Mohon tunggu...
Khoirunissa Nadiva Nareswari
Khoirunissa Nadiva Nareswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

mendengarkan musik,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Sarapan Pagi pada Remaja

14 Januari 2024   18:31 Diperbarui: 14 Januari 2024   18:37 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meninggalkan makan pagi akan mengakibatkan kurangnya konsentrasi belajar dan ingatan belajar pada remaja. Meninggalkan makan pagi dapat mengakibatkan kepala pusing, pada waktu ini remaja akan susah dalam mendapat pelajaran dengan baik serta konsentrasi belajar terganggu karena cadangan dari makan malam sudah menurun, dan gangguan ingatan jangka pendek. 

Berdasarkan penelitian Rafika et al (2018), 52,5% remaja dapat menerima pelajaran dengan baik, konsentrasi dan aktif, sebanyak 45% remaja hanya mendengarkan dan mengantuk, dan 2,5% remaja melamun, lemas dan mengobrol. Serta sebanyak 60% remaja hanya dapat mengingat sebagian, sebanyak 40% remaja dapat mengingat dengan kuat. 

Berdasarkan penelitian Lentini & Margawati (2014), sebanyak 48,25% remaja mempunyai skor konsentrasi berfikir rendah dan sebanyak 51,75% remaja memiliki konsentrasi yang tinggi. Makan pagi sangat penting dalam memenuhi kebutuhan asupan pagi supaya meningkatkan kualitas dan konsentrasi dalam belajar serta menerima pelajaran dengan baik sehingga nantinya daya ingat juga meningkat.

Kebiasaan makan pagi yang ditinggalkan adalah salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap status gizi remaja. Makan pagi dapat mencukupi energi dan kebutuhan zat gizi yang dapat mendukung kegiatan sehari-hari dan juga mempengaruhi status gizi remaja. Remaja yang mempunyai kebiasaan meninggalkan makan pagi berisiko tiga kali lebih tinggi mengonsumsi makanan ringan dan sulit mengontrol nafsu makan sehingga status gizi remaja tidak terkendali. 

Berdasarkan penelitian Amalia & Adriani (2019), remaja yang memiliki perilaku makan pagi yang baik dan dengan status gizi normal sebesar 70,3% dan remaja yang memiliki perilaku makan yang baik dan dengan status gizi kurus sebesar 8,1%, serta remaja yang memiliki perilaku makan pagi yang baik dengan status gizi gemuk sebesar 8,1%. Sebagian remaja yang memiliki perilaku makan pagi yang baik namun mempunyai status gizi yang kurus sebesar 2,7% dan obesitas sebesar 2,7%. 

Sedangkan berdasarkan penelitian Rohmah et al (2020), 61% remaja mempunyai perilaku makan pagi yang baik dan 39% remaja mempunyai perilaku makan pagi yang tidak baik. Kemudian sebanyak 1,2% remaja mempunyai status gizi kurus, 56,1% mempunyai status gizi normal, 11% remaja mempunyai status gizi gemuk, dan 14,6% dengan obesitas.  Remaja yang terbiasa tidak meninggalkan makan pagi akan mempunyai status gizi yang baik dibandingkan yang sering meninggalkan makan pagi.

Meninggalkan sarapan akan mengganggu konsentrasi belajar dan mempengaruhi prestasi belajar pada remaja. Melewatkan sarapan akan mengakibatkan kurangnya gula darah dan jika tidak memiliki asupan energi pada pagi hari dari makan pagi, kondisi tubuh akan lemah. Hal itu akan mempengaruhi konsentrasi belajar remaja karena memikirkan makan daripada fokus pada pelajaran yang disampaikan sehingga akan berdampak pada prestasi belajarnya. 

Berdasarkan penelitian Pandiangan et al (2022), remaja dengan perilaku sarapan pagi yang baik sebanyak 55% sedangkan dengan kebiasaan sarapan yang kurang sebanyak 45% dan prestasi belajar pada remaja yang kurang sebesar 42,5% sedangkan prestasi belajar remaja yang baik sebesar 57,5%. Sedangkan berdasarkan penelitian Marvelia et al (2021), 4,7% remaja dengan perilaku sarapan pagi yang cukup mempunyai prestasi belajar kurang, 53,5% dengan prestasi belajar cukup, dan 41,9% dengan prestasi belajar baik. 

Kemudian remaja dengan perilaku sarapan pagi baik sebanyak 2,9% memiliki prestasi belajar kurang, 20,6% dengan prestasi belajar cukup, dan 76,5% dengan prestasi belajar baik. Melewatkan sarapan akan menyebabkan mereka tidak berkonsentrasi dengan baik pada materi yang disampaikan maka dapat dipastikan remaja akan mengalami kesulitan dalam menerima materi sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar yang didapat.

Pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan orang tua merupakan faktor yang sangat penting untuk membentuk perilaku sarapan pada remaja. Pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan orang tua mempunyai dampak terhadap perilaku makan pagi pada anak atau remaja. Peningkatan penghasilan orang tua akan memperbesar kemungkinan untuk membeli makanan dengan kualitas dan kuantitas yang baik. 

Berdasarkan penelitian Aulia et al (2021), beberapa orang tua remaja yang memiliki pendidikan tinggi dan pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil mempunyai perilaku sarapan yang baik masing-masing sebesar 48,75% dan penghasilan keluarga dengan lebih dari 5 juta memiliki kebiasaan sarapan yang baik sebanyak 31,25%. Semakin tinggi pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan orang tua sehingga perilaku sarapan pagi pada remaja akan semakin baik. Orang tua yang memiliki riwayat pendidikan tinggi akan menyediakan makanan yang bersih serta sehat untuk sarapan pagi.

Hilangnya energi dan kebutuhan zat gizi pada waktu makan malam hari yang dapat mengakibatkan anemia, tidak akan bisa diganti jika remaja meninggalkan makan pagi. Salah satu faktor akibat meninggalkan makan pagi adalah dapat terjadinya anemia pada remaja putri, tubuh memerlukan 30% kebutuhan asupan gizi dengan melakukan makan pagi. Hilangnya sepertiga asupan gizi yang diperlukan oleh tubuh disebebkan karena meninggalkan makan pagi. 

Berdasarkan penelitian Afritayeni et al (2019), remaja putri yang tidak pernah atau jarang makan pagi sebanyak 27,2% dan yang mengalami anemia sebanyak 19,8%. Remaja putri yang kadang melakukan makan pagi sebanyak 35,8% dan sebanyak 14,8% dinyatakan anemia. 

Remaja putri yang sering melakukan makan pagi sebanyak 37% dan sebanyak 13,6% dinyatakan anemia. Sedangkan berdasarkan penelitian Banowati & Adiyaksa (2017), sebanyak 14,2% remaja tidak sarapan pagi, 2,8% jarang sarapan pagi, dan 83% selalu sarapan. Terdapat 17,14% remaja mengalami anemia ringan dikarenakan jarang dan tidak pernah sarapan pagi. Asupan zat gizi yang kurang akibat sering meninggalkan makan pagi akan berpengaruh pada kurangnya kadar hemoglobin sehingga menyebabkan anemia pada remaja.

Setelah melakukan puasa pada malam hari setelah melakukan makan malam, tubuh memerlukan 20-25% energi dengan cara melakukan makan pagi guna mengoksidasi gula darah. Meninggalkan makan pagi akan mengakibatkan kondisi lambung kosong sejak makan malam sebelumnya hingga makan siang. 

Hal tersebut mengakibatkan tubuh dapat mengalami penurunan kadar gula darah yang sering disebut dengan hipoglikemia. Hipoglikemia menyebabkan tubuh gemetar, pusing, dan sulit berkonsentrasi. Sulitnya fokus menjadi sebab dari kurangnya gula darah dan otak akan mengalami kurangnya energi. Menurut Rizkyta & Mulyati (2014), remaja yang tidak mempunyai perilaku makan pagi memiliki kadar gula darah yang kurang sebanyak 70,37% dan remaja yang makan pagi mempunyai kadar gula darah cukup sebanyak 62,96%. Remaja yang tidak memiliki perilaku makan pagi berisiko 1,9 kali lebih besar mempunyai kadar gula darah yang rendah dibandingkan dengan remaja yang memiliki perilaku makan pagi.  

Remaja yang tidak memiliki kebiasaan makan pagi dapat berakibat kurangnya energi yang digunakan dalam mensintesis kadar hemoglobin. Meninggalkan makan pagi tidak akan dapat menggantikan hilangnya energi pada waktu makan yang lain, maka makan pagi adalah saat makan yang tepat untuk remaja dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan hemoglobin dalam tubuh dapat tersintesis dengan baik. 

Menurut penelitian Dewi & Mulyati (2014), remaja yang melewatkan sarapan memiliki kadar hemoglobin yang rendah sebanyak 22,2% sedangkan remaja yang tidak melewatkan sarapan tetapi kadar hemoglobin rendah sebanyak 3,7%. Remaja yang tidak mempunyai perilaku makan pagi dapat berisiko 6 kali lebih besar memiliki kadar hemoglobin yang rendah dibandingkan dengan remaja yang mempunyai perilaku makan pagi yang baik.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun