Mohon tunggu...
Khotimah S. Wulandari
Khotimah S. Wulandari Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Pembelajar I Karena belajar adalah hal mutlak dan kontinuitas yang abadi, maka belajarlah untuk hidup dan hiduplah untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

[Ulasan Buku] Quiet karya Susan Cain

4 Juni 2020   20:45 Diperbarui: 4 Juni 2020   20:49 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah "introver" akhir-akhir ini mulai viral dibicarakan di media sosial. Awal mulanya karena kasus Indira Kalistha yang tidak mengindahkan protokol kesehatan di masa pandemi seperti saat ini. Bukannya merelai masalah, justru klarifikasi Indira dalam obrolannya bersama Deddy Corbuzier menuai masalah baru.

Netizen tidak segan-segan "menuduh" Indira berlindung di balik istilah introver atas masalah yang menimpanya. Indira mengklaim bahwa dirinya adalah seorang introver, yang katanya suka ngomong dulu baru mikir. Saya kira pernyataan Indira bukanlah suatu kesalahan, tapi kekeliruan. Mungkin saja Indira belum betul-betul memahami istilah introver yang sebenarnya. 

Beralih dari kasus Indira, mungkin teman-teman bertanya apa sih introver itu? Mengapa bisa dipermasalahkan oleh banyak netizen dan menjadi viral dalam kasus yang menimpa Indira? Yuk kita bahas bareng-bareng.

Tahun 2012 silam lahir buku yang bisa dibilang ber-genre self-help dan psikologi. Buku ini menjadi best seller di New York Times. Judul bukunya dalam versi asli yaitu "Quiet: The Power of Introverts in a World That Can't Stop Talking".

Dari judulnya saja sudah menarik perhatian, terutama bagi saya pribadi karena suka akan bacaan bertema psikologi apalagi psikologi kepribadian. Dan saya sangat berterimakasih kepada Kak Mawar Amelia Pasaribu karena sudah menerjemahkan buku ini kedalam versi bahasa Indonesia.

Quiet ditulis oleh Susan Cain, mantan pengacara dan alumnus Harvard University sekaligus pemilik kepribadian introver. Bisa dibilang buku ini menjadi bukti bahwa introver adalah manusia yang juga berdaya. Persis seperti judul buku ini, Daya Introver di dalam Dunia yang Tidak Bisa Berhenti Bicara.

Buku ini diterbitkan oleh penerbit ANDI (Yogyakarta) pada 2013. Buku dengan jumlah 410 halaman ini berisi 4 bab dan 11 subbab. Saya yakin teman-teman akan tertarik untuk membaca buku ini walaupun hanya membaca daftar isinya saja. Atau bahkan ketika membaca judulnya saja.

Bagian pertama: Model Ekstrover

Di bagian pertama Cain mengenalkan kita pada model kepribadian ekstrover. Tidak jarang kita dengar introver dinilai sebagai pribadi yang sombong, pendiam, apatis, dan kaku. Bahkan parahnya disebut juga sebagai antisosial. Padahal hal-hal tersebut tidaklah sama dengan introver. 

Sebaliknya, ekstrover seringkali dipandang sebagai kepribadian yang ideal. Mudah bergaul, mempunyai semangat tinggi, banyak teman, menjadikan ekstrover diunggulkan daripada introver.

Di buku ini Cain pun menjabarkan perbedaan antara introver-ekstrover. Tentu keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ekstrover dengan lingkaran sosial yang luas dan semangatnya yang tinggi, ternyata tidak menjadi jaminan untuk bisa memimpin suatu kelompok. 

Tapi introver dengan kemampuannya sebagai pemikir dan perencana yang baik cenderung lebih mampu melakukannya. Menarik bukan?

Tentunya kolaborasi introver-ekstrover sangat mungkin terjadi. Bahkan Cain pun mengatakan bahwa kelompok yang ideal adalah adanya percampuran anggota dari dua kepribadian tersebut.

Terpenting keduanya bisa saling memberikan ruang untuk bekerja dalam kepribadian masing-masing, sehingga tidak mematikan kemampuan salah satunya.

Bagian kedua: Biologi Anda, Diri Anda Sendiri?

Di bagian ini kita diajak untuk mengetahui perbedaan temperamen dengan kepribadian. Cain menggambarkan temperamen sebagai pondasi, dan kepribadian adalah bangunan di atasnya. Hal yang menarik adalah, temperamen melekat sejak lahir dan kepribadian terbentuk karena adanya pengaruh dari lingkungan dan budaya.

Introver yang lebih suka berpikir sebelum berbicara atau bertindak, seringkali perlu berlatih skill of public speaking. Hal ini tentu membantu mereka untuk bisa menguasai podium.

Dalam hal ini Cain pun suka-suka membagikan rahasianya. Latihan yang intensif dan berkala, juga berbicara akan topik-topik yang sangat berarti adalah salah satunya.

Bagian ketiga: Apakah Semua Budaya Memiliki Model  Ekstrover?

Menjadi bagian yang paling singkat, karena hanya berisi satu subbab. Disini Cain menjelaskan sedikit perbedaan antara orang Asia dan Amerika, yang mana Asia dikenal sebagai introver dan Amerika sebagai ekstrover.

Cain juga menyuguhkan biografi Mahatma Gandhi sebagai figur introver. Sebagai sosok introver yang dikenal memiliki kelembutan dan ketenangan yang tinggi, ia berpegang pada prinsip bahwa keheningan adalah bagian dari disiplin spiritual pecandu kebenaran. 

Keheningan adalah bagian dari disiplin spiritual pecandu kebenaran.

Cain juga menekankan bahwa perbedaan kepribadian tidak lebih tinggi satu sama lain. Bukan untuk saling mengungguli. Tapi memang karena berdasar pada perbedaan budaya, sehingga berdampak kuat pada gaya kepribadian seseorang.

Bagian keempat: Bagaimana Mencintai, Bagaimana Bekerja

Bagian ini adalah yang paling menarik bagi saya. Bisa saya sebut sebagai jantung dari buku ini. Mengapa? Karena dimana pun kita hidup pastilah akan menemui hal-hal yang berbeda dengan kebiasaan kita, termasuk tipe kepribadian. Dan bagaimana pun perlu bagi kita untuk bisa berbaur dan terbiasa dengan perbedaan tersebut. Entah berhasil atau tidak, tapi setidaknya berusaha. Dan disini Cain membagikan kiat-kiatnya.

Di bagian terakhir ini, Cain memberikan suatu teori dari Brian Little yang dinamakan Teori Sifat Bebas. Teori ini memiliki unsur-unsur pendukung yaitu pengawasan diri, relung penyembuhan, dan perjanjian sifat bebas.

Singkatnya, teori ini menyebutkan bahwa seseorang dengan tipe kepribadian tertentu bisa keluar dari kepribadian itu dan bersikap dengan kepribadian yang lain. Seperti kepribadian introver beralih ke ekstrover, atau sebaliknya.

Tentu hal ini sangat mungkin bisa untuk dilakukan, karena sejatinya setiap manusia memiliki dua sisi kepribadian ini. Hanya saja kadarnya berbeda, lebih banyak salah satunya, sehingga tipe itulah yang dominan pada diri seseorang. 

Teori ini juga mengingatkan bahwa menjadi di luar kepribadian yang asli kurang baik untuk kesehatan. Maka, setelah seseorang berencana untuk bersikap di luar dirinya sendiri (perjanjian sifat bebas), kemudian melakukan akomodasi atau adaptasi (pengawasan diri), perlu untuk menempatkan diri pada kepribadian yang asli (relung penyembuhan). 

Penutup

Secara umum buku ini berisi tentang kisah dari orang-orang sukses dengan latar belakang kepribadian introver, yang dikemas dengan penambahan teori dan pengalaman pribadi penulis. Tentunya buku ini sangat pas dibaca oleh teman-teman yang juga berkepribadian introver. 

Tapi teman-teman dengan kepribadian sebaliknya pun -ekstrover- juga perlu membaca buku ini, agar bisa memahami pribadi introver itu seperti apa. Sangat penting untuk menjaga kelangsungan interaksi antara introver-ekstrover, karena seperti yang kita tahu bahwa dalam kehidupan ini jenis manusia dari dua kepribadian tersebut nyata adanya.

Semoga bermanfaat :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun