Mohon tunggu...
Khoirunissa Nadiva Nareswari
Khoirunissa Nadiva Nareswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

mendengarkan musik,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Sarapan Pagi pada Remaja

14 Januari 2024   18:31 Diperbarui: 14 Januari 2024   18:37 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hilangnya energi dan kebutuhan zat gizi pada waktu makan malam hari yang dapat mengakibatkan anemia, tidak akan bisa diganti jika remaja meninggalkan makan pagi. Salah satu faktor akibat meninggalkan makan pagi adalah dapat terjadinya anemia pada remaja putri, tubuh memerlukan 30% kebutuhan asupan gizi dengan melakukan makan pagi. Hilangnya sepertiga asupan gizi yang diperlukan oleh tubuh disebebkan karena meninggalkan makan pagi. 

Berdasarkan penelitian Afritayeni et al (2019), remaja putri yang tidak pernah atau jarang makan pagi sebanyak 27,2% dan yang mengalami anemia sebanyak 19,8%. Remaja putri yang kadang melakukan makan pagi sebanyak 35,8% dan sebanyak 14,8% dinyatakan anemia. 

Remaja putri yang sering melakukan makan pagi sebanyak 37% dan sebanyak 13,6% dinyatakan anemia. Sedangkan berdasarkan penelitian Banowati & Adiyaksa (2017), sebanyak 14,2% remaja tidak sarapan pagi, 2,8% jarang sarapan pagi, dan 83% selalu sarapan. Terdapat 17,14% remaja mengalami anemia ringan dikarenakan jarang dan tidak pernah sarapan pagi. Asupan zat gizi yang kurang akibat sering meninggalkan makan pagi akan berpengaruh pada kurangnya kadar hemoglobin sehingga menyebabkan anemia pada remaja.

Setelah melakukan puasa pada malam hari setelah melakukan makan malam, tubuh memerlukan 20-25% energi dengan cara melakukan makan pagi guna mengoksidasi gula darah. Meninggalkan makan pagi akan mengakibatkan kondisi lambung kosong sejak makan malam sebelumnya hingga makan siang. 

Hal tersebut mengakibatkan tubuh dapat mengalami penurunan kadar gula darah yang sering disebut dengan hipoglikemia. Hipoglikemia menyebabkan tubuh gemetar, pusing, dan sulit berkonsentrasi. Sulitnya fokus menjadi sebab dari kurangnya gula darah dan otak akan mengalami kurangnya energi. Menurut Rizkyta & Mulyati (2014), remaja yang tidak mempunyai perilaku makan pagi memiliki kadar gula darah yang kurang sebanyak 70,37% dan remaja yang makan pagi mempunyai kadar gula darah cukup sebanyak 62,96%. Remaja yang tidak memiliki perilaku makan pagi berisiko 1,9 kali lebih besar mempunyai kadar gula darah yang rendah dibandingkan dengan remaja yang memiliki perilaku makan pagi.  

Remaja yang tidak memiliki kebiasaan makan pagi dapat berakibat kurangnya energi yang digunakan dalam mensintesis kadar hemoglobin. Meninggalkan makan pagi tidak akan dapat menggantikan hilangnya energi pada waktu makan yang lain, maka makan pagi adalah saat makan yang tepat untuk remaja dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan hemoglobin dalam tubuh dapat tersintesis dengan baik. 

Menurut penelitian Dewi & Mulyati (2014), remaja yang melewatkan sarapan memiliki kadar hemoglobin yang rendah sebanyak 22,2% sedangkan remaja yang tidak melewatkan sarapan tetapi kadar hemoglobin rendah sebanyak 3,7%. Remaja yang tidak mempunyai perilaku makan pagi dapat berisiko 6 kali lebih besar memiliki kadar hemoglobin yang rendah dibandingkan dengan remaja yang mempunyai perilaku makan pagi yang baik.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun