Pemerintah Belanda memiliki aparat keamanan khusus yang bertugas mengawasi kegiatan politik di kalangan kaum pribumi untuk mencegah munculnya gerakan perlawanan terhadap kolonialisme.Â
Dalam konteks ini, menggunakan bahasa Belanda mungkin dianggap lebih aman oleh peserta kongres, karena penggunaan bahasa lokal seperti Melayu atau bahasa daerah lain dapat menimbulkan kecurigaan dari pihak kolonial.Â
Bahasa Melayu bisa dianggap sebagai bentuk kode komunikasi yang mencerminkan perlawanan, sedangkan bahasa Belanda dianggap lebih netral dan tidak menimbulkan kecurigaan.
Dari perspektif sosiolinguistik, keberagaman etnis dan bahasa di antara peserta kongres juga menjadi alasan logis mengapa bahasa Belanda digunakan. Peserta kongres berasal dari berbagai daerah di Nusantara, seperti Jawa, Sunda, Minahasa, Bugis, Bali, dan lainnya.Â
Setiap etnis memiliki bahasa daerah masing-masing, yang bisa menjadi hambatan dalam komunikasi apabila digunakan dalam forum kongres yang mengharuskan pemahaman bersama.Â
Meskipun bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca di banyak wilayah Nusantara, tidak semua peserta kongres menguasainya dengan baik, terutama dalam konteks formal.
Bahasa Melayu memang telah lama menjadi bahasa pergaulan dan perdagangan, namun dalam lingkungan resmi dan akademis, terutama di kalangan non-Melayu, penggunaan bahasa ini mungkin belum cukup efektif untuk mengungkapkan gagasan, visi, dan strategi perjuangan.Â
Para peserta dari luar Sumatra atau yang tidak memiliki latar belakang Melayu mungkin tidak terbiasa menggunakan bahasa Melayu secara formal.Â
Selain itu, pada masa itu, ragam bahasa Melayu masih beragam, dan belum terdapat standar bahasa Melayu formal yang jelas. Dialek Melayu pasar yang lebih sederhana mungkin dianggap kurang cocok digunakan dalam forum intelektual seperti kongres pemuda.
Sebaliknya, bahasa Belanda menawarkan satu bentuk bahasa yang seragam dengan tata bahasa dan aturan yang sudah jelas.Â
Hal ini memungkinkan para peserta kongres untuk mengekspresikan gagasan mereka dengan lebih efektif dan menghindari kesalahpahaman yang dapat terjadi akibat perbedaan dialek atau tingkat pemahaman bahasa di antara peserta.Â