Ibu
Kemana tangismu bermuara?
Jiwa kerdilku tak miliki ruangÂ
Sekedar menampungnya sajaÂ
Bukan usap jelaga di palung pilu hatimu
Sedang tawamu tlah kutelan dalam-dalam
Kusemai di ladang hati
Berkecambah senyumÂ
Menjelma kokoh jasadku terima terpaan badai semesta
Ibu
Tetaplah pancarkan cahayaÂ
Aura wajah kelembutan
Meski tubuhmu rebah di alas tikar usang
Dan saremu hari itu terusik mimpi penuh air mata
Sedang matahari tlah kuculik dari bening matamuÂ
Temani jejak-jejak jiwaku di setapak hidup
Ibu
Toh uripmu sebagai wong alit
Abdi dalem negara
Tak sama seperti ceruk berisikan intan permata
Lalu dengan mudah terjual
Bergelimang mata uang
Dapat meminang barang-barang semewah wajah gedung bintang lima
Tetaplah berirama ibu
Lakon musik hatimu
Biar kudengar
Setidaknya gerak tangan dan kaki takdir anakmu bisa dipersembahkan indah di panggung dunia
Atau boleh saja kau persembahkan ratapan di dalam mangkuk makanku
Namun sebuah renungan kalimat suci doa kau ketukkan di pintu langit
Agar diterima
Kediri, 15 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H