Mohon tunggu...
Khoiru Roja Insani
Khoiru Roja Insani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berusaha produktif dalam keterbatasan

Pemuda asal Yogyakarta yang gemar ke sana-ke mari. Ajak saja pergi, pasti langsung tancap gas! Senang berdiskusi mengenai berbagai hal, senang bepergian, dan senang mengabadikan momen melalui kamera untuk diunggah di akun instagram. Ajak saja nongkrong atau bermain, pasti bisa mengenal lebih dekat lagi!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Harta Benda Bukanlah Kekayaan Sesungguhnya

18 Maret 2021   11:27 Diperbarui: 18 Maret 2021   11:30 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harta benda pada hakekatnya adalah hal yang ada di luar kendali kita. Kita tidak bisa mengatur sedemikian rupa mengenai uang, mobil, rumah mewah, dll. untuk tidak hilang atau selalu ada di dalam dekapan kita. Ya ... memang harta benda adalah milik pribadi dan bisa dijadikan sebagai tolok ukur seseorang sukses atau tidak. Akan tetapi, dalam tulisan ini akan membahas mengenai definisi kekayaan yang sesungguhnya.

Stoisisme yang dikutip dari buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring, mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari dalam, diri kita sendiri, dengan hal-hal yang bisa kita kontrol. Begitu pun sebaliknya, pada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, harta benda, kita tidak bisa menggantungkan kedamaian dan kebahagiaan. Menurut filsuf Stoa, menggantunggkan kebahagiaan pada hal-hal yang ada di luar kendali kita adalah suatu hal yang tidak rasional.

Maksud dari tidak rasional adalah menitikberatkan kebahagiaan atau menggantungkan rasa bahagia pada hal-hal yang tidak sepenuhnya berada di tangan kita. Sama dengan memiliki arti, sangat sia-sia jika kita mengabdikan kebahagiaan pada harta benda.

Harta benda yang berarti kekayaan atau tolok ukur kesuksesan memanglah hasil dari jerih payah kita, kerja keras kita, tenaga kita sendiri. Lalu, maksud dari harta benda berada di luar kendali adalah harta benda bisa lenyap dalam sekejap. Rumah mewah, mobil, tas bermerek, sepatu mahal, jam tangan ratusan juta, bisa lenyap dalam sekejap, terbakar, hilang, kemalingan, dan hanya dalam waktu singkat bisa hilang. Pada hakekatnya, kekayaan ---berarti harta benda --- bisa dibangun, tetapi untuk mempertahankannya tidak semudah itu. 

Jadi, menyangkut hal-hal yang ada di luar kendali kita --- harta benda --- meskipun sudah memilikinya, kita selalu digerayangi kecemasan jika suatu saat kehilangan hal tersebut. Peluang kehilangan kekayaan --- harta benda --- sangatlah besar, karena semua itu berada di luar kendali kita. Sangat tidak masuk akal, jika kita menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal di luar kendali kita, semua itu bisa direnggut sewaktu-waktu, hangus dalam sekejap, dan kapan pun bisa lenyap dari hidup kita.

Epictetus dalam Discourses, mengatakan orang-orang yang terobsesi dan mengingini hal-hal yang di luar kendalinya tidak akan pernah benar-benar merdeka dan bisa setia pada dirinya sendiri, tetapi akan terus terombang-ambing terseret hal-hal tersebut. Terobsesi dan berkeinginan pada hal-hal di luar kendali bagaikan rantai yang membelenggu, kita dibuatnya tidak akan pernah benar-benar merdeka. Saat segala keputusan kita dalam hidup didorong dan dipengaruhi oleh nafsu atau rasa ingin memiliki hal-hal di luar kendali --- harta benda --- membuat kita telah diperbudak oleh hal tersebut.

Pada dasarnya, kekayaan --- harta benda --- adalah di luar kendali kita. Akan tetapi, tidak sepenuhnya berada di luar kendali kita. Sebagian ada di dalam kendali dan sebagian sisanya ada di luar kendali kita. Sebagaian yang masuk dalam kendali adalah usaha kita, kerja keras kita, dan jerih payah kita dalam mengumpulkan, mendapatkan, dan memiliki kekayaan --- harta benda. Kita memiliki andil dan kontribusi dalam mengumpulkan kekayaan --- harta benda --- kita. Kita harus memisahkan antara tujuan di dalam diri (internal goals) dengan hasilnya (outcome). 

Pisahkan hasil yang memiliki kedudukan sebagai sepenuhnya di luar kendali kita dengan tujuan di dalam diri (proses, target diri sendiri) yang sepenuhnya berada di bawah kendali kita. Kita hanya bisa berupaya secara maksimal pada proses, target kita sendiri yang berada di bawah kendali kita. Selama kita sudah berupaya secara maksimal pada hal-hal ini --- proses, target, perjuangan --- kita sudah melakukan hal yang bisa dilakukan di dalam kendali kita. Pada intinya, rasa stres, kecewa, marah, dll. pada hasil --- hal-hal di luar kendali --- adalah hal yang irasional.

Kita dapat merasa puas, bahagia karena telah berhasil mencapai target, tujuan dalam diri, dan berposes dengan maksimal yang bisa kita lakukan. Selanjutnya, mengenai hasil --- kaya atau tidak, menguntungkan atau tidak --- adalah hal di luar kendali kita. Banyak pihak yang berperan dalam hasil yang telah kita perjuangkan secara maksimal. Misal, seorang pedagang sudah menawarkan dagangannya secara maksimal, menawarkan ke berbagai orang yang ditemui, memasarkan dengan berbagai media. Jika pada akhirnya dagangannya tidak laku seperti ekspetasinya, itu adalah hal yang di luar kendali. Setidaknya, pedagang tersebut sudah melakukan hal yang ada d dalam kendalinya, yaitu berjuang menawarkan dagangannya. Mengenai laku atau tidak laku berada di luar kendalinya.

Pada hakekatnya, makin baik kita mendesain, mengerjakan, memperjuangkan target dalam diri --- internal goals --- seharusnya makin besar pula peluang bagi kita untuk mendapatkan hasil seperti yang kita inginkan. Umumnya, kerja keras, berjuang, berdarah-darah, berlatih dengan tekun, mencintai pekerjaan, dst. akan mendekatkan kita dengan hasil yang ingin dicapai.

Dengan menyadari secara sepenuhnya bahwa hasil adalah hal di luar kendali kita, maka saat --- naasnya --- mengalami kegagalan, tidak usah dan tidak perlu terlalu bersedih karena pada dasarnya, hasil adalah hal-hal di luar kendali kita. Selagi kita sudah berusaha semaksimal yang kita bisa dan berjuang untuk tujuan dalam diri --- internal goals. 

Di saat kenyataannya hasil tidak sesuai dengan ekspetasi, secara mental dan pikiran seharusnya kita tidak terlalu terpuruk dan larut dalam kesedihan. Sebab, fokus kita ada pada tujuan dalam diri  --- internal goals --- yang bisa kita lakukan. Mengakui bahwa hasil adalah hal di luar kendali kita sangat penting saat menikmati keberhasilan. Saat sedang berada di posisi atas --- sukses --- jangan terlena bahwa semua adalah hasil "upaya kita sendiri." Tidak sedikit faktor di luar kendali kita yang memengaruhi kesuksesan kita.

Begitu juga dalam memperlakukan harta benda, kita harus meyakini bahwa harta benda --- hasil kekayaan --- adalah hal yang ada di luar kendali kita. Sejauh kita sudah berhasil mencapai tujuan dalam diri kita, itu sudah --- seharusnya --- menjadi kebahagiaan dalam diri kita. Begitu pula saat tiba-tiba ada keperluan yang memerlukan pengeluaran dalam skala besar, kecelakaan, kebakaran, kemalingan, atau hal-hal tidak terduga lainnya harus diyakini sebagai hal yang ada di luar kendali kita. Menjadi penting jika kita menitikberatkan, mengagungkan, atau menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang ada di luar kendali kita adalah suatu hal yang sia-sia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun