Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Drama Kasus Pegi Setiawan: Psikologi Forensik, IQ, dan Keadilan

11 Juli 2024   10:17 Diperbarui: 11 Juli 2024   13:51 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus pembunuhan remaja Vina Dewi dan Muhammad Rizky (Eki) di Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 2016, kembali mengguncang publik setelah delapan tahun berlalu. 

Pegi Setiawan, yang dianggap sebagai otak dari kejahatan tersebut oleh pihak kepolisian, akhirnya ditangkap oleh Polda Jawa Barat pada bulan Mei 2024 setelah menjadi buronan selama delapan tahun. 

Namun, nasib Pegi Setiawan berubah ketika ia berhasil dibebaskan melalui praperadilan pada bulan Juli 2024, mengakhiri babak baru dalam drama hukum yang kompleks ini.

Pengungkapan kasus ini kembali mencuat berkat beberapa faktor yang mempengaruhi dinamika publik dan perhatian terhadap kasus tersebut. 

Salah satu faktor utama adalah rilis film adaptasi berjudul "Vina: Sebelum 7 Hari" oleh rumah produksi Dee Company. Film ini tidak hanya mengangkat kembali kisah nyata pembunuhan Vina, tetapi juga memunculkan kontroversi yang mendalam, menghidupkan kembali minat publik dan "memaksa" pihak kepolisian untuk melanjutkan penyelidikan karena masih ada beberapa nama dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), termasuk Pegi Setiawan, yang dijuluki sebagai Perong.

Selain itu, kasus ini juga diperumit oleh adanya dugaan teori konspirasi dan kejanggalan dalam proses hukum. Penghapusan dua nama lain selain Pegi Setiawan dari DPO dan hasil tes psikologi forensik erhadap Pegi Setiawan yang kontroversial turut memicu spekulasi di kalangan masyarakat. 

Tes psikologi forensik memiliki tujuan untuk memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang kondisi psikologis seseorang, termasuk dalam hal intelejensi, kepribadian, dan status mental. 

Dalam konteks Pegi Setiawan, hasil tes ini menunjukkan bahwa IQ-nya berada pada angka 78, yang secara teori menempatkannya pada tingkat kecerdasan ambang batas atau di bawah rata-rata populasi.

Pentingnya hasil tes IQ ini terletak pada pengaruhnya terhadap persepsi publik dan proses hukum. Menurut World Population Review 2022  manusia di Indonesia, rata-rata memiliki tingkat kecerdasan (IQ) di urutan ke-130 dari sekitar 199 negara, sehingga capaian angka IQ 78 bagi Pegi Setiawan menimbulkan pertanyaan serius mengenai kemampuan kognitifnya. 

Berikut adalah beberapa klasifikasi tingkatan IQ yang bisa diukur ketika seseorang mendapat hasil skornya: Idiot: IQ 0-29. Ditempati oleh individu terbelakang yang paling rendah setara dengan anak berusia 2 tahun. Ia hanya bisa berbicara beberapa kata saja, tidak dapat mengurus diri sendiri, dan sering mengalami masalah kesehatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun