Ketika kasus Covid-19 semakin meningkat dan memakan banyak korban, manusia dituntut untuk segera beradaptasi dengan cepat akibat kondisi yang penuh tekanan dan perubahan yang sangat cepat. Dampak dari perubahan ini cukup signifikan dan rentan menimbulkan stress yang menyerang hampir semua golongan. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam memutuskan untuk membeli sesuatu yang penting atau biasa disebut dengan panic buying. Panic buying di definisikan sebagai perilaku pembelian secara mendadak terhadap barang konsumsi dalam jumlah yang berlebih sehingga menimbulkan sebuah penimbunan barang. Keberadaan pandemi yang berkepanjangan menjadi salah satu penyebab tingkat konsumerisme yang semakin meningkat kala itu. Isu ini juga tidak dipungkiri oleh melambungnya harga dan berkurangnya harga di pasaran yang dapat memicu masyarakat untuk membeli barang kebutuhan dalam jumlah banyak dengan tujuan menghindari kenaikan harga.
Pada dasarnya, perilaku panic buying bukanlah hal yang baru. Karena biasanya, perilaku panic buying ini muncul ketika terjadi situasi tertentu dan perilaku panic buying pada era COVID-19 menarik untuk dicermati karena virus ini terus berkembang dan menimbulkan beberapa dampak yang sangat signifikan. Ada banyak alasan orang ketika terpaksa melakukan panic buying, salah satunya adalah dorongan emosi negatif. Pemicu perilaku panic buying karena adanya ketidakpastian, ketakutan, kecemasan, kurangnya kepercayaan, persepsi kritis, perilaku sosial dan persesuaian, dan sarana untuk mengatasi.
Merujuk pada kejadian tersebut, beberapa penelitian menyatakan bahwa panic buying dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti psikologi, media, aspek soisal, informasi, keluarga, pengaruh orang lain, dan pengindaran risiko. Faktor ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan dari sisi tingkat ekonomi terhadap feomena panic buying di beberapa daerah yang  ada di Jawa Timur. Tingkat pendapatan bulanan masyarakat berdampak pada kemampuan mereka dalam mengatur budgeting dan stok barang yang berbeda dalam menyikapi pandemi Covid-19.
Meskipun pada awalnya terjadi kepanikan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan menghadapi pandemi Covid-19, masyarakat cenderung menyikapinya dengan melakukan perencanaan keuangan dan mengatasi konsumsi yang berlebihan dan krisis ekonomi. Perspektif latar belakang pendidikan dalam penelitian ini memilikk pengaruh positif yang signifikan terhadap panic buying. Penting juga untuk diperhatikan bahwa perbedaan tingkat pendidikan dapat mempengaruhi bagaimana masyarakat menginterpretasikan dan merespon berita. Meskipun semua mengalami kecemasan dan kepanikan, namun karakteristik dan intensitas responnya dapat berbeda-beda. Oleh karena itu, respon terhadap situasi seperti antrian pembelian barang kebutuhan poko selama pandemi Covid-19 tidak seragam. Namun tercermin dari beragamnya reaksi yang tercermin dari tingkat pendidikan masyarakat.
Setelah ditelaah kembali dengan padanan kata yang mudah dipahami, berikut adalah gambaran panic buying dan impulsive buying secara umum:
Panic buying merupakan pembelian yang dilakukan secara mendadak dan berlebihan karena rasa takut atau kecemasan akan ketersediaan barang, sehingga menyebabkan pembelian yang tidak terkontrol. Sedangkan impulsive buying adalah pembelian secara spontan tanpa perencanaan atau  sebuah pertimbangan yang matang, dan seringkali dipengaruhi oleh emosi atau dorongan impulsif.
Ada beberapa contoh kasus panic buying dan impulsive buying pada era pandemi Covid-19 yang dapat dilampirkan, diantaranya:
- Pembelian masker dan hand sanitizer secara berlebihan pada awal terjadinya Pandemi Covid-19.
- Pembelian makanan dan minuman secara berlebihan sebelum lockdown.
- Pembelian barang-barang elektronik dan hiburan selama masa isolasi dengan tujuan mengurasi rasa stress dan kepanikan pada kala itu.
Dari beberapa contoh kasus tersebut, mengakibatkan munculnya beberapa dampak yang terjadi yaitu:
- Keterbatasan stok akibat dari pembelian berlebihan yang menyebabkan keterbatasan stok barang untuk orang lain.
- Peningkatan harga karena permintaan yang tinggi menyebabkan peningkatan harga barang.
- Panic buying dapat menyebabkan kerusuhan dan konflik di tempat-tempat pembelian.
- Pembelian impulsif dapat menyebabkan masalah yang serius pada psikologis, diantaranya dapat menyebabkan perasaan bersalah, kecemasan, dan ketidakpuasan.
Berikut beberapa strategi untuk menghadapi panic buying pada masa pandemi:
Sebelum Membeli: