Tak berhenti sampai hal itu saja, ketua RT dituntut mampu meredam gejolak sosial akibat virus Corona. Seperti halnya ketika memang dijumpai salah satu warganya ditetapkam sebagai ODP, PDP maupun positif Covid-19.
Sebagaimana umumnya, sosial distancing yang didengung-dengungkan pemerintah sebagai upaya pencegahan penyebaran Corona, dimaknai berlebih-lebihan oleh masyarakat.
Warga seolah menjaga jarak yang berlebihan dengan mereka yang mudik dari Jabodetabek dan luar negeri. Bahkan seolah sinis dengan mereka. Hal ini membuat kerenggangan sosial di lingkup rukun tetangga.
Sungguh, perlakuan diskriminasi terhadap para warga pendatang, sangatlah melukai perasaan. Waspada perlu, tapi parno, Â diskriminasi, bahkan sadisme sosial sangatlah tidak dibenarkan.
Apalagi ketika sudah ada korban Covid-19 meninggal di sebuah kampung. Ini akan menjadi polemik serta momok menakutkan bagi sebagian warga. Seperti kejadian beberapa waktu lalu, yakni penolakan jenazah Covid-19.
Di sinilah peran ketua RT diuji. Bagaimana kepiawaiannya dalam meredam warganya untuk tetap berbelasungkawa tanpa dengan menganggap aib bahkan petaka bagi warganya. Sesungguhnya yang perlu kita cegah atau musuhi adalah virusnya, penyakitnya. Bukan orangnya. Apalagi sampai menghilangkan rasa kemanusiawian kita. Terlalu.
Terkini, ketua RT sedang dituntut kejelian dan transparansinya dalam pendataan warga terdampak Covid-19. Ketua RT bakal menjadi bulan-bulanan warganya, manakala memang betul-betul ada warganya yang miskin dan juga terdampak sekali dengan adanya Covid-19 ini, khususnya secara ekonomi, tetapi tidak mendapatkan bantuan apapun.
Hal ini akan menjadi bom waktu. Perpecahan, rasa ketidak-adilan bakal mencabik-cabik solidaritas kerukunan tetangga yang selama ini sudah terjalin dengan harmonis.
Sungguh alangkah indahnya bila kerukunan dan remojong warga juga tetap diterapkan di tengah pandemi Corona ini. Antar warga, antar tetangga, saling menyadari, tahu diri serta waspada dengan penyebaran virus Corona.
Bagi warga yang baru mudik, untuk tetap mematuhi anjuran pemerintah, mengisolasi diri secara mandiri dengan tidak berkecil hati. Sebaliknya warga masyarakat kampung tetap menerapkan sosial distancing dengan tidak abai terhadap nilai-nilai kerukunan dan kemanusiannya.
Antar warga, antar tetangga saling menguatkan satu sama lain. Keluarga yang mampu bisa membantu tetangga yang kesusahan karena terdampak Corona, walau sekedar berbagi masker, handsanitizer atau sembako. Buang jauh-jauh kecurigaan yang berlebihan, serta tetap memanusiakan sesama manusia, meski ia dinyatakan positif Corona.