Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Drama Kasus Pegi Setiawan: Psikologi Forensik, IQ, dan Keadilan

11 Juli 2024   10:17 Diperbarui: 11 Juli 2024   10:19 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Tribunjakarta.com (tribunnews.com) 

Kasus pembunuhan remaja Vina Dewi dan Muhammad Rizky (Eki) di Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 2016, kembali mengguncang publik setelah delapan tahun berlalu. Pegi Setiawan, yang dianggap sebagai otak dari kejahatan tersebut oleh pihak kepolisian, akhirnya ditangkap oleh Polda Jawa Barat pada bulan Mei 2024 setelah menjadi buronan selama delapan tahun. Namun, nasib Pegi Setiawan berubah ketika ia berhasil dibebaskan melalui praperadilan pada bulan Juli 2024, mengakhiri babak baru dalam drama hukum yang kompleks ini.

Pengungkapan kasus ini kembali mencuat berkat beberapa faktor yang mempengaruhi dinamika publik dan perhatian terhadap kasus tersebut. Salah satu faktor utama adalah rilis film adaptasi berjudul "Vina: Sebelum 7 Hari" oleh rumah produksi Dee Company. Film ini tidak hanya mengangkat kembali kisah nyata pembunuhan Vina, tetapi juga memunculkan kontroversi yang mendalam, menghidupkan kembali minat publik dan "memaksa" pihak kepolisian untuk melanjutkan penyelidikan karena masih ada beberapa nama dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), termasuk Pegi Setiawan, yang dijuluki sebagai Perong.

Selain itu, kasus ini juga diperumit oleh adanya dugaan teori konspirasi dan kejanggalan dalam proses hukum. Penghapusan dua nama lain selain Pegi Setiawan dari DPO dan hasil tes psikologi forensik erhadap Pegi Setiawan yang kontroversial turut memicu spekulasi di kalangan masyarakat. Tes psikologi forensik memiliki tujuan untuk memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang kondisi psikologis seseorang, termasuk dalam hal intelejensi, kepribadian, dan status mental. Dalam konteks Pegi Setiawan, hasil tes ini menunjukkan bahwa IQ-nya berada pada angka 78, yang secara teori menempatkannya pada tingkat kecerdasan ambang batas atau di bawah rata-rata populasi.

Pentingnya hasil tes IQ ini terletak pada pengaruhnya terhadap persepsi publik dan proses hukum. Menurut World Population Review 2022  manusia d Indonesia, rata-rata memiliki tingkat kecerdasan (IQ) di urutan ke-130 dari sekitar 199 negara, sehingga capaian angka IQ 78 bagi Pegi Setiawan menimbulkan pertanyaan serius mengenai kemampuan kognitifnya. 

Berikut adalah beberapa klasifikasi tingkatan IQ yang bisa diukur ketika seseorang mendapat hasil skornya: Idiot: IQ 0-29. Ditempati oleh individu terbelakang yang paling rendah setara dengan anak berusia 2 tahun. Ia hanya bisa berbicara beberapa kata saja, tidak dapat mengurus diri sendiri, dan sering mengalami masalah kesehatan. Imbicile: IQ 30-40. Kemampuan kecerdasan setara dengan anak-anak berusia 3-7 tahun. Ia  dapat melakukan hal secara mandiri, tetapi tetap bergantung pada orang lain. Moron (mentally retarded): IQ 50-69. Orang ini memiliki kemampuan membaca, menulis, dan perhitungan sederhana. Namun biasanya disekolahkan di sekolah luar biasa (SLB). Dull (borderline): IQ 70-79. Ia berada di bawah kelompok orang normal. Orang ini bisa menempuh hingga level pendidikan tingkat SMP, tetapi dengan kesulitan menyelesaikan pelajaran. 

Selain itu, dengan capaian IQ tersebut menurut teori psikolinguistik juga menyoroti kemungkinan hambatan Pegi Setiawan dalam kemampuan berbahasa. Bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga alat berpikir yang memungkinkan manusia untuk memproses informasi kompleks dan menyampaikan ide-ide secara efektif. Kemampuan bahasa yang baik cenderung berdampak positif pada kemampuan berpikir, sementara hambatan dalam bahasa dapat menghambat proses pemikiran kompleks dan abstrak.

Faktanya, usai Pegi Setiawan dibebaskan dari rumah tahanan Polda Jawa Barat, dirinya mampu menyampaikan rasa terima kasihnya kepada keluarga, tim pengacaranya, Presiden Joko Widodo, dan Presiden terpilih Pemilu 2024, Prabowo Subianto, tanpa kendala berarti. Bahasa sangat lancer dan komunikatif. Meskipun sorot matanya kadang-kadang terlihat kurang fokus di depan kamera wartawan, hal ini dapat dimaklumi mengingat Pegi Setiawan bukan seorang figur publik yang terbiasa berada di hadapan kerumunan massa.

Reza Indragiri Amriel, seorang ahli psikologi forensik, juga memberikan perspektif tambahan terkait kompleksitas kasus Pegi Setiawan. Ia menyoroti perbedaan dalam laporan visum kematian korban dan mempertanyakan kecocokan temuan-temuan forensik yang menunjukkan fungsi intelektual ambang atau IQ Pegi Setiawan yang dianggap "rendah". Selain itu, perilaku Pegi Setiawan selama pemeriksaan, seperti menggaruk-garuk kepala dan tangan, serta kesulitan dalam menjaga kontak mata dan merespons pertanyaan, menjadi bahan evaluasi yang penting dalam proses hukum.

Hasil praperadilan yang membebaskan Pegi Setiawan menandai sebuah putaran baru dalam kasus ini, dengan menegaskan bahwa penilaian terhadap seseorang harus dilakukan dengan obyektif dan komprehensif. Meskipun angka IQ-nya menjadi perdebatan, bukti-bukti yang berbasis sains tetap menjadi landasan yang penting dalam menentukan status hukum seseorang.

Sebagai kesimpulan, kasus Pegi Setiawan tidak hanya mencerminkan kompleksitas dalam sistem hukum Indonesia, tetapi juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan berbagai aspek psikologis, kejiwaan, dan bahasa dalam proses penyelidikan dan pengadilan. Hasil dari kasus ini tidak hanya mempengaruhi kehidupan Pegi Setiawan sendiri, tetapi juga memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat dan sistem peradilan untuk menilai dengan adil dan hati-hati setiap kasus yang serius.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun