Mohon tunggu...
M. Kholilur Rohman
M. Kholilur Rohman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pegiat literasi yang berasal dari Kota Sumenep sekaligus Murabbi Ma'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) UIN Malang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Guru yang Kehilangan Dirinya

28 Juli 2024   15:35 Diperbarui: 28 Juli 2024   15:41 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber Gambar: Pontas.id

Pak Usman tak langsung memberikan respon. Spontan percakapan beralih pada hal-hal lain. Sampai pada setengah jam kemudian, Pak Usman pamit pulang dan akan memberikan jawabannya besok. Antara iya dan tidak, Pak Usman tidak bisa langsung memutuskannya sekarang.

***

Di ruang tengah, Pak Usman berdiskusi dengan istrinya perihal keputusan apa yang akan diambil. Antara tetap idealis menjadi guru sebagai pendidik generasi bangsa, meski sangat minim gaji yang diterima. Atau melepas kehormatan seorang pendidik demi mendapatkan uang guna menghidupi kebutuhan keluarga.

"Sudah, lepas saja profesi guru itu. Jika terus begini, kita bisa mati kelaparan, Pak. Lagian menjadi guru di sini, seperti tidak mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Apa mereka tidak sadar, kalau munculnya generasi hebat berasal dari kehidupan guru yang sejahtera," ucap sang istri.

Dalam hati, Pak Usman membenarkan apa yang dikatakan istrinya. Belum lagi dirinya sering mendapatkan kritikan dari para orang tua saat anak mereka nakal di rumah. Seolah-olah semua itu menjadi kesalahan guru. Padahal, orang tua juga punya tanggung jawab untuk menjaga tumbuh-kembang anak. Terutama saat berada di rumah. Dan Pak Usman masih ingat betul, beberapa hari yang lalu, dirinya diomelin oleh salah satu ibu dari anak didiknya.

"Ok kalau begitu, saya akan ambil proyek bersama Pak Kodir dan melepas profesi guru," ucap Pak Usman dengan tegas.

Sang istri yang mendengarkan keputusan suaminya langsung memeluk sang suami. Mata Farroha yang berkaca-kaca menunjukkan keterharuan dirinya atas keberanian sang suami. Mengingat Pak Usman adalah salah satu guru senior. Guru yang paling mengerti bagaimana sulitnya dan mulianya menjadi seorang guru.

Meski demikian, Pak Usman tetap bertekad untuk mengajar kembali setelah keadaan ekonomi keluarga kembali stabil. Sebab, nalurinya sebagai seorang guru dan kecintaannya pada proses belajar-mengajar tidak bisa ditukar dengan uang. Hal ini tertanam dalam diri Pak Usman sejak kecil. Saat orang tua Pak Usman masih hidup dan banyak melahirkan generasi-generasi hebat. Dan sang istri tahu persis semua itu.

Coba jika seandainya gaji Pak Usman sebagai guru terbilang cukup, mungkin sang istri tidak perlu repot-repot menyuruh suaminya untuk mencari pekerjaan lain. Apalagi di zaman sekarang, kemuliaan guru benar-benar menjadi tanda tanya besar.

***

Besok hari harinya, di sore yang cerah, Pak Usman langsung mendatangi Pak Kodir. Setibanya di depan rumah Pak Kodir, tanpa harus mengetuk pintu, sang pemilik rumah keluar sambil membawa tas hitam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun