Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mendamba Ramadan Tanpa Polusi Suara

10 Maret 2024   09:33 Diperbarui: 10 Maret 2024   09:49 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan, bulan mulia penuh berkah. Kehadiranya selalu dinanti dengan antusiasme dan kegembiraan oleh seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk di negeri kita tercinta. 

Namun, seperti halnya dalam setiap aspek kehidupan, akan selalu  ada tantangan yang perlu diatasi untuk menjaga keharmonisan dan kekhusyuan bulan penuh berkah  ini.

Salah satu tantangan yang muncul adalah bagaimana mengantisipasi lonjakan  polusi suara pada bulan yang penuh berkah ini.  Polusi suara adalah kondisi di mana lingkungan terganggu oleh suara atau kebisingan yang berlebihan dari berbagai sumber, seperti kendaraan bermotor, alat-alat industri, peralatan konstruksi, dan juga dari aktivitas manusia seperti penggunaan pengeras suara dalam acara-acara publik.

Polusi suara biasanya diukur berdasarkan intensitas suara (decibel) dan durasi paparan terhadap suara yang berlebihan. Suara yang terlalu keras atau berlangsung dalam waktu yang lama dapat menjadi faktor utama penyebab polusi suara. Polusi suara ini dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan manusia serta berbagai makhluk hidup lainnya di sekitarnya.

Dalam konteks penggunaan pengeras suara di masjid atau tempat ibadah, polusi suara dapat terjadi jika pengeras suara digunakan tanpa memperhatikan regulasi atau aturan yang ada. 

Penggunaan pengeras suara masjid atau musala yang terlalu keras atau dilakukan dalam waktu yang tidak tepat dapat mengganggu kenyamanan penduduk sekitar dan bahkan merusak kekhusyukan ibadah. Misalnya saat melaksanakan salat tarawih, tadarus Al-Quran, membangunkan masyarakat untuk bersantap sahur serta saat takbiran menyambut Idul Fitri.

Sesungguhnya Depag telah mengeluarkan Surat Edaran No. 05/2022 terkait aturan penggunaan pengeras suara di masjid atau musala. Namun saying  masih banyak yang belum mematuhinya sepenuhnya. Padahal konon bermula dari pengabaian terhadap aturan ini yang kerap  menjadi penyebab konflik dan disharmoni antar warga, seperti yang terjadi dalam sejumlah insiden di beberapa kota di Indonesia selama beberapa tahun ke belakang.

Pada pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama tersebut telah  menyediakan kerangka kerja yang jelas aturan main dalam  penggunaan pengeras suaradi masjid dan musala, secara umum maupun  pada  selama bulan Ramadan. 

Pedoman tersebut  bertujuan untuk mengatur penggunaan pengeras suara agar tidak mengganggu ketenangan dan kenyamanan masyarakat sekitar, sambil tetap memungkinkan umat Islam untuk menjalankan ibadah dengan baik.  

Beberapa poin penting dalam pedoman ini mencakup pemisahan antara pengeras suara dalam dan luar ruangan dengan memperhatikan kualitas suara yang dipancarkan, penggunaan pengeras suara untuk berbagai tujuan keagamaan, serta pembinaan dan pengawasan yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.

Sebagai contoh. Menurut SE tersebut penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur'an menggunakan Pengeras Suara Dalam. 

Kegiatan sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit. 

Sedangkan pada pada  malam Takbiran  tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.

Namun, memang masih ada beberapa kendala yang perlu diatasi dalam memastikan pemahaman dan penerapan aturan ini secara efektif. Hal tersebut boleh jadi akibat masih adanya sebagian umat muslim yang  mungkin memiliki pemahaman keliru bahwa penggunaan pengeras suara dengan volume tinggi merupakan bentuk syiar yang baik. 

Mereka mungkin berpikir bahwa semakin keras suara yang disampaikan saat salat tarawih, tadarus, ajakan bersantap sahur dinilainya  semakin baik, bahkan dipersepsi bernilai  pesan syiar ibadah. 

Padahal prilaku semacam itu bisa saja mengantarkan pelakunya pada prilaku riya dalam beribadah. Riya merupakan perilaku atau niat yang salah dalam beribadah kepada Allah SWT. Bahaya dari riya ini sangatlah serius dalam ajaran Islam, karena dapat merusak keikhlasan seseorang dalam beribadah. 

Selain itu prilaku riya merupakan bentuk kemunafikan di dalam ibadah. Oleh karena itu, dalam beribadah, sangatlah penting untuk selalu menjaga niat agar murni dan ikhlas semata-mata karena Allah SWT.

Sebagai pengguna speaker para pengurus masjid dan atau musala atau anggota jamaah, kita harus senantiasa merenungkan tujuan sejati dari ibadah kita, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ikhlas dan tulus. Dengan cara semacam itu diharapkan  kita dapat menghindari potensi riya yang dapat merusak nilai-nilai keikhlasan dalam ibadah, termasuk ibadah-ibadah di bulan Ramadan.

Hambatan lainnya, pada beberapa daerah atau komunitas Masyarakat muslim mungkin memiliki kebiasaan dan tradisi, khususnya  untuk membangunkan masyarakat untuk santap sahur dengan suara keras di tengah malam. Hal ini bisa menjadi bagian dari tradisi lokal yang melekat, yang sulit untuk mengubahnya meskipun ada aturan yang mengatur penggunaan pengeras suara.

Kemudian hambatan lainnya, boleh jadi masih banyak pengurus DKM atau musala yang masih belum mengetahui atau  sepenuhnya memahami atau tidak tahu aturan yang diatur oleh Kementerian Agama mengenai penggunaan pengeras suara selama bulan Ramadan. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa aturan ini ada dan harus diikuti.

Untuk mengatasi berbagai persoalan hambatan di atas,  pendekatan sosialisasi, edukasi, dialog, serta keterlibatan pemuka agama dan tokoh masyarakat menjadi sangat penting. Penerapan aturan dengan bijak dan penerapan toleransi serta kompromi juga menjadi kunci untuk menjaga harmoni dalam masyarakat yang heterogen.

Gerakan moderasi beragama yang digagas oleh Kementerian Agama jika dilaksanakan dengan baik sejatinya dapat menjadi salah satu cara efektif untuk memperkuat pemahaman tentang aturan penggunaan pengeras suara selama bulan Ramadan. Seperti kita tahu, gerakan Modrasi Beragama  bertujuan untuk mempromosikan pemahaman agama yang toleran, menghormati perbedaan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan.

Dengan pendekatan yang bijak dan upaya yang terus-menerus, diharapkan Ramadan tanpa polusi suara bukanlah sekedar impian, tetapi menjadi kenyataan yang dapat dirasakan oleh seluruh umat Islam, serta memberikan kontribusi positif bagi keharmonisan dan kekhusyuan bulan Ramadan yang penuh keberkahan. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun