Langkah senyap pemerintah dan DPR melancarkan aksinya untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta kerja akhirnya terwujud. DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna yang diadakan pada hari ini, Senin (5/10/2020).
Sangat disayangkan kerja keras DPR yang terkesan ngebut ini, justru berporos kepada para elit pemegang kekuasaan yang mengendalikan seluruh tatanan kepemerintahan saat ini, tentunya itu sudah disinggung pada tulisan saya sebelumnya yang membahas tentang oligarki kolektif.
Tidak hanya terbawa euforia kawan-kawan yang ramai menyuarakan “Tolak Omnibus Law”, tapi setelah mengetahui sedikit bagaimana dampak adanya RUU Ciptaker ini terhadap kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup, khususnya diri kita sendiri.
Kebakaran Hutan Terjadi Berulang Kali
Kegagalan politik muncul akibat pemerintah tidak bisa atau bisa jadi tidak akan menjalankan kebijakan yang efektif. Hal itu sering terjadi karena industri ekstraktif besar menjadi pemain dominan dalam sistem ekonomi yang mengklaim menjadi pihak yang paling dirugikan jika pemerintah menegakkan aturan-aturan yang pro lingkungan hidup.
Dari pemantauan KLHK , sampai saat ini sudah ada 64 perusahaan perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri, yang diduga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan, yang telah disegel. Beberapa di antaranya mengalami kebakaran berulang sejak tahun 2015. Ia mencontohkan kasus PT Ricky Kurniawan Kertapersada di Kabupaten Muaro Jambi.
Kebakaran hutan dan lahan kian meluas dan kabut asap semakin parah, BNPB kewalahan padamkan api. Kebakaran hutan: 'Kami adalah penjaga hutan Kalimantan' - Kisah para perempuan 'penakluk api'.
Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik, menyebut proses hukum kali ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa mereka serius menindak para pelaku.
UU Ciptaker Merampas Perlindungan Lingkungan Hidup
Kegagalan ekonomi rupanya terjadi karena kegiatan-kegiatan yang merusak lingkungan justru mendapat penghargaan secara finansial. Artinya, kita tahu sebuah produk tak ramah lingkungan tapi ia tetap laku. Bahkan mendapatkan penghargaan secara finansial. Hutan ditebang dan dikonversi karena memberikan nilai tambah besar dibanding jika hanya tegakan-tegakan pohon semata. Perizinan PLTU, Tambang, Batu bara kian digalakkan oleh para investor dalam negeri maupun asing.
Seperti yang dilansir dalam Forestdigest.com setidaknya ada sepuluh perubahan pasal dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang justru berpotensi dilemahkan.