Terjerembabnya NU dalam politik kekuasaan berawal dari kesediaan Gus Dur sebagai capres Pemilu 1999, serta cawapresnya Ketua PBNU Hasyim Muzadi pada Pemilu 2004.Â
Hingga pelibatan struktural NU dalam Pilpres dan pada kasus pilkada didaerah, yang nyatanya tidak malah berkontribusi positif bagi NU baik secara kelembagaan maupun kultural.
Sehingga dalam menyikapi Pilpres 2014, hal yang harus dikedepankan adalah literasi politik nahdliyin yang sebenarnya. Bukan hanya menjadi "pendulang (vote gater)" dalam kalkulasi kuantitas dan peran cultural broker (Clifford Geertz, 1955:32).Â
Akan tetapi juga harus mampu menjelma menjadi kekuatan civil society yang menjalankan peran counter balancing terhadap negara dari peran opinion leader yang selama ini dimiliki NU. Mengingat, politik hanyalah "salah satu" bentuk dari pilihan yang ada di kehidupan kita yang berada pada domain bernama "privasi".Â
Yang artinya setiap orang "berhak" untuk memilih sesuatu berdasarkan apa yang dia sukai (tentunya dia yakini baik bagi dirinya) dengan tanpa keharusan menjelaskan mengapa dia menyukai hal tersebut (baca: privasi).
Pilihan politik adalah sesuatu yang sederhana, sama dengan kenapa kita menyukai sebuah warna favorit tertentu, makanan tertentu, film tertentu tanpa harus bilang bahwa warna yang kita sukai adalah yang terbaik, dan warna orang lain tidak ( baca: salah ), atau makanan yang kita sukai adalah yang terbaik, lalu kita marah-marah dan menghujat ketika orang lain memilih makanan yang lain.
Keyakinan diri yang harus dimunculkan adalah bahwa dua pasang anak bangsa ini adalah mereka yang terbaik yang dapat memimpin Indonesia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing.Â
Mari kita pelajari dan pahami seluruh program yang mereka tawarkan, dengan segala kemampuan nalar dan logika masing-masing. simpan pilihan dalam hati dan wujudkan hak suara nanti.Â
Seperti yang pernah disampaikan oleh KH. Mustofa Bisri " Kalau kita boleh meyakini apa yang kita anggap benar, kenapa orang lain tidak boleh mempertahankan apa yang mereka yakini?" Ini Pesta Demokrasi, mari kita hiasi dengan visi dan misi bukan saling mencaci dan mencederai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H