Mohon tunggu...
M. Kholilur Rohman
M. Kholilur Rohman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pegiat literasi yang berasal dari Kota Sumenep sekaligus Murabbi Ma'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) UIN Malang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Buku-buku yang Berserakan

11 Agustus 2024   07:30 Diperbarui: 11 Agustus 2024   07:32 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada lagi yang berminat mengunjungi perpustakaan. Semua buku-buku di dalam perpustakaan hanya dijadikan pajangan belaka yang semakin lama semakin berdebu, rusak, lalu dibuang tanpa perasaan bersalah. Ada juga buku yang tidak sampai rusak, tapi malah hilang tanpa jejak. Semua itu terjadi di banyak tempat; sekolah, perguruan tinggi, Kabupaten, maupun ruang-ruang kecil lainnya yang tak tersentuh anggaran Negara.

Hal serupa terjadi di salah satu sekolah Negeri di daerah M yang perlahan-lahan sedang merencanakan penggusuran perpustakaan karena dianggap hanya menghabiskan banyak anggaran Negara. Tanpa memberikan efek positif yang bisa membawa Negara ini menjadi lebih maju. Begitu kata kebanyakan orang.

"Bagaimana kalau kita bersihkan saja buku-buku ini dari sini. Daripada hanya menjadi tempat sunyi tanpa makna. Mungkin lebih baik, tempat ini berubah menjadi tempat yang lebih menghasilkan. Koperasi atau mungkin supermarket misalnya," ujar Pak Zainur. Kepala sekolah yang sudah menjabat selama sepuluh tahun.

"Tunggu dulu, Pak. Kita tidak boleh mengambil tindakan tanpa pertimbangan yang matang," balas Pak Yadik. Seorang guru senior yang gemar membaca, menulis banyak hal, dan bertahan dengan segala kesederhanaan di tengah hedonisme masyarakat.

"Apalagi yang mau kamu pertimbangkan, Pak? Sudahlah, perihal posisimu nanti, akan kutempatkan di tempat yang layak dari sekadar penjaga perpustakaan. Bukannya kamu senang jika bisa mendapatkan lebih banyak uang dari sebuah pekerjaan?" Ucap Pak Zainur lalu menyunggingkan senyum.

Pak Yadik terdiam. Sebagai bawahan, ia tak bisa berbuat lebih. Apalagi jika boleh jujur, apa yang baru saja dikatakan oleh Pak Zainur ada benarnya juga. Ia membutuhkan lebih dari sekadar nominal gaji bulanan yang biasa ia terima dari bulan-bulan sebelumnya. Sebab, ia harus membayar banyak tagihan, membeli beragam aksesoris untuk calon anaknya, dan kebutuhan keluarga yang selalu saja membengkak.

Namun, dalam hati kecil Pak Yadik masih menyimpan resah dan rasa tidak setuju atas apa yang hendak dilakukan oleh atasannya. Memang, mencari uang adalah hal yang lumrah. Apalagi di zaman sekarang, semua jenis kebutuhan mengalami kenaikan harga, gaya hidup yang semakin modern, dan belum lagi tuntutan yang lain. Tapi bukankah masih banyak cara untuk meningkatkan pemasukan tanpa harus mengorbankan salah satu lahan pendidikan seperti perpustakaan?

Tak tahan dengan rasa gelisah itu, Pak Yadik akhirnya menyampaikan apa yang mengganggu isi kepalanya pada sang istri. Ia menceritakan dari awal bagaimana keadaan perpustakaan sekolah yang semakin ke sini semakin sepi pengunjung, buku-buku yang mulai berdebu, rusak, berserakan, lalu menghilang begitu saja tanpa ada satu orang pun yang mencari.

"Wadduh, kok bisa seperti itu ya, Pak? Padahal di masa kita dulu, buku sering dijadikan bahan diskusi dan bermain di banyak tempat," respon Sumiyati begitu selesai mendengarkan cerita dari suaminya.

"Entahlah, Dik. Mungkin ini dampak dari kemajuan teknologi. Anak-anak tidak lagi menyukai buku. Mereka lebih suka bermain gadjet, dan mungkin membaca beragam e-book dari sana," ucap Pak Yadik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun