Mohon tunggu...
Khulia Ihda Faricha
Khulia Ihda Faricha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember

Mahasiswa Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pemanfaatan Tanaman Hiperakumulator dan Mikoriza sebagai Upaya Pengendalian Cekaman Logam Berat (Mn) pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.)

15 Juni 2024   11:31 Diperbarui: 15 Juni 2024   12:00 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Khulia Ihda Faricha dan Sundahri

Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember

LATAR BELAKANG

            Kedelai merupakan tanaman pangan yang penting di Indonesia setelah padi dan jagung. Kebutuhan konsumsi kedelai setiap tahunnya mengalami kenaikan, namun hal ini tidak sejalan dengan produksi kedelai di Indonesia yang cenderung masih fluktuatif. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai di Indonesia, pemerintah melakukan kebijakan dengan cara impor kedelai (Grace dkk., 2021). Salah satu penyebab rendahnya produksi tanaman kedelai yaitu adanya cekaman logam berat pada tanah. Cekaman logam berat diantaranya disebabkan oleh penggunaan pupuk dan pestisida kimia.

Penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Selain itu, residu dari pupuk dan pestisida dapat berdampak pada pencemaran tanah. Salah satu bahan pencemar yang berbahaya bagi tanah yaitu logam berat. Pemakaian logam berat yang berlebihan akan bersifat toksik karena sulit terurai dan sulit terabsorbsi dengan baik. Kontaminasi logam berat di dalam tanah dapat membuat makhluk hidup di sekitarnya menjadi lebih rentan terkena penyakit (Sari dkk., 2019). Menurut Khuwarizmi (2023), logam berat yang yang dapat mencemari tanah dan lingkungan diantaranya yaitu besi (Fe), merkuri (Hg), kadmium (Cd), tembaga (Cu), krom (Cr), nikel (Ni), arsen (Ar), timbal (Pb), dan mangan (Mn). Salah satu logam berat yang berbahaya bagi tanaman dan dapat mencemari tanah yaitu mangan (Mn).

Mangan (Mn) merupakan salah satu unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit. Namun jika ketersediaan Mangan (Mn) dalam tanah terlalu banyak akan menimbulkan cekaman logam berat pada tanaman. Cekaman logam berat (Mn) dapat menghambat proses penyerapan unsur hara oleh tanaman, sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan produksi tanaman menurun. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengatasi cekaman logam berat mangan (Mn) pada tanaman kedelai dengan menanam tanaman hiperakumulator dan pengaplikasiaan mikoriza.

PEMBAHASAN                

            Mangan (Mn) merupakan unsur hara mikro non essensial yang diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit dan banyak ditemukan pada tanah yang memiliki pH rendah. Unsur hara (Mn) berperan dalam pembentukan protein dan vitamin C, mensintesis klorofil daun, mempercepat proses enzimatik tanaman, serta memecahkan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen pada proses fotosintesis (Lasoma & Jamin, 2022). Ketersediaan unsur (Mn) yang berlebihan dalam tanah dapat menyebabkan proses penyerapan unsur hara oleh tanaman menjadi terhambat dan defisiensi pada tanaman kedelai. Gejala defisiensi Mangan diantaranya seperti klorosis yang ditandai dengan berubahnya warna daun dari hijau menjadi kuning lalu memutih, serta gejala nekrosis pada daun yaitu munculnya bercak kuning kecoklatan diantara tulang daun dan jika gejalanya sudah parah maka daun akan mengering kemudian gugur (Darmawan, 2015).

            Pengendalian cekaman logam berat (Mn) dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman hiperakumulator dan pengaplikasian mikoriza. Pada umumnya, lahan yang tercemar dapat diperbaiki dengan memanfaatkan organisme hidup seperti tanaman. Hiperakumulator merupakan tanaman yang mampu menyerap logam berat sekitar 1% dari berat keringnya. Tanaman hiperakumulator memiliki karakteristik seperti sifat toleransi terhadap kandungan logam yang tinggi, cepat menyerap logam berat yang terkandung dalam media tumbuh sehingga dapat ditranslokasikan dari akar ke pucuk tanaman agar tanaman tidak toksik dan tetap tumbuh, serta dapat menghasilkan biomassa yang tinggi hanya dalam waktu yang cepat, mudah ditanam, dan dipanen. Tingkat toleransi kandungan logam yang tinggi disebabkan oleh kemampuan tanaman dalam menyimpan logam berat pada vakuola sel. Pertumbuhan tanaman yang toleran tidak akan terhambat oleh tingginya toksisitas pada lingkungan (Darmawan, 2015).

            Tanaman hiperakumulator terdiri dari berbagai macam jenis, namun yang banyak dibudidayakan di Indonesia  diantaranya yaitu tanaman lamtoro dan tanaman jarak pagar. Tanaman lamtoro termasuk jenis tanaman yang dapat tumbuh dan mudah beradaptasi di daerah tropis. Tanaman lamtoro memiliki akar yang kuat sehingga berfungsi untuk mencegah terjadinya tanah longsor dan tanah disekitar pertanaman lamtoro akan subur karena kemampuan akarnya yang dapat mengikat nitrogen. Selain itu, tanaman lamtoro mampu mereduksi bahan pencemar atau kontaminan menjadi zat yang tidak berbahaya dan bahkan menjadi bahan yang dapat digunakan kembali. Sedangkan jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh di kondisi lingkungan yang ekstrem seperti lahan sub optimal, lahan tercemar, dan lahan kurang subur. Tanaman jarak pagar biasanya digunakan dalam program penghijauan di lahan bekas pertambangan (Osalina, 2015).

            Pemanfaatan tanaman hiperakumulator dalam pengendalian cekaman logam berat (Mn) pada tanaman kedelai dapat dilakukan dengan menggunakan metode cawan. Dikatakan metode cawan karena sistem perakaran tanaman berbentuk seperti cawan. Metode cawan hampir sama dengan teknik tumpangsari yaitu menanam dua atau lebih tanaman dalam areal lahan yang sama. Namun kedua teknik ini memiliki perbedaan dari segi waktu penanaman. Metode cawan menggunakan waktu tanam yang berbeda-beda untuk setiap jenis tanaman, tanaman hiperakumulator yang pertama ditanam harus mempunyai struktur perakaran yang lebih panjang dibandingkan dengan tanaman hiperakumulator yang akan ditanam berikutnya. Tanaman lamtoro gung, jarak pagar, dan kedelai ditanam dengan waktu yang berbeda. Jarak pagar ditanam pertama sebelum kedua tanaman lainnya dengan rentang waktu 2 minggu, kemudian dilanjutkan tanaman lamtoro dan kedelai menggunakan jarak antar tanaman 10 cm (Osalina, 2015). Sebelum ditanam perakaran kedelai diberi mikoriza agar dapat membantu penyerapan unsur hara. Mikoriza berfungsi dalam meningkatkan produksi tanaman kedelai, karena mampu menyerap unsur hara seperti Nitrogen, Phospor, dan Kalium pada tanah, memperbaiki struktur tanah, serta dapat mengurangi dampak negatif dari kontaminasi logam berat (Darmawan, 2015).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun