Hidup beberapa langkah belakangan ini tak kunjung mempertemukanku dengan ajal, ini berarti masih harus aku emban pencarian makna di atas muka bumi.  Bukan hal yang mudah aku rasa.  Beragam warna dalam dunia yang berhadap-hadapan denganku saat ini justru tak mengindahkannya. Â
Berlawanan dengan kebiasaan, penelusuran makna kehidupan dalam masa ini justru dianggap sebuah kesia-siaan.
Kemarin aku berbincang dengan kusno yang di masa lampau itu, katanya apalah yang kau takutkan, jika berkesadaran bangsa kita adalah bangsa yang besar. Â Katanya sudah benar, tak seharusnya kemerdekaan itu ditunggu, begitu pula kemerdekaan mu itu.Â
Apa yang mungkin kau dapatkan jika tak berbekal kesadaran, karena boleh jadi, penjajahan masih berlangsung dalam bentuk baru. Â
Bukannya ketakutan mu adalah bentuk nyata eksistensinya, terkungkung oleh penilaian materi dibanding mengedepankan substansi. Â Sepertinya telah tercapai apa-apa yang dahulu aku takutkan. Â
Oleh sebab itu, lanjutkan apa yang telah menjadi tujuan di sisa hidupmu itu. –Selayaknya tokoh nasional, suaranya begitu lantang.
Dan seperti biasa, bahasa yang digunakannya pun begitu menggebu-gebu, aku yang saat itu dihadapannya seperti mendapatkan suntikan tenaga baru. Â
Dengan mudah aku mengiyakan apa yang dia sampaikan. Â Bukan karena aku sepakat dengannya, melainkan sebaliknya. Â Aku tidak begitu memahami apa yang dia sampaikan dengan utuh. Â
Aku hanya menikmati setiap katanya, rasanya seperti sedang mendengarkan kebijaksanaan. Â Dan aku rasa alasan itu cukup untuk mengiyakan-nya.
Sampai di keadaan yang sesungguhnya, aku merasa kata-kata kusno memang ada benarnya. Â Tak semua yang dikerjakan manusia hari ini benar dilakukan dengan sepenuh hati, sudah menjadi hal biasa menjalankan keseharian tanpa mau mengerti lebih jauh, asal hal itu mencukupi untuk dibagikan sebagai bahan yang menarik, maka disana semuanya berhenti.Â
Siapa yang bermoral hari ini adalah mereka-mereka yang mampu dengan ulung menata halaman profil. Â Tidak ada salahnya memang, tapi begitulah kesadaran manusia hari ini dibentuk. Â
Seperti memiliki sepasang mata baru, semenjak aku lebih menerka kata-kata kusno, apa yang aku lihat tentang dunia menjadi sedikit lebih menantang. Â
Ini ungkin alasan kenapa kata-kata mu begitu digandrungi di masa lampau kus, tuturku didalam hati.
Berkilaunya kepribadian Kusno yang di masa lampau itu, masih sayup sayup terdengar di beberapa kalangan memang, banyak yang memujinya bak seorang kesatria gagah berani yang diidolakannya dahulu, yaitu Bhisma. Â
Memiliki tubuh yang kuat, Bhisma dilahirkan untuk melindungi para pandawa dari berbagai serangan musuh. Â Memang benar dia yang memperjuangkan dan melindungi segenap rakyat, dia, Kusno itu. Alangkah hebat petualangannya. Â
Sampai ada sedikit pertentangan yang kemudian muncul menamparku di suatu malam. Â Darimana munculnya sungguh tak terduga, dia seorang teman akrab, Arman namanya.
Ketika banyak yang meyakini sedari awal kalau memang Kusno lah yang akan memimpin rakyat kelak, hal itu sungguh berbeda dengan apa yang dialami oleh Arman temanku ini. Â Tak banyak yang mengenalnya, pun apa yang dia lakukan bisa dibilang hal yang remeh bagi orang-orang. Â Tapi dia mampu menjadikan sesuatunya itu sederhana dengan indah. Â
Aku kira dia adalah salah satu manusia dengan kejujuran dalam kata-katanya.Â
Hal ini agak berkebalikan dengan yang biasa dilakukan oleh Kusno. Â Sebagai perumpamaan, Arman temanku ini dengan mudah mengatakan bahwa berbagai hal yang dilakukannya adalah kesia-siaan belaka. Â
Yang kemudian dengan menjelaskan bagaimana kesia-siaan itu memang hal yang dia inginkan, dan merasa tidak pantas juga dia mendapatkan balasan, apa yang dia sampaikan seakan menjadi tamparan buatku.Â
Padahal apa yang disebutkannya sebagai kesia-siaan bisa jadi usaha yang labih serius untuk menelisik hidup. Â Tamparan itu sangat terasa, seperti menghina betapa muluk-muluknya kesia-siaanku.
Dari Kusno aku belajar tentang bagaimana makna dalam keidupan tidak akan pernah sampai tanpa terlebih dahulu kita merdeka, pikir yang merdeka, daripada menganggapnya sebuah kesia-siaan.
Namun, dari Arman aku menjadi mengerti bagaimana kesia-siaanku hari ini sudah menjadi keterlaluan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H