"Apa itu?" Tanya Pak Yadik penasaran.
Irfan tak langsung menjawab. Sejenak hening menyelimuti keduanya.
"Yang lebih penting adalah penanaman rasa cinta baca buku oleh seorang guru terhadap muridnya. Entah dengan cara yang bagaimana. Tapi yang jelas, jika itu sudah berhasil tertanam kuat dalam diri seseorang, maka tanpa perpustakaan pun, siswa dan siswi akan tetap membaca dari arah mana saja. Bisa jadi mereka mencari dan membeli buku di luar, membaca dari internet, bahkan mungkin membaca semesta raya," tandas Irfan.
Jawaban yang cukup bijaksana sekaligus mengkritik para guru yang sepertinya, belum melakukan itu. Tapi tetap saja, bukan jawaban itu yang Pak Yadik inginkan. Ia ingin mencari siswa dan siswi yang betul-betul serius menyayangi dan mencintai eksistensi buku di sekolah ini. Salah satunya ialah melalui adanya perpustakaan.
Pak Yadik memutuskan untuk pulang. Ia sudah pasrah dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Sekolah kemarin. Dan jika memang nantinya penggusuran itu mengakibatkan banyak buku yang berserakan, tanpa ada seorang pun yang berniat menolong dan merawat buku-buku itu, Pak Yadik siap kembali memungut buku-buku yang berserakan itu, menatanya di dalam kamar, bahkan membuka ruang baru di dalam rumah demi tertampungnya semua buku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H