Memikirkan alternatif dalam kehidupan seperti "Seandaninya aku tidak lahir dari keluarga ini. Seandainya saat itu aku lebih berani dalam mengambil keputusan. Seandainya aku terlahir dari keluarga kaya" adalah sebuah tirani. Sesungguhnya pemikiran pengandaian seperti ini telah merampok kita dari kesempatan untuk menikmati dan mensyukuri segala hal yang telah ada di dalam kehidupan kita. Padahal, pada hakekatnya seluruh kejadian yang ada di hidup kita sudah didesain sedemikian rupa menuruti rantai peristiwa dan hukum alam. Kita diberikan dua pilihan dalam hidup, terus-menerus menyangkal yang artinya sama saja "melawan alam" atau menerima segala aturan yang ada, bahkan "mencintainya."
Epictetus dalam bukunya Discourses yang dikutip dari Filosofi Teras karya Henry Manampiring mengatakan "Jangan menuntut peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi justru inginkan agar hidup terjadi seperti apa adanya, dan jalanmu akan baik adanya." Epictetus mengajarkan untuk lebih dari sekadar ikhlas menerima keadaan saat ini, tetapi justru sampai sungguh-sungguh tulus mencintainya.
Tiap kejadian dalam hidup berkesempatan untuk memberikan pelajaran penghidupan pada kita, tak terkecuali. Semua kejadian dalam hidup bisa menjadi kesempatan untuk melatih keberanian, kebijaksanaan, keadilan, dan menahan diri.
Amor fati adalah bahasa Latin yang diterjemahkan menjadi "love of fate" yang berarti mencintai takdir atau cintailah nasib, apa yang telah terjadi dan sedang terjadi di saat ini. Mencintai takdir berarti tidak ingin apa pun menjadi berbeda, tidak ke depan, tidak ke belakang. Tidak hanya sekadar menanggung yang memang harus dijalani, tetapi mencintainya. Istilah mudahnya, yang sudah berlalu biarlah berlalu, masa lalu juga merupakan bagian proses dari diri kita, dan sekarang fokus dengan hal-hal yang ada di depan mata serta mencintainya.
Masa lalu adalah bagian dalam kehidupan yang harus diyakini sebagai proses pendewasaan dalam diri kita masing-masing. Masa lalu jangan dilupakan, tetapi kita harus bisa berdamai dengan masa lalu. Mau bagaiamana pun juga, masa lalu adalah bagian dari diri kita. Menyesali masa lalu dengan berpikir "Seandainya saja waktu itu aku begini ... atau begitu ..." adalah hal yang tidak rasional dan tidak masuk akal. Sesungguhnya, masa lalu sudah semati-matinya, tetapi jangan dilupakan dan kita harus bisa berdamai dengan masa lalu kita.
Istilah belajar dari masa lalu memang benar adanya dan harus ditanamkan pada dalam diri kita. Akan tetapi, kita harus membedakan istilah antara belajar dari masa lalu dan terobsesi terus dengan masa lalu, atau istilahnya gagal move on. Sering kali kita menyesali masa lalu, mengutuk tindakan kita di masa lalu. Namun, kita harus memahami bahwa sudah di masa lalu, maka tidak bisa diubah lagi. Sudah selesai, fokuslah dengan segala hal yang ada kini.
Sama halnya dengan mencintai masa kini, kita harus bisa berdamai dan mencintai masa lalu, bahkan yang kita anggap pedih sekalipun. Kita bisa belajar dari masa lalu dan merencanakan yang lebih baik untuk ke depannya. Masa lalu sudah terjadi jauh di belakang kita, tidak ada yang perlu disesali.
Istilah amor fati jangan dimaknai hanya sebagai mencintai takdir. Akan tetapi, kita juga harus hidup menjadi "layaknya" manusia pada umumnya. Bekerja keras, hidup bertetangga, saling membantu, berbaik hati dengan siapa pun, dan hal-hal positif lainnya. Segala hal mengenai perjuangan dan kerja keras sudah menjadi kewajiban kita menjadi manusia, segala hal yang pernah kita lakukan, entah bagaimana hasilnya kita pasrahkan pada Tuhan dengan segala kuasanya.
Amor fati tidak mengajarkan kita untuk pasrah dengan kehidupan lalu mencintainya. Akan tetapi, kita tetap dituntut untuk bergerak, berjuang, dan bekerja keras. Hal-hal pahit dalam kehidupan harus diyakini sebagai proses dalam kehidupan. Kita harus bisa mengambil pelajaran atau hikmah dalam setiap kejadian yang terjadi dalam hidup kita.
Tiap-tiap orang memiliki ujian dan cobaan dalam hidupnya masing-masing. Begitu juga kita, kadang kala kita merasa hidup sangatlah berat dengan ujian yang menimpa kita. Kadang kala kita berpikir, "Kenapa aku menerima cobaan ini? Apa salahku?" Kita harus menanamkan dalam diri bahwa ujian dan cobaan merupakan proses dalam hidup yang harus dijalani. Terima segala ujian, hadapi segala cobaan dan jadikan ujian serta cobaan menjadi "teman." Hingga pada akhirnya, kita bisa melalui ujian dan cobaan dengan baik. Belajar setahap demi setahap dalam "mencintai" takdir.
Ungkapan amor fati harus diyakini sebagai menerima segala hal yang menimpa dalam hidup untuk kemudian menjadi energi besar dalam bertahan dan mempersiapkan segala rencana untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dalam hidup. Hingga akhirnya, kita bisa menjadikan takdir sebagai "teman" meskipun takdir pahit sekalipun.