Mohon tunggu...
M. Kholilur Rohman
M. Kholilur Rohman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pegiat literasi yang berasal dari Kota Sumenep sekaligus Murabbi Ma'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) UIN Malang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Guru yang Kehilangan Dirinya

28 Juli 2024   15:35 Diperbarui: 28 Juli 2024   15:41 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber Gambar: Pontas.id

Percakapan selesai. Farroha kembali ke dapur, sementara Pak Usman masih tetap di ruang tamu. Berpikir keras untuk keluar dari masalah ekonomi yang menghimpit keluarganya.

Muncul pemikiran untuk kembali berhutang pada orang yang selalu memberi Pak Usman uang, yakni Pak Kodir. Mungkin masih tersisa rasa kepercayaan dan kasih sayang pada dirinya, di tengah sifat kikir yang mulai menjadi penyakit banyak orang. Meski rasa itu sudah tercampur aduk dengan rasa jengkel karena sering menjadi sasaran berhutang oleh Pak Usman.

Tak butuh waktu lama, Pak Usman sudah sampai di depan rumah Pak Kodir. Seketika muncul rasa sungkan jika harus kembali memelas di hadapan Pak Kodir untuk mendapatkan pinjaman uang. Bukankah keluarga Pak Kodir juga sedang membutuhkan banyak uang di tengah beragam urusannya yang katanya kian sulit.

Bersamaan dengan perasaan itu, muncul juga wajah sang istri yang menagih uang belanja dengan begitu beringas, dan wajah lesu Adit yang meminta uang iuran dan jajan sekolah selama beberapa hari ke depan. Dua pemandangan itu yang menguatkan perasaan Pak Usman untuk kembali mengetuk pintu dan mengutarakan maksud dan tujuan kedatangannya.

Begitu Pak Kodir membuka pintu, Pak Usman disambut dengan baik. Sejenak keduanya berbasa-basi, lalu beralih dan duduk di ruang tengah. Ditemani setoples kue cokelat dan dua cangkir teh, Pak Usman menceritakan sejujur-jujurnya keadaan dan keinginannya menemui Pak Kodir. Sementara sang tuan rumah hanya mendengarkan dengan khidmat tanpa menjeda sedikit pun.

"Begini Pak Usman, untuk pinjaman uang yang sampean maksud tadi, sepertinya saya masih belum bisa bantu. Tapi, mungkin saya ada solusi lain yang bisa meringankan beban Pak Usman," jelas Pak Kodir dengan santai dan lugas.

"Solusi bagaimana, Pak?" Tanya Pak Usman kecewa bercampur penasaran.

"Kebetulan bulan ini, saya ada proyek pengerjaan gedung pemerintah dengan kolega saya. Nah, nanti sampean mungkin bisa bantu-bantu jadi kuli bangunan di sana, Pak. Meskipun bayarannya tidak besar, tapi insyaallah cukup buat kebutuhan sehari-hari," jelas Pak Kodir.

Pak Usman tak langsung merespon. Memang, menjadi kuli bangunan bukanlah hal yang baru dan berat bagi Pak Usman. Apalagi beberapa tahun lalu, Pak Usman juga pernah menjadi kuli bangunan di salah satu proyek masjid besar provinsi. Yang dipikirkan Pak Usman adalah kewajiban mengajarnya yang mungkin nanti akan terbengkalai.

"Berarti seharian ful kerjanya nggih, Pak? Soalnya saya juga ada tanggungan mengajar di sekolah," tanya Pak Usman sekaligus memberikan pernyataan.

"Betul, Pak. Berarti sampean harus libur dulu atau sekalian berhenti dari sekolah, Pak," jawab Pak Kodir tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun