-filosofi itu pun terkadang memang sengaja dibuat dari kata-kata sederhana yang akhirnya memuat makna yang dalam, seperti Garwa: Sigaraning Nyawa.Â
Yang artinya bahwa seorang istri merupakan separuh nyawa. Begitu juga dengan kata Kurma: Syukur lan Nrima. Kurma merupakan pengejawantahan dua sikap mulia seorang hamba kepada Sang Khaliq, yakni bersyuku dan menerima (baca: qona'ah).
Pertama, Bersyukur. Yakni ungkapan terima kasih sang hamba kepada Sang Maha Pencipta atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya dengan tiada terkira.  Syukur ada kalanya bil qolbi. Yakni syukur dengan hati. Hati kita benar-benar merasakan segala nikmat-karunia pemberian Tuhan.Â
Ada kalanya ungkapan syukur secara dhohir yakni bil lisan. Mulut kita mengucapkan kalaimat hamdalah. Dan yang terpenting adalah syukur bil arkan. Syukur yang diejawantahkan dalam bentuk melaksanakan berbagai perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
Inilah sejatinya syukur. Syukur patut kita haturkan kehadirat Allah SWT. Di tengah pandemi Corona ini, kita masih diberikan umur panjang, diberi kesehatan dan kesempatan yang berharga, untuk kembali lagi menemui bulan suci Ramadhan.Â
Menunaikan ibadah puasa, menggapai pahala dan berkah. Sungguh Tak semua orang memiliki kesempatan emas ini. Maka sudah selayaknya kita sebagai makhluk yang dhoif ini senanatiasa mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah SWT, terutama dengan beribadah dan mengagungkan bulan suci Ramadhan ini.Â
Syukur yang tak terkira juga kita panjatkan kehadirat-Nya. Meski beberapa kegiatan kita dibatasi untuk tak berkerumun. Tapi kita masih bisa beribadah, menggapai pahala dan berkah Ramadhan dari bilik-bilik rumah kita masing-masing. Allah Maha Melihat, Allah Maha tahu derajat ibadah para hambanya. Karena bentuk syukur itu tak harus disaksikan oleh orang banyak, tetapi syukur sejatinya lahir dari keikhlasan dan kesadaran diri sang hamba.
Kedua, Nrima. Menerima dalam konteks ini bukan berarti menerima apa adanya, tanpa ikhtiar atau usaha. Ramadhan di tengah pandemi Corona menjadi ujian berharga bagi umat Islam.Â
Kita dituntut untuk bisa menerima keadaan (qonaah) dengan tanpa abai pada usaha. Kita wajib berkhusnudhon atau berprasangka baik dan menerima keadaan puasa kita kali ini. Semua pasti ada hikmahnya.Â
Sikap nrima adalah bentuk sikap yang sulit dan berat. Karena pada dasarnya manusia akan mengelak, brontak ketika dihadapakan pada situasi dan kondisi yang tidak sesuai dengan keinginannya, atau di luar kebiasaan.Â
Oleh karena itu mengilhami buah Kurma, hari ini, di bulan suci ini, perbanyaklah sikap menerima keadaan, menerima kenyataan (nrimo kahananan) .
Sikap menerima juga harus kita tanamkan ditengah pandemi Corona ini yang begitu menyulitkan ekonomi kita. Pemberian Bantuan Tunai Langsung kepada masyarakat tentu akan mengoyak-ngoyak sikap nrima bagi masyarakat yang tidak mendapatkannya.Â
Apalagi di tengah pelaksanan ibadah puasa yang seharusnya mampu mengekang segala bentuk hawa nafsu. Emosi, iri, dan kesenjangan sosial pun sudah mulai tersumbar. Sungguh cobaan yang begitu berat bagi bangsa  ini, terutama bagi kita yang tengah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.
Semoga filosofi Kurma yang menyiratkan dua sikap mulia, yaitu bersyukur dan menerima, betul-betul dapat kita resapi dan ejawantahkan di bulan yang penuh berkah ini.  Syukuri apa adanya, hidup ini adalah anugerah yang terindah. Tetap jalani hidup ini. Mari songsong hari esok penuh semangat. Kita bisa!
Imam Chumedi, KBC-028
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H