Pengamat lain juga menilai program makan gratis yang diusung oleh kubu Prabowo sangat tidak mendasar dan cenderung halusinasi. Mereka menyoroti bahwa dengan biaya sebesar Rp400 triliun yang diajukan untuk program tersebut, sisa anggaran APBN akan sangat membatasi, bahkan mengkanibal program-program pembangunan lainnya yang lebih substansial.Â
Sebagai contoh, biaya pendidikan saja sudah mencapai Rp600 triliun, belum termasuk biaya pegawai, transfer ke daerah, dana desa, dan subsidi energi. Dengan demikian banyak pengamat menggambarkan program makan gratis sebagai program "pepesan kosong".
Berbagai kritik atas menegaskan pentingnya para calon presiden membuat program-program yang berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, bukan sekadar janji-janji yang terlalu berlebihan atau terkesan tidak realistis.Â
Buatlah program-program yang membumi dan relevan dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat, bukan janji-janji yang hanya akan menarik simpati pemilih sementara. Sungguh, masyarakat sudah muak dengan program-program yang terkesan hanya omong kosong tanpa implementasi yang nyata semacam itu.
Lagi pula ternyata masyarakat luas juga sudah semakin cerdas dalam menyikapi janji-janji 'wadul' seperti itu. Hal ini terbukti saat saat Prabowo dalam menyinggung program makan siang dan susu gratis dalam menjawab sejumlah pertanyaan debat berujung pada terjadinya "sentimen negatif tertinggi" di media sosial, khususnya di platform Twitter, selama debat kelima Pilpres.
Hasil analisis dari "Drone Emprit" terhadap kicauan warganet di Twitter selama debat kelima  yang berlangsung pada Minggu (4/2/2024) pukul 19.00-22.00 WIB, menunjukkan bahwa pengulangan program "makan gratis" dari Prabowo mendapatkan reaksi negatif yang signifikan dari para pengguna media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa jualan program "Makan Gratis" ala Prabowo-Gibran ternyata  tidak sesuai dengan harapan atau preferensi sebagian besar warganet, khususnya pada platform Twitter.
Memang benar bahwa dalam politik, janji seringkali diucapkan untuk menarik perhatian pemilih dan memperoleh dukungan, tanpa jaminan bahwa janji tersebut akan benar-benar dijalankan. Tim kampanye Prabowo-Gibran mungkin menduga bahwa dasar pemikiran di balik program-program mulia seperti  makan gratis ini dianggap akan memperoleh popularitas dan dukungan pemilih.
Mereka lupa atau melupakan memperhitungkan secara mendalam atau realistis terkait implementasi dan dampak dari program tersebut. Termasuk persepsi dari para calon pemilih, khususnya dari kalangan generasi muda  hari ini yang ternyata menilainya sebagai program utopia alias sekedar "pepesan kosong" belaka.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H