Mohon tunggu...
Siti Khotimah
Siti Khotimah Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Menulis adalah kegiatan budaya manusia untuk mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi, diri sejati yang tersembunyi dan bahasa yang tersembunyi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepulangan Rizieq Shihab, Populisme Islam dan Demokrasi

21 Desember 2020   20:10 Diperbarui: 21 Desember 2020   21:19 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kembalinya Muhammad Rizieq Shihab ke Indonesia telah menjadi perhatian publik dan memunculkan sejumlah pembacaan seputar agenda apa yang direncanakan oleh Rizieq Shihab ini. Apa konsekuensi dari gerakan-gerakan tersebut? Bagaimana pemerintah merespon keadaan ini? Dan bagaimana nasib keadaban kewargaan kita?


Tulisan ini tidak memandang status atau secara personal dari diri Rizieq Shihab, melainkan dampak sosial yang timbul dari kepulangan Rizieq Shihab dari Arab Saudi ke Indonesia. Tulisan ini berusaha memperjuangkan prespektif yang saya yakini.


Indonesia yang tergolong masih berusia muda ini, sering mengalami riak-riak kecil yang menimpa, sejarah menuliskan itu. Peristiwa bentrokan kelompok Nasionalis, Agamis, sampai Komunis sering terjadi. Fenomena hari ini tidak sedahsyat seperti pemberontakan pada masa PKI, DI/TII dan lainnya.


Sejak dekade awal abad ke-20 hingga sekarang, sekurang-kurangnya ada tiga masalah  penting yang menimbulkan pertentangan di antara sesama umat Islam di Indonesia. Pertama,  pertentangan ideologis antara kelompok yang menginginkan Islam dijadikan sebagai ideologi  negara dan kelompok yang mengutamakan kebangsaan sebagai dasar negara. Kedua, perbedaan Sejarah Konflik Ummat Islam di Indonesia paham keagamaan di antara gerakan-gerakan Islam.  Ketiga, perbedaan dalam masalah hakikat dan arah kebudayaan Indonesia, termasuk  bagaimana  seharusnya menyikapi budaya  asing/Barat. Ketiga  jenis konflik  ini kadangkala tumpang tindih satu sama lain, dan biasanya  kepentingan  sosial, ekonomi  dan politik  turut  mempengaruhi tinggi  rendahnya suhu konflik yang bersangkutan.


Polarisasi politik Islam memang sudah termasuk turun-temurun atau genetik, bagaimana awal pendirian negara ada proses tawar menawar antara Islam menjadi Nasionalis yang cukup rumit.
Ingatan-ingatan kelompok pewaris lahir Kembali, dengan momentum yang pas. Kejadian penggugatan Ahok. Artinya ada kesadaran masa lalu yang menempatkan bahwa pemimpin tidak boleh dari orang yang beragama non-Islam.


Kenapa Gerakan ini massif?
Peristiwa 212 ini berawal di titik kota  Jakarta, dimana memiliki episentrum terhadap mobilisasi massa, yang tentunya tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan politis.  Para politisi memandang ada kesempatan-kesempatan tertentu dari masalah ini.
Dalam sejarah tidak pernah ada mobilisasi massa pasca reformasi yang sehebat peristiwa 212, karena dalam demonstrasi ini merangkul hampir semua Ormas Islam secara tidak langsung ikut terlibat.


Kenapa generasi millennial mudah tertarik dengan isu kelompok-kelompok Islam Ekstremis?
Hal ini disebabkan karena minimnya kelompok Ormas di dalam masyarakat urban.  Dengan terus-menerus diekoki oleh dogma-dogma agama perihal istilah jihad, surga, dan lainnya, langsung bisa menarik orang yang masih awam untuk bergabung dengan mereka.
Apalagi wawasan kebangsaan dan kebudayaan generasi millennial ini tidak terlalu baik, dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Karena generasi Millenial terbawa arus informasi dan teknologi yang begitu cepat. Lantas dengan demikian generasi millennial harusnya kembali membaca sejarah-sejarah Indonesia di masa lalu. Sehingga tren "hijrah" banyak digandrungi oleh kaum Millenial ini.

Tiga Gejala Rizieq:

  • Reprofilling dan Revitalisasi gerakan oposisi dalam periode kedua Jokowi.

Muncul sebagai figure diatas Jokowi. Seperti tidak menyertakan pemerintah dari kegiatan-kegiatan yang ia lakukan. Dan juga karena kekosongan kritik untuk pemerintah, sehingga kekosongan ini diisi olehnya.

Namun, kabar pembunuhan 6 orang Laskar Pembela Islam oleh pihak polisi adalah bukti ketidakmampuan pemerintah dalam menanggapi masalah ini.

Gerakan-gerakan yang ia bangun tidaklah menggunakan cara-cara modern, sehingga hal ini memotong mekanisme demokrasi.

Secara esensial Ketika semakin banyak yang bersuara, maka semakin mendewasakan proses demokrasi, akan tetapi jika tidak bisa menyikapinya dengan dewasa, bisa menjadi ancaman.

Peristiwa ini akan diamnfaatkan untuk momentum pemilu 2024. Karena gerakan-gerakan yang dibangun ini bukanlah tren negara "khilafah", tapi dengan mengangkat isu meminta tempat yang prioritas untuk orang islam, dan orang-orang yang diluar lingkaran ini dianggap musuh.

Fenomena populisme Islam ini bisa disebabkan oleh ketidakteraturan negara dalam mengelola dan mensosialisasikan cara bernegara yang benar. Populisme Islam bukanlah ide baru.

Mencermati fenomena di atas dapat di gambarkan bahwa gerakan ini merupakan kepanjangan kejadian-kejadian sebelumnya. Hal ini tentu berbeda dengan karakter masyarakat Indonesia  yang cenderung berkarakter damai, moderat dan akomodatif. Perbedaan karakter tersebut tentunya  kalau  dipaksakan akan terjadi konflik ideologi maupun gerakan di masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun