Mohon tunggu...
M. Kholilur Rohman
M. Kholilur Rohman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pegiat literasi yang berasal dari Kota Sumenep sekaligus Murabbi Ma'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) UIN Malang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Guru yang Kehilangan Dirinya

28 Juli 2024   15:35 Diperbarui: 28 Juli 2024   15:41 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Oh, Pak Usman. Ada apa, Pak?" Tanya Pak Kodir yang langsung menjabat tangan tamunya.

"Ini, Pak. Ee..perihal yang kemarin, saya mau mengambil tawaran bapak untuk menjadi kuli bangunan. Untuk urusan sekolah sudah saya kondisikan, Pak. Kemarin saya sudah mengurus surat pemberhentian," jelas Pak Usman.

Spontan raut wajah Pak Kodir berubah. Sebelum pembahasan berlanjut lebih jauh, Pak Kodir mempersilahkan Pak Usman untuk duduk di kursi teras rumah. Mencoba memberikan ketenangan dan pengertian atas penjelasan yang akan disampaikan.

"Mohon maaf, Pak. Bukan bermaksud melanggar atau mempermainkan bapak. Tapi semalem, ponakan saya dari kampung menelpon kalau dia butuh pekerjaan. Pekerjaan apapun asalkan itu halal. Karena dia baru saja berkeluarga dan harus memenuhi banyak kebutuhan, jadi saya berikan jatah satu orang kuli itu pada ponakan saya," ucap Pak Kodir dengan pelan. Berusaha memberikan pengertian.

"Dan lagi, saya tidak tega Pak kalau mendengar cerita ponakan saya tentang bagaimana mertuanya menuntutnya untuk segera bekerja. Bukan apa-apa, dia masih tergolong remaja yang masih belum bisa mencari dan memanfaatkan peluang. Maklum, dia lahir dari rahim orang kaya yang harus bangkrut karena ditipu orang. Jadi ponakan saya belum terbiasa hidup keras seperti kita ini," tambah Pak Kodir.

Pak Usman mendengarkan tanpa sedikit pun menjeda penjelasan Pak Kodir. Pak Usman membayangkan, jika seandainya ia berada di posisi Pak Kodir, mungkin ia akan melakukan sebagaimana yang dilakukan Pak Kodir. Berat memang. Apalagi ketika berhubungan dengan keluarga atau kerabat dekat.

"Ya sudah, Pak. Tidak apa-apa. Kalau begitu, saya langsung mohon pamit," ucap Pak Usman lalu beranjak dan pergi setelah bersalaman.

Sepanjang perjalanan pulang, Pak Usman bingung mau menjelaskan bagaimana nanti pada istrinya. Keputusannya mengambil proyek kurang cepat hingga keduluan yang lain. Sungguh, mencari dan mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang memang tak semudah yang dibayangkan.

Di sisi lain, Pak Usman sudah melepas profesinya sebagai guru. Profesi yang sudah dinggap sebagai jati diri Pak Usman sendiri. Semua itu demi uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dan sekarang, Pak Usman sudah kehilangan jati dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun